Kaum Sarungan dan Bisul

Milner (1986), dalam Malay Local History: An Introduction - Journal of Southeast Asian Studies 17 (1)-, itu pernah ngomong kalau sarung itu pakaian khas orang melayu. Orang-orang asing di pelabuhan, kalau ketemu dengan orang melayu, pasti pakai sarung. Zakaria Ali (1993), dalam Notes on the Sejarah Melayu and Royal Malay Art, bahkan menyebutkan kalau sarung itu menjadi bagian prosesi-prosesi upacara kerajaan melayu. Sampeyan bahkan tidak dapat masuk istana kalau tidak memakai sarung.

Kaum Sarungan dan Bisul
Muslimin

Di Indonesia, sarung itu justru membentuk formasi sosial masyarakat. Kuntowijoyo (1987), dalam Religion, State and Social Formation in Indonesia, menyebutkan kalau sarung diindentikan sebagai indentitas budaya santri, disebut sebagai kaum sarungan. Istilah kaum sarungan sendiri, asalnya merupakan frase kampanye yang sering dipergunakan oleh kelompok PNI Kiri dan PKI, untuk menyerang kaum santri di Jawa Tengah. Diolok-olok sebagai kaum sarungan. Dan ini bukan sekedar olok-olok, tapi karena kesadaran politik tokoh-tokoh PNI Kiri dan PKI yang tidak mungkin menggunakan pendekatan kelas secara murni. Lalu, pendekatan budaya dan identitaslah yang kemudian dipergunakan sebagai ganti pendekatan kelas.

Istilah kaum sarungan itu, menjadi slogan yang populer, khususnya orang-orang PNI Kiri dan PKI. D.N. Aidit, dalam penutupan Kongres CGMI, organisasi mahasiswa underbouw PKI, membuat statement yang fenomenal sampai sekarang; “Kalau Kalian tidak dapat membubarkan HMI, Pakai Sarung Saja”!. Mungkin karena nyingung-nyinggung soal sarung, sewaktu Bung Karno berkeinginan membubarkan HMI karena dicap anak Masyumi, HMI malah diselamatkan oleh tokoh kaum santri atau sarungan dari NU, K.H. Saifuddin Zuhri.

Lalu apa hubungannya jauh-jauh ngomongin sarung, kok ujungnya bisul?.  Yah hubungannya itu tidak langsung saja. Sarung itu bagian cara berpakaian segala usia, segala umur, segala strata dan segala medan. Terasa sebagai masyarakat melayu kalau memakainya.

Medan apapun, sampeyan bisa pakai sarung. Presiden Jokowi saja, sekarang ini kemana-mana juga sering pakai sarung. Acara kenegaraan atau bukan, pakai sarung. Jadi, sampeyan bisa laporkan ke Presiden kalau sampeyan ditegur atasan sewaktu kerja pakai sarung, bila perlu ke Komnas HAM.

Selain untuk dipakai dengan nyaman, sarung juga bisa jadi modus bagi sampeyan yang bisulan. Bisul ini, kalau dia orang, pintar betul. Bisul ini sebenarnya parasit yang nempel di tubuh. Tanpa suara, tanpa terlihat, dan tahu-tahu nempel. Nempelnya juga cerdik sekali,  menyusup pada bagian-bagian yang sensitif. Bisul ini mengerti betul kalau orang sarungan itu nyaman.

Orang sarungan itu, kalau dilihat dari aspek gerak, berada pada titik puncak kebebasan gerak. Bisul ini, dengan kurang ajarnya, memanfaatkan betul kekuatan orang sarungan itu. Menampar bisul, berarti sampeyan menampar orang sarungan, dan dengan kebebasan geraknya, sampeyan balik kena tampar. Orang sarungan itu sebenarnya tidak nyaman dengan nempelnya si bisul itu. Tapi, mau dipecah sendiri juga sulit, letak bisul nempel itu yang memang kebangetan pinternya.

Pemecahannya hanya memang soal waktu. Mempercepat bagaimana bisul itu matang dan pecah dengan sendirinya. Bisa dengan dioles dengan daun mantang dan tidak makan makanan berprotein. Istilahnya, kembali ke khittah sebagai manusia yang bersahabat dengan alam, tanah air dan pusaka bangsa. Istilah kekiniannya, kembali ke green atau hijau, dan tidak memakan protein-protein hewani, cukup tempe sebagai gantinya.

Bagi yang tidak bisulan, sampeyan bisa dukung dengan doa dan usaha. Berdoa yang bisulan diberi kekuatan batin untuk tidak cepat marah kalau bisulnya kesenggol. Dan juga bisa membantunya,  khususnya yang muhrim, mengolesi dengan salep atau daun mantang. Jangan sudah tidak membantu, malah sampeyan ngece-ngece orang sarungan.

Intinya, sarungan itu kepenak dan isis. Dan terakhir, sementara kalau nanti sampeyan bertemu saya, tolong jangan nyenggol-nyenggol saya dulu.

Kaum Sarungan dan Bisul
Oleh: Muslimin
Akademisi Universitas Lampung
Diberdayakan oleh Blogger.