5 Perbedaan Zakat dan Infak dalam Alquran (Bagian Kelima dari 5 Tulisan)

Tulisan ini adalah kelanjutan dari 5 Perbedaan Zakat dan Infak dalam Alquran (Bagian 1), 5 Perbedaan Zakat dan Infak dalam Alquran (Bagian 2), 5 Perbedaan Zakat dan Infakdalam Alquran (Bagian 3) dan 5 Perbedaan Zakat dan Infak dalam Alquran (Bagian 4):


5 Perbedaan Zakat dan Infak dalam Alquran (Bagian Kelima dari 5 Tulisan)
Muhammad Farid


5. Waktu mengeluarkan.

Infak:

QS 6:141. “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.

Sebelumnya kita sudah mengetahui dan memahami bahwa mengeluarkan hak orang lain dari penghasilan kita adalah bagian dari infak. Ayat di atas menyebutkan mengeluarkan hak orang lain harus dilakukan ketika memetik hasilnya yaitu ketika panen atau gajian. Mekanismenya kita hitung dahulu kebutuhan kita pribadi, kebutuhan anak istri, orang tua atau saudara terdekat yang fakir dan miskin kemudian kalau masih ada sisanya diberikan untuk memenuhi kebutuhan fakir miskin yang lebih jauh.

Kita tentu tidak senang jika gaji kita dibayarkan terlambat. Begitu juga Allah tidak senang jika amanahnya ditahan  selama berhari-hari. Allah ingin amanahnya ditunaikan hari itu juga setelah kita mendapatkan gaji atau penghasilan. Karena di hari itu banyak fakir miskin yang belum terpenuhi kebutuhannya.

Zakat :

QS 9:103. “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan shadaqoh (zakat) itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

ayat di atas diawali dengan kalimat ”ambillah”, sedangkan di ayat lain disebutkan zakat ada pengurusnya (amil). Sehingga yang berhak mengambil zakat adalah amil zakat karena mereka yang mengetahui berapa kadar zakat yang harus kita keluarkan. Mereka seperti petugas pajak yang mempunyai wewenang menghitung dan mengambil pajak yang harus kita bayarkan.

Jaman nabi dahulu, amil memungut pajak dari rumah ke rumah. Zakat dibayar ketika ada amil yang datang mengambilnya. Dalam kondisi tidak ada amil yang amanah atau representatif, zakat bisa kita bayarkan langsung kepada penerimanya. Zakat dibayar setiap satu tahun sekali dan jika telah mencapai nishab. Tapi jika dirasa berat maka boleh dicicil sebulan sekali.

Nishab adalah batasan kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Apakah termasuk orang kaya yang wajib zakat (muzakki) atau orang miskin yang menerima zakat. Itulah ukuran kesejahteraan seseorang.

Perbedaan waktu mengeluarkan zakat dan infak:

Zakat : Ketika Amil datang (QS.9:103). Kalau menurut ketentuan Nabi, setahun sekali (khaul). Tapi kalau dirasa berat boleh dicicil per bulan.

Infak : Ketika memetik hasil/gajian (QS.6:141)


Doa amil zakat

Infak tidak ada aturan khusus sehingga bisa langsung diberikan kepada yang berhak menerimanya. Dan tidak ada aturan khusus proses penyerahannya. Sedangkan proses penyerahan zakat diatur secara khusus dalam Alquran.

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan  mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”(QS.9: 103)

Amil sebagai pengurus yang diberi kewenangan untuk menghitung dan mengambil zakat juga ditugaskan untuk mendoakan pemberi zakat. agar zakat yang dibayarkan bisa membersihkan mereka dari dampak buruk seperti pernyakit dll dan menyucikan mereka dari dosa. Di ayat tersebut disebutkan ”washalli alaihim” artinya ”mendoalah untuk mereka”. sehingga doa amil seharusnya sebagai berikut ”Allahumma shalli ala fulan wa ala ali fulan (nama pembayar zakat)” yang artinya ”Ya Allah berikankah rahmat kepada fulan dan keluarganya”

Setelah saya cek di hadis, ternyata kesimpulan saya tentang doa amil zakat ini sesuai dengan hadis sebagai berikut :

Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bila suatu kaum datang kepadanya dengan membawa shadaqah mereka, Beliau mendo'akannya: "Allahumma shalli 'alaa aali fulan" (Ya Allah berilah rahmat kepada keluarga fulan"). Maka bapakku mendatangi Beliau dengan membawa zakatnya., maka Beliau mendo'akanya: "Allahumma shalli 'alaa aalii abu awfaa". (Ya Allah, berilah rahmat kepada keluarga Abu Awfaa").(HR.BUKHARI no.1402. Abu Daud, Nasai dan Ahmad)

Yakin dengan janji ALLAH

Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.“(QS.Al A’raf, 7:96)


Jangan sampai menyesal

Dan nafkahkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shaleh?“(QS.63:10)

Mengapa ketika kita mau meninggal inginnya bersedekah bukan shalat ? Karena ketika mau meninggal kita tersadar masih meninggalkan deposito atau simpanan yang belum diberikan kepada yang berhak yaitu fakir miskin anak yatim dll. Kita  tersadar kalau simpanan itu yang akan digunakan untuk menyiksa kita kelak. Karena itu kita minta waktu sejenak untuk menyedekahkan harta simpanannya untuk orang-orang yang berhak menerimanya. Tapi waktunya sudah habis. Yang tersisa adalah penyesalan.

Semoga Bermanfaat.

Muhammad Farid
083813503010 (WA)

Tambahan :

Jika kadar infak yang lebih dari kebutuhan itu bisa dilaksanakan oleh umat Islam, saya yakin dana yang dikelola oleh lembaga amil zakat dan infak melebihi uang yang dikelola oleh perbankan. Karena Umat islam dilarang menabung jika tidak punya kebutuhan yang jelas. Karena kelebihan itu bukan milik kita tapi milik anak yatim, fakir miskin yang harus diberikan bukan ditabung atau disimpan di bank.

Kita butuh data anak yatim dan fakir miskin agar kelebihan dana yang berlimpah itu bisa disalurkan kepada mereka. Atas dasar itu saya menggagas program Indonesia Bersaudara. Program ini menghubungkan si kaya dengan si miskin. Agar si kaya bisa menyalurkan kelebihannya kepada si Miskin melalui Lembaga Amil Zakat dan Infak.

Contoh yang saya lakukan dalam praktek kecil adalah mendata fakir miskin kemudian menyantuninya setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bentuknya bisa berupa tunai dan atau kebutuhan pokok seperti beras, telur, minyak sayur dll. Mengapa bentuknya bantuan langsung tunai ? Karena kita tidak dituntut atau diwajibkan untuk memberikan kekayaan bagi mereka. Kewajiban kita adalah memberikan hak mereka yang Allah titipkan dalam harta kita.

Jika kebutuhan hidupnya sudah tercukupi, baru kita berpikir meningkatkan taraf hidup mereka melalui program-program pemberdayaan seperti keterampilan usaha dll.

Ada yang pesimis, zakat 2,5% saja banyak umat islam yang enggan melakukannya apalagi zakat 5 sampai 20%, atau bahkan menginfakkan kelebihan hartanya. Alquran memberikan solusi agar umat Islam mau melaksanakan itu semua. Dengan sukarela maupun terpaksa. Tapi saya tidak bisa sampaikan itu sebelum kajian ini dipahami dan diyakini. Jika kajian ini bisa dipahami dan diyakini kebenarannya baru saya akan sampaikan kelanjutannya berupa solusi agar umat mau menunaikan zakat dan infak sesuai Alquran.
Diberdayakan oleh Blogger.