SMI: Indonesia Semakin Bergantung Korporasi dan Lembaga Hutang
Dirinya menilai kebijakan rezim pemerintahan Joko Widodo
– Jusuf Kalla semakin memperparah keadaan bangsa Indonesia dengan banyak
menciptakan kemelaratan struktural masyarakatnya. Didasari kondisi ini, Serikat
Mahasiswa Indonesia(SMI) secara nasional menggelar aksi di Kemenristek, Jakarta,
Senin (23/10) dengan menyerukan agar masyarakat dapat berjuang melawan para
kapitalis pendidikan dan pembungkaman demokrasi.
Ambisi pembangunan infrastruktur Jokowi-JK, telah
menciptakan kemelaratan yang jangka
panjang bagi rakyat. Karena yang menopang pembangunan infrastruktur
besar-besaran adalah dari hutang, bukan kekuatan fundamental ekonomi rakyat. Indonesia
mencapai rekor fantastis dari sisi penambahan hutang Negara di era pemerintahan
Jokowi-Jusuf Kalla, yakni Rp3.825,79 Triliun. Sementara cicilan hutang jatuh
tempo di tahun 2018-2019 sebesar 810 Triliun.
“Hampir setara separoh total APBN. Tak heran, Menkeu
Sri Mulyani begitu kelabakan segera melakukan penghematan besar-besaran dengan
mencabut subsidi serta menaikkan pajak untuk menambal krisis APBN,” ujarnya.
“Sektor pendidikan menjadi salah satu sektor yang
mendapatkan dampak cukup besar dari program kebijakan liberalisasi. Kemiskinan
struktural telah membuat sebanyak 4,1 juta anak usia sekolah di Indonesia tidak
sanggup mengenyam bangku sekolah,” tegasnya.
“Ditambah lagi terdapat sekitar 997.445 siswa yang
tidak mampu melanjutkan pendidikan hingga tingkat sekolah menengah. Belum
terhitung ratusan ribu kaum muda yang tidak bisa mengenyam pendidikan tinggi
dan angka putus kuliah,” jelasnya.
Peran institusi pendidikan sebagai aparatur ideologis negara
beralih fungsi menanamkan budaya pragmatis dan anti kritik yang menyebabkan
Negara Indonesia krisis demokrasi.
Dunia pendidikan juga menampilkan bentuknya sebagai
institusi pelanggar nilai-nilai demokrasi. Kasus-kasus pelanggaran demokrasi
semakin marak seperti Drop Out massal dan skorsing sepihak.
“Pemberedelan organisasi mahasiswa, serta kasus
kekerasan fisik dan kriminalisasi mahasiswa-pemuda-pelajar seperti yang terjadi
di Universitas Proklamasi 45 Yogya, Universitas Pekalongan dan daerah lainnya,”
ucapnya.
Selain itu, ia menyayangkan bahwa upaya pemberantasan
radikalisme di dunia pendidikan justru di implementasikan secara serampangan
dengan memberlakukan sejumlah
aturan-aturan yang tidak masuk akal, seperti pemberlakuan jam malam kampus, pelarangan
mimbar-mimbar akademik hingga MoU pihak kampus dengan aparat militer untuk
menindak secara hukum mahasiswa yang melakukan aksi protes terhadap kebijakan
kampus.
“Inilah fase krisis demokrasi akut. Institusi
pendidikan kita sedang melakukan upaya depolitisasi kampus dan pemberangusan
gerakan sosial kaum muda,” keluhnya.
“Situasi ini semakin membuka mata kita, bahwa kekerasan
Negara terhadap rakyat tidak hanya berbentuk larangan dan pengekangan kebebasan
berorganisasi dan kekerasan fisik. Tapi kekerasan dalam bentuk belenggu
kebebasan berpikir dan berekspresi,” jelasnya.
Oleh karena itu, Serikat Mahasiswa Indonesia secara
nasional melakukan aksi massa di depan Gedung Kemenristek-Dikti, Kopertis,
Dinas Pendidikan dan institusi yang bertanggung jawab dalam penyelesaian
persoalan ekonomi-politik dan pendidikan di Indonesia.
Karena. Sebagai generasi mayoritas sekaligus tumpuan
tenaga produktif, tentu akan mengalami pukulan sosial-ekonomi yang cukup
serius. Misalnya saja, sistem kontrak outsorching dan jaminan pekerjaan layak
yang dicederai oleh liberalisasi pasar tenaga kerja menjadi faktor utama
pemerasan tenaga produktif kaum muda semakin tidak dihargai nilai kerjanya
akibat politik upah murah.
“Beban kaum muda dan keluarga buruh-tani di Indonesia
semakin berat, seiring dengan pencabutan subsidi dan komersialisasi di sektor publik
(pendidikan , kesehatan, transportasi, dan lainnya,” ucapnya.
“Krisis sosial ekonomi ini, sudah semestinya menjadi
pekerjaan bagi gerakan rakyat dan kaum muda untuk terlibat ke dalam perjuangan
rakyat, jika kita tidak menginginkan barisan perbudakan dan penjajahan semakin
kronis di negeri ini,” pungkasnya.