BI Rate Turun (Lagi), Bisakah Pak Agus? (Bagian 2 dari 2 Tulisan, Habis)

Tulisan ini kelanjutan dari seri sebelumnya: BI Rate Turun (Lagi), Bisakah Pak Agus? Bagian I. Dengan kecenderungan The Fed yang terus menaikan suku bunga acuannya mulai Desember 2015, apakah hal ini diikuti oleh Bank Indonesia?. Gambar dibawah ini mungkin bisa memberikan gambaran.

BI Rate Turun (Lagi), Bisakah Pak Agus? (Bagian 2 dari 2 Tulisan, Habis)
Sumber: Bank Indonesia dan Federal Reserve, 2017

Anda benar. Gambar diatas memberikan gambaran, bahwa sejak Januari 2016, secara bertahap, Bank Indonesia sudah menurunkan tingkat suku bunga acuannya, bahkan pada saat posisi The Fed menaikan tingkat suku bunga acuannya.

Mengapa Bank Indonesia tidak mengikuti kecenderungan umum untuk secara linier menaikan tingkat suku bunga acuannya mengikuti kenaikan suku bunga the Fed?. Inilah mungkin yang menjadi keengganan Pak Agus menjawab langsung pernyataan presiden terkait harapannya untuk terjadinya penurunan tingkat suku bunga pinjaman. Pak Agus, sebagai komandan Bank Indonesia, sejak awal 2016 sudah melakukan hal itu.

Seandainya, jika hanya melihat faktor inflasi, turunnya inflasi di Indonesia masih membutuhkan upaya yang lebih lagi, mengingat tingkat inflasi Indonesia, jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, masih cukup tinggi. Jika dirata-rata, selama lima tahun terakhir, tingkat inflasi Indonesia masih diatas negara-negara Asean. Inflasi Indonesia, selama periode 2011-2015, mencapai sekitar 5,76%, hanya kalah dengan Vietnam yang mencapai 7,87%.
 
BI Rate Turun (Lagi), Bisakah Pak Agus? (Bagian 2 dari 2 Tulisan, Habis)
Sumber: IMF, 2017

Dalam kondisi tingkat inflasi yang tinggi, menyebabkan perbankan akan menaikan lending rate-nya. Hal itu adalah lumrah untuk menyesuaikan dengan nilai riilnya, namun, tingginya lending rate yang hampir dua kali atau tiga empat kali dibandingkan dengan negara tetangga, bisa jadi ada something wrong pada industri perbankan. Inflasi Indonesia bukanlah yang tertinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, namun tingkat lending rate-nya  justru merupakan tertinggi di Asean.

Rabaan kita, mungkin data-data terkait dengan industri perbankan inilah yang kemungkinan akan dilihat Pak Agus.
 
BI Rate Turun (Lagi), Bisakah Pak Agus? (Bagian 2 dari 2 Tulisan, Habis)
Sumber: IMF, 2017

Data industri perbankan mungkin dapat membuat gregetan. Dengan tingkat inflasi yang tinggi, Bank – Bank di Indonesia masih menikmati keuntungan yang luar biasa. Return on Equity industri perbankan Indonesia, secara rata-rata, malah mencapai tingkat imbal hasil tertinggi dibandingkan dengan industri perbankan negara tetangga lainnya. Negara dengan katagori lower middle income, industri perbankannya justru memiliki tingkat pendapatan diatas negara-negara high income atau pun upper middle income. Kondisi ini tentu harus dicermati oleh kepala negara, sehingga bangsa yang masih lower ini, memiliki industri perbankan yang bisa lebih mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Tidak nanti justru menjadi adagium, semakin miskin suatu negara, semakin tinggi imbal hasil industri perbankannya. Hal ini dapat dilakukan dengan regulasi, agar industri perbankan memiliki sensitivitas sosial, agar tidak mengambil spread terlalu tinggi, yang menyebabkan para entrepreneur ngos-ngosan dalam menutupi cost of fund-nya.
 
BI Rate Turun (Lagi), Bisakah Pak Agus? (Bagian 2 dari 2 Tulisan, Habis)
Sumber: IMF, 2017

Dengan demikian, Presiden Joko Widodo, selain berharap pada Bank Indonesia untuk mengupayakan turunnya suku bunga acuan, Presiden juga dapat berharap pada Otoritas Jasa Keuangan, sebagai institusi yang membawahi industri perbankan, untuk mendorong industri perbankan ini lebih ekspansif dalam memberikan kredit kepada masyarakat. Hal ini dilakukan melalui berbagai instrumen yang dapat sedikit memaksa industri perbankan memberikan tingkat suku bunga pinjaman yang ramah.

Jika melihat perubahan suku bunga deposito dan suku bunga pinjaman selama periode Januari 2014 hingga April 2017, perubahan suku bunga deposito cendeung memiliki fluktuasi perkembangan yang tajam dibandingkan dengan suku bunga pinjaman. Gambaran ini setidaknya memberikan sinyal, perubahan spread menjadi tidak proporsional antara suku bunga deposito dengan suku bunga pinjaman yang ditetapkan oleh Industri perbankan. 

BI Rate Turun (Lagi), Bisakah Pak Agus? (Bagian 2 dari 2 Tulisan, Habis)


Terakhir, seumpama saya adalah Pak Agus, dan ditanya tentang naik turunya BI Rate,  saya akan langsung bawa data dan to the point ngomong: “I’ve already done Pak Presiden”, sambil melirik OJK. Yah namanya juga seumpama, jadi biar kelihatan gagah dikit.

BI Rate Turun (Lagi), Bisakah Pak Agus?
Oleh Muslimin
Akademisi FEB Universitas Lampung
Diberdayakan oleh Blogger.