Kapolres Tulang Bawang Tanggapi Pernyataan PWI Lampung
Kapolres mengungkapkan, bahwa
Polres Tulang Bawang tidak pernah melakukan kriminalisasi terhadap kebebasan
pers karena yang dilakukan sudah sesuai prosedur untuk menindaklanjuti laporan
dari masyarakat ke Polres Tulang Bawang.
"Hari Jumat
(08/01/2018) datang ke Polres Tulang Bawang Mujiono (39) yang berprofesi Kepala
Kampung Bumi Ratu Kec. Rawa Jitu Selatan Kab. Tulang Bawang untuk membuat
laporan bahwa dirinya dikabarkan telah menggunakan ijazah palsu diberita media
online yang dituangkan dalam Laporan Polisi Nomor : LP / 08 / I / 2018 / Polda
Lpg / Res Tuba tanggal 08 Januari 2018 tentang Pencemaran Nama Baik Via Media
Online yang melaporkan Sriadi (45) yang merupakan Mantan Kepala Kampung Bumi
Ratu Kec. Rawa Jitu Selatan Kab. Tulang Bawang," ungkapnya.
Kapolres menjelaskan, Laporan
dari Mujiono tersebut masih dalam proses penyelidikan dan belum masuk keranah
penyidikan oleh Satreskrim Polres Tulang Bawang.
"Satreskrim Polres
Tulang Bawang masih melakukan penyelidikan untuk mengungkap fakta-fakta yang
ada sebelum dilanjutkan ke proses penyidikan, saat ini masih memintai
keterangan saksi-saksi diantaranya Abdul Rohman, SH yang merupakan wartawan
media online cahayalampung.com," jelasnya.
AKBP Rawanto menerangkan,
Abdul Rohman, SH memang telah di undang oleh Satreskrim Polres Tulang Bawang
untuk hadir sebagai saksi guna dimintai keterangan hari Rabu (07/03/2018)
berdasarkan Surat Undangan Nomor : B / 98 / III / 2018 / Reskrim tanggal 02
Maret 2018.
"Abdul Rohman yang
berprofesi sebagai wartawan media online cahayalampung.com memang sudah kami
undang ke Polres Tulang Bawang guna memberikan keterangan ke Satreskrim sebagai
saksi bukan sebagai terlapor, karena yang dilaporkan oleh Mujiono adalah Sriadi
bukan wartawan Abdul Rohman dan prosesnya sekarang masih dalam tahap
penyelidikan, setelah nanti semua saksi telah selesai dimintai keterangan,
Satreskrim baru akan melakukan gelar perkara guna menentukan kelanjutan dari
laporan Mujiono bisa tidaknya untuk dinaikkan ketahap penyidikan,"
terangnya.
"Saya harapkan untuk
rekan-rekan wartawan yang sudah mempunyai hubungan yang sangat baik dengan
Polres Tulang Bawang untuk tidak salah mengartikan proses penanganan perkara
yang sedang ditangani oleh Satreskrim Polres Tulang Bawang, mari tetap kita
jaga kekompakan dan keharmonisan ini karena kita saling membutuhkan satu sama
lain." tandasnya.
Sementara itu, menanggapi
penjelasan Kapolres Tulang Bawang, Juniardi menyatakan proses Polisi menerima
laporan masyarakat adalah keharusan, menjadi kewajiban.
“Kita hormati mekanisme di
kepolisian. akan tetapi, pemanggilan wartawan cahayalampung.com, meski baru sebatas penyelidikan bukan penyidikan
dan sebagai saksi dalam kasus pencemaran nama baik adalah kurang tepat, berita
yang ada itu adalah keterangan,” kata Juniardi, Minggu, 4 Maret 2018.
Menurut Juniardi, berdasarkan
UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, jurnalis memiliki Hak Tolak. Menurut
pasal 1 butir 10 UU tersebut, Hak Tolak adalah Hak yang dimiliki wartawan karena
profesinya untuk mengungkap keterangan atau identitas narasumber yang
dirahasiakan.
Sedangkan menurut pasal 4
ayat (4), Hak Tolak digunakan dalam hal jurnalis dimintai pertanggungjawaban hukum
atas karya jurnalistiknya.
Penjelasan pasal 4 ayat
(4) mengatakan Hak Tolak diberikan wartawan untuk melindungi sumber informasi.
Hak tersebut dapat digunakan apabila jurnalis dimintai keterangan pejabat
penyidik atau menjadi saksi di pengadilan.
Hak Tolak hanya dapat
dicabut oleh pengadilan dengan alasan demi ketertiban umum dan demi keselamatan
negara.
Untuk itu, Juniardi
mengingatkan, agar penyidik di Polres Tulang Bawang menghormati Hak Tolak para
jurnalis yang menyiarkan dugaan ijazah Palsu. Hal ini agar jurnalis tetap
dapat bekerja secara independen dan imparsial, tanpa perlu merugikan
narasumber.
“Hak Tolak ini penting
agar wartawan tidak diperalat untuk menjerat seseorang. Pejabat penyidik maupun
polisi tidak boleh meminta keterangan, selain hal-hal yang sudah disiarkan,”
jelasnya.
Jika jurnalis memberikan
keterangan yang dapat digunakan untuk menjerat narasumber, hal ini akan merusak
kepercayaan narsumber terhadap jurnalis.
“Agar kehadiran jurnalis
tetap dapat diterima oleh siapapun, maka jurnalis tak boleh memberi keterangan
untuk menjerat pihak-pihak lain,” tutup Juniardi.(dde/rls)