HMI, Perkaderan, dan KAHMI

HMI ialah organisasi mahasiswa yang beragama islam. Mahasiswa ialah pribadi sedang dalam proses menjadi (becoming process) manusia yang hendak mengembangkan kualifikasi diri. Bagi setiap anggota HMI, kualifikasi ini dirumuskan pada tujuannya yang menyatakan “Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang Bernafaskan Islam dan Bertanggung Jawab Atas Terwujudnya Masyarakat Adil Makmur yang Diridhai Allah SWT.” Manusia yang  memiliki kualifikasi ini dinamakan Insan Cita HMI.

HMI, Perkaderan, dan KAHMI
HMI, Perkaderan, dan KAHMI
Oleh: Alex Tofani
(Mantan Sekjen PB HMI Tahun Kepenguruasan 1984-1986)

Cara utama untuk mewujudkan kualifikasi tersebut dalam diri setiap anggota HMI ialah melalui perkaderan. Dalam konteks ini, perkaderan senantiasa didefinisikan sebagai usaha sadar, terencana, dan sistematis untuk membina manusia dengan kualifikasi tertentu. Sadar berarti perkaderan merupakan aktualisasi pemikiran mendalam bahwa untuk mewujudkan masa depan umat (keislaman) dan bangsa (keindonesiaan) yang lebih baik diperlukan manusia dengan kualifikasi seperti terumus pada tujuan HMI. Terencana bermakna perkaderan perlu dilakukan dengan tujuan, media, kurikulum yang didasarkan pada nilai-nilai yang hendak diaktualisasikan. Sistematis berarti perkaderan diselenggarakan secara bertahap sesuai  dengan intelektualitas, spiritualitas, dan emosionalitas anggota HMI.

Perkaderan HMI terwujud dalam dua bentuk, yaitu pelatihan dan aktivitas. Pelatihan terdiri atas pelatihan umum (pelatihan dasar, pelatihan menengah, dan pelatihan lanjutan) serta pelatihan khusus (upgrading, kursus senior, dan pusdiklat). Aktivitas ialah semua kegiatan yang dilakukan anggota selama berada di HMI, mulai aktivitas temporer (kelompok studi, kelompok diskusi, dan kepanitiaan) hingga aktivitas permanen (kepengurusan). Diantara kedua wujud ini mungkin saja dikembangkan berbagai bentuk yang relevan dengan perkembangan jaman umumnya dan pendidikan tinggi khususnya.

Saat ini untuk program pendidikan strata satu (S-1) diperlukan delapan semester, empat semester untuk program pendidikan strata dua (S-2) dan untuk program pendidikan strata tiga (S-3)diperlukan pendidikan antara enam hingga delapan. Selain itu, untuk pendidikan profesi, seperti dokter, akuntan, dokter hewan masih memerlukan pendidikan tambahan selama empat semester. Untuk menjadi dokter umum (dr) masih harus mengikuti pendidikan profesi selama empat semester setelah menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran (SKed). Begitu pula  untuk  menjadi akuntan (Ak), sekarang dinamakan Certified Public Accountant (CPA), dibutuhkan pendidikan selama empat semester setelah menyelesaikan pendidikan Sarjana Ekonomi (SE) program studi akuntansi. Untuk menjadi dokter hewan (drh) juga serupa, dalam arti, setelah menyelesaikan pendidikan

Pengurus Besar HMI perlu menemukan kesejajaran harmonis antara bentuk perkaderan HMI  dan   pola   pendidikan   tinggi   Indonesia.   Ini   bermakna   perlu   dipikirkan secara mendalam dan diterapkan dengan efisien dan efektif bentuk perkaderan yang relevan dengan pola pendidikan tinggi. Setiap anggota HMI tidak perlu lagi menjadi mahasiswa dengan masa studi melebihi program pendidikan tinggi. Alasannya ialah setiap strata memiliki masa studi maksimal (satu setengah kali masa pogram studi), dan kalau tidak berhasil dalam selesai, ujungnya ialah dikeluarkan (dropout).

Selain itu, HMI perlu memperoleh anggota dari sumber yang jernih dan besar (istilah lain untuk pusat keunggulan). HMI sebagai organisasi mahasiswa ekstra universiter perlu membangun basis pada pusat-pusat keunggulan tersebut dan melakukan berbagai kegiatan pada pusat-pusat keunggulan tersebut. Ini bermakna selayaknya HMI tampil sebagai kumpulan mahasiswa berprestasi baik akademis maupun sodial budaya. Pada tingkat komisariat, sebagian besar waktu anggota dan pengurus dihabiskan di kampus, bukan ditempat lain.

Perkaderan adalah jembatan yang menghubungkan antara HMI dan KAHMI. Perkaderan mesti ditempatkan sebagai media untuk mengubah anggota HMI (input) menjadi alumni HMI (output). Sebagaimana dipahami bersama, untuk meng-hasilkan output berkualitas diperlukan input berkualitas dengan skala memadai. Oleh karena itu, para alumni HMI perlu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas pedoman perkaderan dan implementasi perkaderan HMI. Tentu diperlukan kualifikasi senior course.

Alumni (output) yang dihasilkan oleh perkaderan HMI idealnya memiliki kualifikasi Insan Cita dan berperan aktif dalam mengaktualisasikan tanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT di bumi Indonesia. Aktualisasi  tanggung jawab ini memerlukan nilai, perspektif, dan pendekatan yang cerdas. Kumpulan nilai ini termaktub pada Nilai Dasar Perjuangan (NDP) terutama berkenaan dengan keimanan, keilmuan, kemanusiaan, dan kemasyarakatan. Dalam mengaktualisasikan tangung jawab tersebut para alumni HMI perlu mencontohkan serangkaian nilai tersebut.

Selain itu, dalam mengaktualisasikan tangung jawab tersebut para alumni HMI perlu mencontohkan perspektif dan aksi bernafaskan keislaman dan keindonesiaan yang harmonis. Perspektif keislaman memerlukan penggalian akan ajaran Islam mengenai kemanusian, kemasyarakatan, dan kenegaraan. Perspektif keindonesiaan membutuhkan pengeksplorasian akan cita-cita kemerdekaan bangsa ini. Kedua perspektif ini sesungguhnya saling melengkapi, dari arti, pikiran manusia dicahayakan oleh ayat Allah SWT.

Dalam mengaktualisasikan tangung jawab tersebut para alumni HMI perlu menerapkan pendekatan yang cerdas dan konsisten. Pendekatan cerdas memerlukan pemahaman mendalam mengenai hakikat dan mission HMI pada lingkungan eksistensinya. Majelis Daerah (MD) perlu mengerti dengan baik lingkungan daerahnya. Majelis Wilayah (MW) perlu memahami secara mendalam dinamika wilayahnya. Paling utama, Majelis Nasional (MN) perlu memahami dengan baik dan mendalam tataran negara pada tingkat nasional. Pendekatan konsisten membutuhkan ketaatan kepada kepentingan keislaman dan keindonesiaan.

Sejalan dengan pemikiran tersebut, pengurus Majelis Daerah (MD) KAHMI memerlukan pengalaman sebagai pengurus HMI Cabang, Pengurus Mejelis Wilayah (MW) KAHMI membutuhkan pengalaman sebagai Pengurus Badan Koordinasi HMI, dan pengurus KAHMI Nasional (MN) memerlukan pengalaman sebagai Pengurus Besar HMI. Dengan pengalaman ini pengurus KAHMI pada setiap tingkatan akan mengenal dengan baik lingkungan dan manusia pada tatarannya. Sudah tentu perlu didukung oleh pendidikan memadai, dan sangat ideal bila dilengkapi oleh strata pendidikan tertinggi. Selain itu, para pengurus KAHMI pada berbagai tingkatan perlu juga memiliki pengalaman organisasi profesi dan sosial. Dengan memiliki kualifikasi ini, KAHMI akan berperan sebagai bagian utama dalam dinamika umat dan bangsa, bukan hanya sekedar pelengkap dan penumpang gratis. 

HMI, Perkaderan, dan KAHMI
Oleh: Alex Tofani
(Mantan Sekjen PB HMI Tahun Kepenguruasan 1984-1986)
Diberdayakan oleh Blogger.