Dinner Talk ISEI: Kebijakan Bank Indonesia Dalam Mengatasi Kesenjangan
Hadir dalam acara tersebut Mirza Adityaswara (Deputi
Senior BI), Arif Hartawan (Kepala BI
Kantor Perwakilan Lampung), Muliaman D Hadad (Ketua ISEI Pusat), Ayi Ahadiat
(Ketua ISEI Cabang Lampung), anggota dan pengurus ISEI serta para akademisi.
Dalam pemaparannya, Mirza Adityaswara mengatakan,
sebenarnya ranah Bank Indonesia adalah menjaga stabilitas nilai rupiah dengan
instrument kebijakan moneter. Dia juga berkeyakinan bahwa kebijakan moneter
memiliki dampak langsung maupun tidak langsung dalam meretas kesenjangan.
”Sejak tahun 1990, PDB Indonesia terus meningkat akibat
globalisasi. Seiring golobalisasi tersebut juga tingkat kemiskinan terus
menurun. Pada tahun 2016 tingkat
kemiskinan Indonesia telah mencapai 10.64%, dan sejak tahun 2004 Indonesia
telah keluar dari kategori low income
menjadi middle income,” ujar Mirza.
Isu tentang kesenjangan memang masih menjadi isu
global. Sehingga ini perlu menjadi perhatian kita semua. Kita perlu menyadari
bahwa mewujudkan masyarakat dengan pendapatan yang layak. Faktanya, kesenjangan
masih kita temukan antara Desa dan Kota. Mirza meyakini bahwa aglomerasi
ekonomi perkotaan akan menjadi sumber utama pertumbuhan.
“Aglomerasi ekonomi perkotaan akan menjadi sumber utama
pertumbuhan dan pembukaan lapangan kerja. Sehingga dengan simpul-simpul
aglomerasi ini perlu dilakukan reformasi struktural dari sisi penawaran yaitu
pendidikan, infrastruktur, kesehatan dan sektor lainnya,” tegas Deputi Senior
BI ini
Menurut Mirza, peran BI dalam meretas kesenjangan, secara
spesifik kebijakan moneter memiliki peranan langsung dan tidak langsung dalam
menurunkan tingkat kesenjangan. Untuk itu, BI akan terus menjaga stabilitas
nilai rupiah dengan 4 kebijakan. Pertama,
menerapkan BI 7-Days Repo Rate. Kedua, normalisasi koridor suku bunga
PUAB O/N. Ketiga, Banchmark Yield Curve, dan Keempat adalah Giro Wajib Minimum (GWM Averaging).
Selain itu, BI juga telah membentuk Tim Pengendali
Inflasi (TPI) di tingkat pusat dan daerah serta klaster ketahanan pangan. Saat
ini BI telah membentuk 524 TPID yang tersebar di 34 Provinsi dan 491
Kabupaten/Kota. Sedangkan jumlah klaster yang telah berhasil dibentuk sebanyak
181 kalaster pada komoditas ketahanan pangan. Pembentukan klaster ini bertujuan
untuk meningkatkan produktivitas ekonomi.
BI disisi makro prudensial juga telah melakukan
Elektronifikasi dan Good Governance
serta memberikan layanan kas sampai pulau terluar untuk mewujudkan pemerataan
distribusi uang di Indonesia. Di penghujung pemaparannya, Mirza mengajak semua Stakeholder untuk tidak mengabaikan
masalah ketimpangan. “Pemerataan pembangunan perlu menjadi perhatian kita
semua. BI akan terus berusaha untuk membantu mengurangi ketimpangan melalui
bauran kebijakan moneter,” tutup Mirza.
Dilaporkan
Oleh: Guntur Siswanto
Editor:
Guntur Subing