Bantuan Sosial Non Tunai Sebagai Upaya Perluasan Akses Keuangan

JAKARTA, katalampung.com – Akselerasi perluasan akses keuangan melalui bantuan sosial secara non tunai dianggap sebagai langkah yang berdampak besar, mengingat jumlah penerima bantuan sosial dan subsidi sangatlah besar, yaitu hampir mencapai angkat 30 juta keluarga di seluruh Indonesia.


Bantuan Sosial Non Tunai Sebagai Upaya Perluasan Akses Keuangan


“Selain itu, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada Triwulan III 2017 lalu mencatat angka 5,06%, peran bantuan sosial sangat penting, khususnya dalam rangka mendorong tingkat konsumsi masyarakat Indonesia yang berada di kelas bawah atau bottom of the pyramid,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dr. Sugeng.

Baca Juga: Ini Dampak Dari Rendahnya Tingkat Inklusi Keuangan

Menurutnya, transformasi penyaluran bantuan sosial menjadi non tunai harus dilakukan untuk mewujudkan penyaluran bantuan sosial menjadi lebih efisien dan efektif. “Serta mendukung pencapaian prinsip 6T, yaitu Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat Waktu, Tepat Kualitas, Tepat Harga, dan Tepat Administrasi,” tutur Sugeng.

Penyaluran bantuan sosial secara non tunai telah dimulai sejak satu tahun yang lalu. Diawali dari penyaluran Program Keluarga Harapn (PKH) secara non tunai pada tahun 2016 kepada 1,2 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan selanjutnya pada tahun 2017 diperluas targetnya kepada 6 juta KPM serta Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) kepada 1,2 juta KPM. Ke depan program bansos non tunai akan semakin diperluas secara bertahap hingga mencapai 10 juta penerima, masing-masing untuk PKH dan BPNT.

“Sebagai payung hukum penyaluran bantuan sosial secara non tunai, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan pada tahun 2017 telah menerbitkan Perpres No. 63 tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan secara Non Tunai,” tutur Sugeng.

Penerbitan Perpres tersebut dimaksudkan untuk memberikan pedoman yang jelas dan menjaga standarisasi mekanisme penyaluran secara non tunai berbagai program bansos.

Sehingga, dalam perkembangan kedepan terdapat berbagai bantuan sosial yang akan disalurkan secara non tunai, maka standarisasi mekanisme dapat mengacu pada perpres dimaksud dan melihat implementasi bansos non tunai yang sudah lebih dahulu diimplementasikan.

Menurut Sugeng, dalam mengimplementasikan Strategi Nasional Keuangan Inklusi, termasuk penyaluran bantuan sosial secara non tunai sebagai salah satu inisiatif utama, Bank Indonesia telah berkomitmen penuh dalam mendukung kelancaran dan kesuksesan program dimaksud.

“Dukungan Bank Indonesia diwujudkan dalam Blueprint Sistem Pembayaran yang terdiri dari tiga pilar utama, yaitu, perluasan penggunaan instrument non tunai (elektronifikasi), infrastruktur pembayaran yang andal dan aman dan pengawasan serta oversight yang kuat dan tajam serta menyeluruh (rigorous),” tambahnya.

Seluruh program dan inisiatif terkait keuangan inklusif termasuk bantuan sosial non tunai diimplementasikan di bawah pilar pertama, yaitu elektronifikasi.

“Dalam pelaksanaan inisiatif pilar pertama tersebut, dukungan infrastruktur yang antara lain berupa implementasi Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) pada pilar kedua akan berkontribusi penuh bagi interoperabilitas dan interkoneksi penyaluran bantuan sosial non tunai guna memastikan efisiensi dan efektivitas penyaluran,” jelas Sugeng.

Dalam pelaksanannya, kata Sugeng, tidak terdapat hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan dan kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran, pengawasan yang kuat dan menyeluruh. Sebagaimana pilar ketiga Blueprint Sistem Pembayaran, akan dilakukan Bank Indonesia pada seluruh tahapan dan fase penyaluran bantuan sosial non tunai.

Menurutnya, Bank Indonesia juga berkomitmen penuh untuk melakukan proses monitoring dan pemantauan penyaluran bantuan sosial non tunai, melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia di berbagai provinsi, kabupaten, dan kota.

Editor: Guntur Subing
Diberdayakan oleh Blogger.