Wartawan Tolak Revisi UU MD3
Fernandus Yusi Adam saat
membacakan pernyataan sikap menegaskan para wartawan menolak pemberlakuan UU
MD3 sebab dipahami dapat mengekang kemerdekaan pers. Dikatakannya, insan
pers Indonesia juga mendorong semua elemen agar menghormati kemerdekaan pers,
sebab dalam studi kasus selama pelatihan terdapat beberapa UU yang dianggap
dapat mengekang kinerja pers.
"Ada beberapa UU yang
krusial untuk direvisi yang dianggap mengekang kebebasan pers dan hak
konstitusional warga negara," ungkap Fernandus Yusi Adam.
Wakil Ketua MKRI, Anwar
Usman, S.H.,MH., yang menerima pernyataan sikap insan pers mengaku belum bisa
memberikan komentar. Menurutnya, meskipun UU MD3 ini belum ditandatangani oleh
Presiden tapi sudah ada 3 permohonan judicial
review, tetapi jika sampai 30 hari setelah ditetapkan DPR belum
ditandatangani maka UU MD3 tersebut tetap berlaku.
Anwar mengapresiasi
peserta sosialisasi dari kalangan wartawan yang sangat antusias mengikuti
rangkaian kegiatan demi meningkatan pemahaman hak konstitusional warga
negara
"Saya akan
menyampaikan ke Ketua dan Sekjen agar sosialisasi ini tidak sekali ini saja,
tapi terus berlanjut kedepannya, karena saya sepakat mau mau dibawa kemana
gelap dan terangnya dunia ini, ada di pena bapak-ibu sekalian (wartawan). Saya
berharap bapak ibu menjadi tunas-tunas konstitusi yang terus mengawal demokrasi
seningga terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur," tegasnya.
Wakil Ketua Dewan Pers,
Ahmad Djauhar menegaskan, Dewan Pers secara kelembagaan juga telah menyatakan
sikap menolak revisi Undang-undang MD3. Dewan Pers menilai revisi UU MD3 ini
membuat blunder terhadap kerja kalangan pers dan lebih kejam dari era kolonial.
Saat ini kerja kalangan
pers dibayang-bayangi hadirnya revisi UU MD3. Dikatakan Djauhar, dengan adanya
UU MD3 Kalangan DPR berusaha membatasi ruang gerak pers untuk melakukan kontrol
sosial.
"Pers, jangan
dijadikan pesakitan tetapi harus diberi ruang kritik bukan dibatasi,"
tegasnya. (dimas)