BI Rate Turun (Lagi), Bisakah Pak Agus? (Bagian 1 dari 2 Tulisan)

Presiden Joko Widodo mengungkapkan, pada saat kunjungannya ke Danau Toba, bahwa beliau akan sangat senang jika tingat suku bunga pinjaman dapat terus menurun seiring dengan menurunnya tingat infasi yang mencapai 4% saat ini. Sebagai mantan pengusaha mebel, presiden sangat senang jika tingkat bunga terus menurun untuk mendorong tercapainya pertumbuhan ekonomi sebesar 7%, sebagaimana yang ditargetkannya tiga tahun sebelumnya, pada saat dirinya menggantikan presiden SBY. Dengan kondisi tingkat pertumbuhan ekonomi yang masih stuck pada tingkat 5%, melalui penurunan tingkat suku bunga, Presiden berharap cost of fund akan semakin rendah dan dapat mendorong kemampuan kompetisi produk pengusaha dalam negeri (Bloomberg, 17/10/2017; 9:37 AM GMT+7).

BI Rate Turun (Lagi), Bisakah Pak Agus? (Bagian 1 dari 2 Tulisan)
Muslimin (Akademisi FEB Unila)

Apa yang diungkapkan oleh Presiden, sejatinya merupakan harapan kepada Gubernur Bank Indonesia, Bapak Agus Martowardoyo. Pak Agus sendiri, dalam merespon permintaan tersebut, akan mengkaji terlebih dahulu data-data ekonomi sebelum mengambil kebijakan yang searah dengan kemauan Presiden Joko Widodo. Presiden sendiri, juga menyadari, bahwa Bank Indonesia, tidak dapat serta merta mengikuti kemauan pemerintah untuk menurunkan tingkat suku bunga. Dengan UU No 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, pemerintah tidak dapat lagi mengintervensi kebijakan Bank Indonesia dalam menentukan kebijakannya. UU dimaksud, telah menempatkan Bank Indonesia sebagai otoritas tersendiri, yang memiliki independensi dalam mengambil dan menjalankan setiap kebijakannya.

Bloomberg, dalam ulasannya, melihat adanya dilema yang dihadapi oleh Pak Agus dalam merespon permintaan presiden tersebut. Hal ini mengingat adanya kebijakan pengetatan moneter yang diambil oleh Amerika Serikat, yang akan meningkatkan risiko mata uang rupiah, dimana investor akan melepas rupiah dan membeli dollar. Bloomberg setidaknya mencatat, rupiah mengalami penurunan yang cukup rendah dalam 10 bulan terakhir, dan diperdagangkan pada level Rp13.495 terhadap per US Dollar. Hal ini diiringi aksi jual sekuritas yang dimiliki investor asing yang mencapai sebesar $2,1 miliar pada kwartal ketiga dan menjual surat utang pemerintah pada bulan ini sebesar $415 juta.

Isyarat dilema Pak Agus ini, mengutip Bloomberg, sepertinya terlihat dari respon jawaban Pak Agus, yang terkesan tidak langsung memberikan sinyal positif untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia, yang diharapkan Presiden akan menurunkan lending rate perbankan Indonesia.

Sebagai rakyat, marilah kita coba meraba-raba, kira-kira data apa sajakah yang akan dilihat oleh Pak Agus.

Pertama, mungkin yang perlu dilihat adalah data trigger, yang menyebabkan naik turunnya suku bunga acuan BI, yaitu suku bunga acuan Amerika Serikat. Amerika Serikat merupakan sentral keuangan dunia, sehingga Bank Sentral di seluruh dunia akan selalu melihat kebijakan yang diambil oleh Bank Sentral Amerika Serikat. Secara teori, jika the Fed menaikan tingkat suku bunganya, negara-negara lain akan mengikutinya, menaikan tingkat suku bunga acuannya. Hal ini dilakukan oleh negara lain untuk menahan arus dana keluar yang menuju Amerika Serikat. Para pemilik dana atau investor, yang berinvestasi pada financial asset, akan lebih menyenangi menanamkan dananya pada perbankan di Amerika Serikat. Negara ini, Amerika Serikat, masih dianggap sebagai negara dengan risiko paling rendah se-dunia. Profile country risk Amerika Serikat masih menunjukan sebagai negara teraman untuk investor.  

Bersambung: BI Rate Turun (Lagi), Bisakah Pak Agus? (Bagian 2 dari 2 Tulisan, Habis).


BI Rate Turun (Lagi), Bisakah Pak Agus?
Oleh: Muslimin
Akademisi FEB Universitas Lampung
Diberdayakan oleh Blogger.