Pemuda dan Dunia Digital

Para kaum milenial, katakanlah demikian. Dilahirkan dari konsep pemasaran, di klasifikasi dan digiring dalam perangkap Segmentation, Targeting, and Positioning. Konsep yang didedah untuk membedakan cara dan pendekatan bagi praktisi pemasaran untuk memasarkan produknya.

Pemuda dan Dunia Digital
Guntur Subing

Jika ditelusur lebih dalam, alangkah naif, kerennya bahasa itu ternyata untuk dijadikan senjata, demi memanjakan para kaum milenial untuk menjadi konsumen mereka.

Tapi siapa peduli dengan itu? Generasi X, Generasi Y dan generasi-generasi lainnya punya tipikal yang beda. Oleh sebab itu, cara untuk menggiring mereka dalam skema pemasaran juga berbeda.

Dunia saat ini sedang booming dengan kata-kata “digital”. Dengan bahasa pemuda zaman now (biar kekinian) adalah bagian dari para kaum milenial. Pastinya, sudah keranjingan dengan yang namanya digital.

Di era kaum milenial, semua serba digital. Mau makan, minum, antar barang, ini dan itu selesai dengan digital.

Tapi, siapa sebetulnya dibalik yang serba digital itu? Tentu, mereka yang menguasai alat-alat produksi dan mampu berinovasi di dalam teknologi informasi.

Jika tidak mampu menghadapi gempuran inovasi teknologi yang begitu cepat, maka siap-siaplah untuk kolaps. Kan, sudah sering dibilang “tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri”.

Lihat saja, distribusi barang begitu cepat, hanya dengan bermodalkan alat digital. Produksi-produksi selesai dengan mesin atau robot yang dikendalikan oleh alat-alat digital. Mirisnya, hanya segelintir manusia yang menjadi operator dari jutaan produksi dan distribusi itu.

Lalu, dunia didengungkan dengan transformasi kedalam ekonomi digital. Ramai-ramai ekonom bilang: disrupsi penyebab dari lesunya daya beli. Disrupsi, sudah tidak bisa dihindari lagi. Disrupsi penyebab hilangnya beragam profesi.

Pemuda zaman now, hidup dalam kungkungan dunia digital. Tapi, yang jadi persoalan adalah pemuda Indonesia saat ini apakah bagian dari yang dimanjakan oleh nikmatnya berdigital, atau bagian dari kreatifitas dan inovasi itu sendiri?

Lihatlah, koordinasi tak perlu urun rembuk yang menghabiskan waktu, karena lebih banyak bergosip dibanding mencari solusi. Tak perlu lagi berkirim surat yang dilampirkan dengan tebal. Hanya cukup membuat group WA, Telegram, BBM, dan Line serta email. Sekali sentak pesan itu sudah sampai.

Jika nenek-nenek zaman dulu, mengunyah sirih sambil menganyam tikar, bakul dan lainnya dari bambu dan rotan, maka nenek-nenek zaman sekarang mengunyah produk instan sambil fesbukan dan youtuban”. Begitu kata para ahli digital bilang.

Jika pemuda zaman dulu berjuang dengan senjata, melakukan agitasi dan propaganda dengan selebaran-selebaran dan gerilya. Pemuda zaman now, cukup dengan medsos-medsosan. Panas-panaslah, mendidih-mendidihlah itu hati dan pikiran.

Disatu sisi, ada yang bilang, jangan baper, jangan sumbu pendek, kamu bagian dari kaum ini dan itu.

Bagi saya, pemuda Indonesia harus menjadi garda terdepan dari inovasi dan produksi di era digital saat ini. Sudah banyak lompatan yang sudah dilewati, dan saat ini sudah bukan zamannya lagi kita menjadi budak dari inovasi dan produksi bangsa lain.

Mari Bangkit, Salam Kreatifitas dan Mari Berinovasi..!!!
Diberdayakan oleh Blogger.