Kementerian Keuangan Perketat Aturan Bawaan Penumpang
JAKARTA, katalampung.com -
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) kembali
menegakkan peraturan yang sudah berlaku
sejak tahun 2010. Pada ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) Nomor 188/PMK.04/2010 disebutkan bahwa
barang bawaan penumpang dibatasi senilai USD250 per orang atau USD1000 per
keluarga.
Pembatasan juga termasuk
untuk 200 batang sigaret atau 25 batang cerutu atau 100 gram tembakau iris, dan
1 liter minuman yang mengandung alkohol. Jika penumpang membawa barang melebihi
batas nilai tersebut, maka atas kelebihannya akan dikenakan bea masuk atau
pajak impor. Demikian dilansir dari Media Keuangan, November 2017.
Menurut Kepala Biro
Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan RI, Nufransa Wira Sakti, sebagaimana
ditulis di Media Keuangan, selama ini, masyarakat tidak teredukasi dengan baik
mengenai aturan barang bawaan yang dibawa oleh penumpang dari luar negeri.
“Walaupun sudah lama
berlaku, banyak masyarakat yang belum mengetahuinya. Tentu saja kehebohan segera
terjadi ketika peraturan ini mulai ditegakkan. Apalagi, contoh penegakkan peraturan
tersebut tersebar melalui video yang memperlihatkan pengenaan bea masuk dan
pajak impor yang kemudian menjadi viral. Banyak protes dan gejolak yang
terjadi. Utamanya adalah karena tidak adanya sosialisasi sebelumnya dan nilai
pembatasannya yang dianggap terlalu kecil,” tulis Nufransa.
Menurutnya, kebijakan
pembatasan ini tentu saja bertujuan baik untuk meningkatkan efektivitas
pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk ke daerah pabean Indonesia. Namun
demikian, sebaik apapun sebuah kebijakan, apabila tidak dapat dikomunikasikan
dengan baik, maka akan mendapatkan banyak tantangan. Terlebih lagi kebijakan
tersebut sangat berdampak secara langsung pada kehidupan masyarakat dan sudah
lama tidak diberlakukan secara ketat.
“Sebuah pelajaran yang
baik bagi Kementerian Keuangan dalam membuat suatu kebijakan dan juga penerapannya.
Banyak juga masukan yang diberikan oleh
masyarakat terkait hal ini yang perlu mendapat perhatian. Masukan tersebut antara
lain perlunya sosialisasi, penaikan nilai minimal pembatasan, dan konsistensi penegakan
hukumnya,” tambah Nufransa
Terlepas dari itu semua, Nufransa
menegaskan, penegakkan peraturan ini adalah hendak membiasakan yang benar,
bukan membenarkan yang biasa. Suatu awal yang baik bagi terciptanya kepastian
hukum dan keteraturan dalam bermasayarakat.(bdo)