Defisit APBN Terjaga Seiring Tren Positif Penerimaan Negara, Akselerasi Belanja dan Pembiayaan Terkendali
Selanjutnya,
stabilitas konsumsi rumah tangga dan peningkatan laba usaha perusahaan
mendorong pertumbuhan pendapatan negara, terutama penerimaan perpajakan.
Sementara itu, kenaikan harga komoditas juga turut menambah Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP).
Stabilitas
perekonomian Indonesia tetap terjaga di tengah tekanan pada pasar keuangan dan
nilai tukar rupiah yang bersumber dari tantangan ekonomi dan geopolitik global.
Stabilitas harga tetap terkendali, dengan laju inflasi hingga April 2018
tercatat sebesar 1,09 persen (ytd) atau 3,41 persen (yoy), lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun 2017 sebesar 1,28 persen (ytd) atau 4,17
persen (yoy).
Hal
ini terutama dipengaruhi oleh panen raya padi serta cukupnya pasokan beberapa
komoditas hortikultura. Ketersediaan stok beras, baik yang berasal dari panen
maupun tambahan stok beras Bulog diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
pada bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri.
Kinerja
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan tren perbaikan yang
konsisten, baik pada sisi penerimaan, belanja, maupun pembiayaan. Seiring
dengan semakin baiknya pertumbuhan dan tetap terjaganya stabilitas ekonomi,
pendapatan negara dari penerimaan perpajakan (pajak serta kepabeanan dan
cukai), PNBP, dan hibah pun meningkat hingga mencapai Rp527,82 triliun atau
27,86 persen terhadap target APBN 2018.
Realisasi
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017, sebesar
Rp465,94 triliun atau 26,8 persen terhadap target APBN-P 2017.
Realisasi
penerimaan pajak periode Januari hingga April 2018 tercatat sebesar Rp383,3
triliun, tumbuh 10,89 persen (yoy) – atau 14,88 persen apabila tidak
memperhitungkan uang tebusan Tax Amnesty,–
masih konsisten dengan pertumbuhan periode yang sama tahun 2017 yang
mencapai 15,08 persen.
Pertumbuhan
positif penerimaan pajak pada tahun 2018 ini ditopang oleh pertumbuhan Pajak
Penghasilan (PPh) Badan sebesar 23,55 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama tahun 2017 sebesar 7,82 persen (yoy).
Pertumbuhan
tersebut juga didukung oleh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Impor dan PPh Impor
yang masing-masing tumbuh sebesar 25,07 persen dan 28,96 persen (yoy) atau
lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2017 (masing-masing sebesar 18,65
persen dan 13,83 persen).
Perbaikan
kinerja perusahaan pada tahun 2017 dan terjaganya konsumsi rumah tangga telah
berkontribusi besar terhadap pertumbuhan PPh Non Migas sebesar 10,34 persen dan
PPN sebesar 14,09 persen. Pertumbuhan PPN ini menggambarkan adanya aktivitas
perekonomian yang masih cukup baik.
Tren
akselerasi pertumbuhan penerimaan yang positif di bidang kepabeanan dan cukai
sejak awal tahun terus berlanjut. Penerimaan kepabeanan dan cukai hingga akhir
April 2018 mencapai Rp33,66 triliun atau 17,34 persen dari target APBN 2018.
Capaian ini naik sebesar Rp4,35 triliun atau 14,85 persen dibanding tahun lalu.
Pertumbuhan
penerimaan bulan April 2018 ini merupakan titik balik dari pertumbuhan negatif
sejak 2015. Semua komponen penerimaan seperti bea masuk, cukai, dan bea keluar
yang juga mengalami pertumbuhan positif. Kinerja penerimaan tersebut
dipengaruhi oleh meningkatnya devisa impor sebesar 10,99 persen, yang
didominasi oleh pertumbuhan impor bahan baku/barang penolong dan barang
konsumsi yang naik 6,61 persen dan 31,98 persen (yoy).
Faktor
pendorong utama kinerja penerimaan cukai disebabkan oleh kenaikan tarif
tertimbang efektif yang hingga April 2018 tumbuh sebesar 11,77 persen dan
performa ekspor minerba yang tumbuh 179,26 persen.
Sementara,
penerimaan dari Pajak Dalam Rangka Impor mencapai Rp75,58 triliun, yang terdiri
atas PPN Impor sebesar Rp56,14 triliun, PPnBM Impor sebesar Rp1,38 triliun, dan
PPh Pasal 22 Impor sebesar Rp18,06 triliun. Dengan demikian, total penerimaan
kepabeanan dan cukai yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp109,24 triliun.
Sejalan
dengan capaian positif penerimaan perpajakan tersebut, realisasi PNBP sampai
dengan akhir April 2018 tercatat Rp109,90 triliun atau 39,90 persen dari target
APBN. Realisasi tersebut tumbuh 21,02 persen (yoy) yang disebabkan oleh
meningkatnya harga komoditas, khususnya minyak bumi dan batu bara sepanjang
periode Januari hingga April 2018. Pertumbuhan PNBP tersebut terutama bersumber
dari realisasi penerimaan Sumber Daya Alam Migas sebesar Rp35,30 triliun (43,93
persen dari target APBN) atau tumbuh sebesar 45,95 persen (yoy).
Sampai
dengan April 2018, realisasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) lebih tinggi
dibandingkan pada periode yang sama tahun 2017. Akselerasi belanja negara
sampai dengan April 2018 mencapai Rp582,94 triliun atau 26,25 persen terhadap
pagu APBN 2018, dengan pertumbuhan sebesar 8,33 persen (yoy), yang merupakan
capaian terbaik dalam tiga tahun terakhir.
Hal tersebut terutama bersumber dari meningkatnya realisasi belanja
bantuan sosial dan belanja barang.
Dari
sisi belanja bantuan sosial, tingginya realisasi terutama digunakan untuk
penyaluran program-program perlindungan sosial, seperti percepatan penyaluran
Program Keluarga Harapan dengan sasaran 10 juta keluarga (tahun sebelumnya 6
juta); dan pembayaran Penerima Bantuan Iuran untuk periode 8 bulan di muka
kepada Dana Jaminan Sosial Kesehatan. Realisasi Belanja Non-K/L meningkat
akibat pembayaran subsidi energi, baik untuk tahun berjalan maupun kurang bayar
tahun-tahun sebelumnya.
Dari
jumlah pagu sebesar Rp766,16 triliun pada APBN Tahun Anggaran 2018, realisasi
penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) per 30 April 2018 mencapai
Rp251,93 triliun atau 32,88 persen dari pagu alokasi. Realisasi tersebut
sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017
sebesar Rp265,43 triliun atau 34,6 persen dari pagu alokasi. Hal ini disebabkan
adanya beberapa perubahan kebijakan dalam rangka penguatan tata kelola
penyaluran dana transfer ke daerah dan pengetatan pengawasan.
Tren
positif Penerimaan Negara dan Akselerasi Belanja menghasilkan rasio defisit
APBN terhadap PDB terendah dalam empat tahun terakhir. Hingga akhir April 2018,
realisasi defisit APBN terhadap PDB tercatat sebesar 0,37 persen (Rp55,12
triliun), lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2017 sebesar 0,54
persen (Rp72,17 triliun).
Adapun
keseimbangan primer tercatat positif pada angka Rp24,19 triliun, lebih besar
dibandingkan realisasi periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp3,74
triliun. Dengan realisasi tersebut, defisit APBN 2018 diperkirakan akan tetap
terjaga dan cenderung lebih kecil dari target yang ditetapkan.
Dari
sisi pembiayaan, selama Januari sampai dengan April 2018 Pemerintah berhasil
memenuhi kebutuhan defisit APBN melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN)
sebesar Rp189,70 triliun atau 45,76 persen dari target pembiayaan. Jumlah ini
melanjutkan tren penurunan penerbitan SBN dalam periode yang sama sejak tahun
2016.
Sementara
itu, melalui penarikan Pinjaman Luar Negeri, Pemerintah memenuhi defisit APBN
sebesar Rp17,57 triliun atau 34,21 persen dari target. Selama periode tersebut,
terdapat realisasi pembiayaan sebesar Rp188,71 triliun. Realisasi pembiayaan
tersebut melanjutkan tren penurunan selama dua tahun terakhir.
Tercapainya
pemenuhan pembiayaan tersebut merupakan bagian dari strategi front loading
Pemerintah dalam rangka mengantisipasi ketidakpastian dinamika perkembangan
global. Adanya realisasi pembiayaan yang menurun tersebut berdampak pada
penurunan pertumbuhan pembiayaan utang dari 5,6 persen pada tahun 2017 menjadi
negatif 6,2 persen pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan
pembiayaan APBN semakin sehat dan defisit yang makin berkurang.
Dengan
tambahan tersebut, posisi utang Pemerintah hingga akhir April 2018 menjadi
Rp4.180,61 triliun atau 29,88 persen terhadap PDB, lebih rendah dari ketentuan
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang sebesar 60
persen terhadap PDB. Dalam beberapa bulan terakhir, terjadi gejolak di pasar
keuangan, seperti depresiasi rupiah terhadap USD yang hampir bersamaan dengan
kenaikan harga minyak global.
Pada
awalnya, kondisi ini berdampak negatif terhadap pasar SBN karena kecenderungan
investor untuk menghindari risiko (risk averse). Namun, dalam lelang SBN di
pasar perdana pada 15 Mei 2018, investor telah memasukkan penawaran yang wajar,
yang menunjukkan sinyal pulihnya kepercayaan investor.
Untuk
mengantisipasi kondisi pasar keuangan yang sedang fluktuatif dan berdampak pada
potensi kenaikan yield serta hasil lelang SBN yang tidak sesuai kebutuhan,
Pemerintah telah mempersiapkan alternatif sumber pembiayaan melalui tambahan
penarikan pinjaman dan private placement
SBN, serta membuka opsi untuk menambah porsi pembiayaan dalam valuta asing.
Pemerintah
juga telah menjalankan Crisis Management
Protocol untuk mengelola risiko di pasar SBN serta menyiapkan skema Bond Stabilization Framework guna
memitigasi dampak sudden reversal
dengan melibatkan beberapa BUMN terkait. Untuk mengantisipasi kondisi
perekonomian global yang saat ini sedang menuju tingkat normal baru, Pemerintah
telah mempersiapkan langkah-langkah mitigasi terhadap potensi risiko yang
mungkin terjadi guna memastikan terjaganya kredibilitas fiskal.(kmku/sp)