Lawan Tindak Kebiadaban Perampasan Tanah Ulayat oleh SGC

Press Release 
GAPENSA
(Garda Pembangunan Tunas Bangsa)

Hidup Masyarakat Adat, Hentikan Pencaplokan Tanah Adat!!!

Perampasan Tanah Ulayat merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime), terhadap kemanusiaan dan hak penghidupan rakyat. Tanah ulayat yang selama ini dilindungi oleh UUPA (Undang – Undang Pokok Agraria) 1960 pasal 3 yang menyatakan bahwa kewenangan hak pengelolan tanah ulayat diberikan sepenuhnya pada Masyarakat Adat. Tetapi kenyataannya justru diangap Tanah Ulayat tersebut merupakan tanah tanpa hak yang dapat direbut dan diclaim oleh siapapun, hal ini terjadi pada kasus kebiadaban perampasan tanah ulayat yang dilakukan oleh SGC (Sugar Group Companies).


Lawan Tindak Kebiadaban Perampasan Tanah Ulayat oleh SGC

Bayangkan, tanah yang semula dikelola oleh masyarakat adat, dengan alasan darurat daerah, sesuai UU nomor 74 tahun 1957 justru diambil alih secara paksa oleh Militer dan di-HGU-kan kepada Sweet Indo Lampung (SIL) tahun 1991 dan diteruskan menjadi HGU milik SGC di tahun 2000 .

Ironisnya, hal ini terjadi meskipun telah diterbitkannya keputusan MA tahun 1976 yang menyatakan bahwa penguasaan hak atas tanah akibat penguasaan perang (darurat negara) setelah berakhir keadaan bahaya ditahun 1960, hak atas tanah tersebut mutlak dikembalikan kepada pemilik.

Baca Juga: Pattimura: HGU SGC Seperti Kucing Dalam Karung 

Begitupun putusan MK nomor 35 tahun 2012 yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati Kesatuan Masyarakat Hukum Adat serta hak–hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan tidak bertentangan dengan dasar negara. Dalam hal ini tentu termasuk hak atas kepemilikan dan pengelolaa tanah adat ulayat masyarakat.

Fakta inipun yang didapatkan oleh GAPENSA (Garda Pembangunan Tunas Bangsa). Dalam advokasi 1 tahun terakhir, kami mendapati terdapat 2.650 ha tanah di desa Gunung Sakti, Menggala dirampas oleh SGC, dengan status kepemilikan atas 7 masayarakat adat sebagai penyusuk atau pemilik umbul.

Oleh sebab itu, lantas logika sederhana yang muncul adalah bagaimana kemunculan HGU kepada SIL atau SGC padahal status darurat negara sudah dicabut dan hak adat sudah dijamin oleh negara melalui keputusan MK (Mahkamah Konsitusi) tahun 2012?

Dititik ini disinyalir adanya perselingkuhan elit politik, negara dan perusahaan dalam memuluskan tindak kebiadaban perampasan hak ulayat terhadap masyarakat adat.

Atas dasar keterhimpitan dan tindak kebiadaan perampasan hak masyarakat adat yang tak kunjung adanya niat baik perusahaan ataupun pihak terkait yang terlibat untuk menyelesaikannya, akhirnya upaya perlawanan ini menemui titik puncak dengan adanya front perjuangan rakyat atas perampasan hak ulayat tanah adat yang diinisiasi oleh FLM (Front Lampung Menggugat) dimana GAPENSA tergabung didalamnya.

Namun, kenyataan advokasi dilapangan kerap menghadapi hadangan terjal aksi FLM (8/11) dan diskusi FLM (18/11) disinyalir sudah mulai digembosi oleh pihak SGC atau pihak yang bertentangan dengan masyarakat adat dibuktikan dengan minimnya publikasi serta muncul isu adanya pengembosan gerakan sebagai upaya meredam isu dalam rangka melanggengkan tindak kejahahatan dan kebiadaban perampasan hak tanah ulayat oleh perusahaan.

Baca Juga: Mance Siap Mati Perjuangkan Hak Ulayat Adat yang Dicaplok SGC 

Sehingga berdasarkan pembacaan masalah serta memahami dinamika perlawanan rakyat adat atas permapasan tanah ulayat yang dilakukan oleh SGC dan antek–anteknya, maka, GAPENSA (Garda Pembangunan Tunas Bangsa) menyatakan sikap:

  1. Mendukung sepenuhnya terhadap sikap politik pemerintah dalam hal ini Wakil Ketua DPRD Lampung Pattimura, serta semua elit politik yang sepenuhnya berada digaris rakyat adat untuk memperjuangkan pengembalian hak katas tanah adat yang telah dirampas oleh perusahaan SGC. 
  2. Menyatakan tidak sedikitpun GAPENSA sebagai perwakilan Masyarakat Adat Gunung Sakti, Menggala, Tulang Bawang, untuk selangkahpun mundur dari proses advokasi dan upaya apapun dalam hal perjuangan pengambalian hak tanah ulayat yang dirampas perusahaan SGC. 
  3. Perlu adanya inventarisasi kepemilikan masyarakat real dilapangan untuk mendata kepemilikan adat dan luasan tanah yang nyata dirampas oleh perusahaan. Serta perlu adanya taksiran kerugian ekonomi baik sosial ataupun material akibat dampak perampasan yang wajib diganti rugikan setelah pengembalian tanah adat dilakukan oleh perusahaan SGC. 
  4. Menghimbau semua gerakan rakyat dan masayarakat untuk bersatu dan melakukan tindakan advokasi apapun demi adanya pengembalian hak tanah ulayat kepada masyarakat adat. Dalam hal ini, masyarakat adat akan menghimpun kekuatan dan bergerak bersama.

Besar harapan perlawanan rakyat adat atas kebiadaban perampasan tanah adat segera dihentikan dan mutlak adanya pengembalian tanah adat serta ganti rugi bagi pemilik tanah ulayat sebagai pemilik sah nenek moyang dan kesejahtraan anak cucu.

Hidup Masyarakat Adat, Hentikan Pencaplokan Tanah Adat!!!

Bandar Lampung, 30-11-2017
GAPENSA Provinsi Lampung

Ferly Fernando
(Sekertaris Umum)

Wendy Aprianto 
(Ketua Umum) 

CP: 082138316278/082282980898        
Diberdayakan oleh Blogger.