Binalnya Politik Lokal Lampung

Dinamika perpolitikan di Lampung sangat memprihatinkan. Hal tersebut dapat kita lihat dalam kontestasi pilkada yang akan digelar 2018 mendatang, para kandidat semakin jelas memperlihatkan sikap ketidakpatutan dalam berpolitik santun dan bermartabat kepada masyarakat.
Binalnya Politik Lokal Lampung
Rosim Nyerupa

Sikap ketidakpatutan dimaksud ialah jegal menjegal dalam pengambilan rekomendasi partai politik sehingga korban politik berjatuhan. Mulai dari pergantian ketua partai politik ditingkat provinsi yang disebabkan rekomendasi pusat tidak sesuai pengajuan bahkan nama yang dikeluarkan pusat diluar pengajuan tingkat daerah dan beberapa parpol yang tidak mengedepankan kader-kader potensinya untuk tampil dalam bursa pilkada.

Binalnya politik di Lampung dalam proses penjemputan kertas putih bertuliskan sebuah keputusan dalam prosesi demokrasi lima tahun sekali ini paling tidak menghasilkan beragam isu yang bertebaran diberbagai media salah satu diantaranya ialah isu kandidat yang disokong pihak koorporasi terbesar di Lampung.

Penyokong kandidat oleh pihak koorporasi tidak asing lagi ditelinga kita. Saya teringat ketika pilkada Lampung 2014 silam salah satu pasangan kandidat adalah pasangan yang menjadi sorotan publik yang disokong oleh Sugar Group Company. Begitu juga dengan isu yang berkembang hari ini, namun kandidat yang disokong bukanlah yang terdahulu lagi melainkan wajah baru. Terlepas hoax atau tidaknya, paling tidak isu tersebut marak menjadi bahan perbincangan ditengah masyarakat diberbagai kalangan. Pihak ketiga yang menjadi penyokong kandidat sangat dikhawatirkan, Sebab pihak koorporasi memiliki misi terselebung dalam kepentingan perusahaannya, misalkan persoalan HGU, Kontrak dan lainnya yang tentunya akan merugikan masyarakat banyak.

Kandidat yang disokong oleh pihak koorporasi ditandai dengan adanya cost politik yang tinggi.  Biasanya kandidat tersebut mampu memborong partai politik meskipun kursi yang didapatkan sudah mencukupi. Dalam konteks pilkada serentak di Lampung mendatang dengan binalnya kandidat yang disokong koorporasi bisa saja melawan kotak kosong saat pencoblosan. Ruh demokrasi lokal ialah partisipasi masyarakat dalam menentukan sikap politiknya. Ketika partisipasi itu disempitkan, semua dimonopoli 1 kelompok kepentingan maka matilah demokrasi di bumi Lampung.

Dalam kasus tersebut, bisa kita lihat  sifat ambisius begitu melekat. Sebab jika tidak ambisius idealnya jika sudah cukup kursi untuk berlayar dalam bursa pilkada kandidat tersebut tidak akan mengganggu calon kandidat lain dengan calon parpol pengusungnya. Halalnya politik ala machiavelli, Halal Haram Hantam. Saya melihat halal baginya memotong kandidat lain dan haram baginya untuk memberikan kesempatan kandidat lain yang menurutnya berbahaya tampil menjadi rival diarena.

Mazhab politik Lampung hari ini saya lihat lebih  condong pada ajaran machiaveli. Dimana politik bukan tentang pernyataan etis tapi bagaimana merebut atau mempertahankan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara.

Tapi saya yakin dengan kesadaran politik masyarakat Lampung yang terbilang tinggi, untuk memilih mana pemimpin yang dapat melanjutkan pembangunan fisik maupun non fisik ke arah yang lebih baik.

Jika dikaji dari berbagai tokoh yang bermunculan dalam muara pilkada ini memang belum ada satu kandidat pun yang kita lihat memiliki program yang mengena ditengah masyarakat. Hanya sekedar jargon yang monoton, seperti Bakti Untuk Lampung, Tulus Melayani Rakyat dan Lampung Kece yang belum mampu menjawab persoalan ditengah masyarakat. Jargon politik itu hanya sekedar political branding kandidat. Apapun itu, indikator layaknya seorang menjadi pemimpin bukan sekedar have much money dan jargon politik saja akan tetapi bagaimana mereka dapat menyelesaikan ketimpangan, kemiskinan dan keadilan di Bumi Ruwa Jurai Ini.

Binalnya Politik Lokal Lampung 
Rosim Nyerupa 
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung
Diberdayakan oleh Blogger.