Parallel Session ISEI, Mudrajad Kuncoro: Di Indonesia, Teori Kuznet Tidak Dapat Dibuktikan
Hal itu disampaikan oleh Prof. Mudrajad Kuncoro saat
mengisi Parallel Session I (Ketimpangan) pada Seminar Nasional dan Sidang Pleno
ISEI XIX di Ballroom Swis-Bel Hotel, Bandarlampung, (Kamis, 19/10/2017). Pada
kesempatan itu Mudrajad Kuncoro memaparkan small research dengan judul “Ketimpangan Indonesia: Tren, Penyebab dan Terobosan Kebijakan”.
Sebelumnya, Prof. Mudrajad menjelaskan mengenai uji
hipotesis Kuznet dengan menampilkan gambar Kurva Kuznet yang bersumber dari
Melikhova dan Čížek (2012); Kuznets (195) yang menunjukan ketimpangan di 145 negara di Dunia. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa ada kesesuaian
dengan teori Kuznet yang menunjukan kurva membentuk seperti huruf “U” terbalik.
Bentuk kurva tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan maka
tingkat ketimpangan akan semakin menurun.
“Ini kalau di Indonesia beda dengan hasil penelitian di
145 negara tadi. Semakin tinggi pendaptan perkapitanya justru malah tambah
tinggi tingkat ketimpangannya. Saya cek kapan tingkat ketimpangan itu turun,
ternyata tahun 1997-1998 pas krisis. Artinya waktu terjadi krisis orang-orang
kaya di Indonesia jadi sama-sama miskin dengan orang-orang miskin. Jadi kalau di
Indonesia itu teori trickle down effect
itu tidak ada, adanya trickle up effect.
Bukannya menetes kebawah itu pendapatannya malah muncrat keatas,” kata Mudrajad
yang kontan mengundang gelak tawa peserta seminar.
Menurutnya, penyebab dari ketimpangan di Indonesia antara
lain disebabkan oleh adanya interaksi
antara kebijakan desentralisasi fiskal, moneter, urbanisasi, industrialisasi,
keterbukaan ekonomi, pemekaran wilayah, dan perubahan kelembagaan.
Sementara itu, dari hasil analisis regresi data panel.
Fakta-fakta yang di temukan pun sangat mengejutkan. Pertama, Semakin besar DBH maka makin kecil ketimpangan antar
provinsi. Kedua, Semakin besar DAU
maka makin kecil ketimpangan antar provinsi. Ketiga, Makin tinggi DAK akan makin meningkatkan ketimpangan antar
provinsi. Keempat, semakin besar IKF
maka makin kecil ketimpangan antar provinsi. Sedangkan dari variable moneter
menunjukkan bahwa semakin tinggi BI rate
maka makin kecil ketimpangan antar provinsi dan semakin tinggi Inflasi maka
makin kecil ketimpangan antar provinsi. Namun tidak signifikan secara
statitstik. Dari sekian hasil temuan, Mudrajad banyak menyoroti masalah
inflasi.
“Ini inflasi agak unik ini, semakin tinggi menyebabkan
ketimpangan semakin menurun. Mungkin ini lebih disebabkan oleh inflasi hanya
dihitung di wilayah perkotaan saja, sedangkan di wilayah perdesaan ini kurang
diperhatikan. Padahal harga beras di kota dengan di desa kan beda”, jelas
Mudrajad.
Mudrajad menyimpulkan hasil penelitiaanya denggan tiga
dimensi, yaitu dimensi spasial, politik kebijakan, dan inclusive development. Dalam dimensi spasial, aspek yang perlu jadi
perhatian adalah populasi, keterbukaan ekonomi, industrialisasi, institusional
dan urbanisasi. Untuk dimensi politik dan kebijakan yang harus menjadi
perhatian adalah koherensi sektoral dan regional. Sedangkan pada dimensi
Inclusive development adalah pembangunan untuk semua dan program anti
kemiskinan. Ketiga dimensi tersebut harus jadi perhatian untuk merumuskan
sebuah trobosan kebijakan untuk meretas tingkat kesenjangan.
Dilaporkan
Oleh: Guntur Siswanto
Editor:
Guntur Subing