Defisit APBN Terjaga Seiring Tren Positif Penerimaan Negara, Akselerasi Belanja dan Pembiayaan Terkendali

KATALAMPUNG.COM – Momentum peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin terasa, tercermin dari kinerja Produk Domestik Bruto (PDB) Triwulan I-2018 yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada periode yang sama tahun 2017. Investasi mengalami pertumbuhan tinggi yang menopang kinerja perekonomian nasional (tertinggi sejak kuartal IV tahun 2012).


Defisit APBN Terjaga Seiring Tren Positif Penerimaan Negara, Akselerasi Belanja dan Pembiayaan Terkendali
Menteri Keuangan (Menteri Keuangan) Sri Mulyani Indrawati memberikan pidato Penyampaian Pengantar dan Keterangan Pemerintah atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2019 pada Rapat Paripurna DPR RI, di gedung DPR RI (18/05). Sumber: Kemenkeu.


Selanjutnya, stabilitas konsumsi rumah tangga dan peningkatan laba usaha perusahaan mendorong pertumbuhan pendapatan negara, terutama penerimaan perpajakan. Sementara itu, kenaikan harga komoditas juga turut menambah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Stabilitas perekonomian Indonesia tetap terjaga di tengah tekanan pada pasar keuangan dan nilai tukar rupiah yang bersumber dari tantangan ekonomi dan geopolitik global. Stabilitas harga tetap terkendali, dengan laju inflasi hingga April 2018 tercatat sebesar 1,09 persen (ytd) atau 3,41 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2017 sebesar 1,28 persen (ytd) atau 4,17 persen (yoy).

Hal ini terutama dipengaruhi oleh panen raya padi serta cukupnya pasokan beberapa komoditas hortikultura. Ketersediaan stok beras, baik yang berasal dari panen maupun tambahan stok beras Bulog diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pada bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri.

Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan tren perbaikan yang konsisten, baik pada sisi penerimaan, belanja, maupun pembiayaan. Seiring dengan semakin baiknya pertumbuhan dan tetap terjaganya stabilitas ekonomi, pendapatan negara dari penerimaan perpajakan (pajak serta kepabeanan dan cukai), PNBP, dan hibah pun meningkat hingga mencapai Rp527,82 triliun atau 27,86 persen terhadap target APBN 2018.

Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017, sebesar Rp465,94 triliun atau 26,8 persen terhadap target APBN-P 2017.

Realisasi penerimaan pajak periode Januari hingga April 2018 tercatat sebesar Rp383,3 triliun, tumbuh 10,89 persen (yoy) – atau 14,88 persen apabila tidak memperhitungkan uang tebusan Tax Amnesty,–  masih konsisten dengan pertumbuhan periode yang sama tahun 2017 yang mencapai 15,08 persen.

Pertumbuhan positif penerimaan pajak pada tahun 2018 ini ditopang oleh pertumbuhan Pajak Penghasilan (PPh) Badan sebesar 23,55 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2017 sebesar 7,82 persen (yoy).

Pertumbuhan tersebut juga didukung oleh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Impor dan PPh Impor yang masing-masing tumbuh sebesar 25,07 persen dan 28,96 persen (yoy) atau lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2017 (masing-masing sebesar 18,65 persen dan 13,83 persen).

Perbaikan kinerja perusahaan pada tahun 2017 dan terjaganya konsumsi rumah tangga telah berkontribusi besar terhadap pertumbuhan PPh Non Migas sebesar 10,34 persen dan PPN sebesar 14,09 persen. Pertumbuhan PPN ini menggambarkan adanya aktivitas perekonomian yang masih cukup baik.

Tren akselerasi pertumbuhan penerimaan yang positif di bidang kepabeanan dan cukai sejak awal tahun terus berlanjut. Penerimaan kepabeanan dan cukai hingga akhir April 2018 mencapai Rp33,66 triliun atau 17,34 persen dari target APBN 2018. Capaian ini naik sebesar Rp4,35 triliun atau 14,85 persen dibanding tahun lalu.

Pertumbuhan penerimaan bulan April 2018 ini merupakan titik balik dari pertumbuhan negatif sejak 2015. Semua komponen penerimaan seperti bea masuk, cukai, dan bea keluar yang juga mengalami pertumbuhan positif. Kinerja penerimaan tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya devisa impor sebesar 10,99 persen, yang didominasi oleh pertumbuhan impor bahan baku/barang penolong dan barang konsumsi yang naik 6,61 persen dan 31,98 persen (yoy).

Faktor pendorong utama kinerja penerimaan cukai disebabkan oleh kenaikan tarif tertimbang efektif yang hingga April 2018 tumbuh sebesar 11,77 persen dan performa ekspor minerba yang tumbuh 179,26 persen.

Sementara, penerimaan dari Pajak Dalam Rangka Impor mencapai Rp75,58 triliun, yang terdiri atas PPN Impor sebesar Rp56,14 triliun, PPnBM Impor sebesar Rp1,38 triliun, dan PPh Pasal 22 Impor sebesar Rp18,06 triliun. Dengan demikian, total penerimaan kepabeanan dan cukai yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp109,24 triliun.

Sejalan dengan capaian positif penerimaan perpajakan tersebut, realisasi PNBP sampai dengan akhir April 2018 tercatat Rp109,90 triliun atau 39,90 persen dari target APBN. Realisasi tersebut tumbuh 21,02 persen (yoy) yang disebabkan oleh meningkatnya harga komoditas, khususnya minyak bumi dan batu bara sepanjang periode Januari hingga April 2018. Pertumbuhan PNBP tersebut terutama bersumber dari realisasi penerimaan Sumber Daya Alam Migas sebesar Rp35,30 triliun (43,93 persen dari target APBN) atau tumbuh sebesar 45,95 persen (yoy).

Sampai dengan April 2018, realisasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) lebih tinggi dibandingkan pada periode yang sama tahun 2017. Akselerasi belanja negara sampai dengan April 2018 mencapai Rp582,94 triliun atau 26,25 persen terhadap pagu APBN 2018, dengan pertumbuhan sebesar 8,33 persen (yoy), yang merupakan capaian terbaik dalam tiga tahun terakhir.  Hal tersebut terutama bersumber dari meningkatnya realisasi belanja bantuan sosial dan belanja barang.

Dari sisi belanja bantuan sosial, tingginya realisasi terutama digunakan untuk penyaluran program-program perlindungan sosial, seperti percepatan penyaluran Program Keluarga Harapan dengan sasaran 10 juta keluarga (tahun sebelumnya 6 juta); dan pembayaran Penerima Bantuan Iuran untuk periode 8 bulan di muka kepada Dana Jaminan Sosial Kesehatan. Realisasi Belanja Non-K/L meningkat akibat pembayaran subsidi energi, baik untuk tahun berjalan maupun kurang bayar tahun-tahun sebelumnya.

Dari jumlah pagu sebesar Rp766,16 triliun pada APBN Tahun Anggaran 2018, realisasi penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) per 30 April 2018 mencapai Rp251,93 triliun atau 32,88 persen dari pagu alokasi. Realisasi tersebut sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp265,43 triliun atau 34,6 persen dari pagu alokasi. Hal ini disebabkan adanya beberapa perubahan kebijakan dalam rangka penguatan tata kelola penyaluran dana transfer ke daerah dan pengetatan pengawasan.

Tren positif Penerimaan Negara dan Akselerasi Belanja menghasilkan rasio defisit APBN terhadap PDB terendah dalam empat tahun terakhir. Hingga akhir April 2018, realisasi defisit APBN terhadap PDB tercatat sebesar 0,37 persen (Rp55,12 triliun), lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2017 sebesar 0,54 persen (Rp72,17 triliun).

Adapun keseimbangan primer tercatat positif pada angka Rp24,19 triliun, lebih besar dibandingkan realisasi periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp3,74 triliun. Dengan realisasi tersebut, defisit APBN 2018 diperkirakan akan tetap terjaga dan cenderung lebih kecil dari target yang ditetapkan.

Dari sisi pembiayaan, selama Januari sampai dengan April 2018 Pemerintah berhasil memenuhi kebutuhan defisit APBN melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp189,70 triliun atau 45,76 persen dari target pembiayaan. Jumlah ini melanjutkan tren penurunan penerbitan SBN dalam periode yang sama sejak tahun 2016.

Sementara itu, melalui penarikan Pinjaman Luar Negeri, Pemerintah memenuhi defisit APBN sebesar Rp17,57 triliun atau 34,21 persen dari target. Selama periode tersebut, terdapat realisasi pembiayaan sebesar Rp188,71 triliun. Realisasi pembiayaan tersebut melanjutkan tren penurunan selama dua tahun terakhir.

Tercapainya pemenuhan pembiayaan tersebut merupakan bagian dari strategi front loading Pemerintah dalam rangka mengantisipasi ketidakpastian dinamika perkembangan global. Adanya realisasi pembiayaan yang menurun tersebut berdampak pada penurunan pertumbuhan pembiayaan utang dari 5,6 persen pada tahun 2017 menjadi negatif 6,2 persen pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan pembiayaan APBN semakin sehat dan defisit yang makin berkurang.

Dengan tambahan tersebut, posisi utang Pemerintah hingga akhir April 2018 menjadi Rp4.180,61 triliun atau 29,88 persen terhadap PDB, lebih rendah dari ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang sebesar 60 persen terhadap PDB. Dalam beberapa bulan terakhir, terjadi gejolak di pasar keuangan, seperti depresiasi rupiah terhadap USD yang hampir bersamaan dengan kenaikan harga minyak global.

Pada awalnya, kondisi ini berdampak negatif terhadap pasar SBN karena kecenderungan investor untuk menghindari risiko (risk averse). Namun, dalam lelang SBN di pasar perdana pada 15 Mei 2018, investor telah memasukkan penawaran yang wajar, yang menunjukkan sinyal pulihnya kepercayaan investor.

Untuk mengantisipasi kondisi pasar keuangan yang sedang fluktuatif dan berdampak pada potensi kenaikan yield serta hasil lelang SBN yang tidak sesuai kebutuhan, Pemerintah telah mempersiapkan alternatif sumber pembiayaan melalui tambahan penarikan pinjaman dan private placement SBN, serta membuka opsi untuk menambah porsi pembiayaan dalam valuta asing.

Pemerintah juga telah menjalankan Crisis Management Protocol untuk mengelola risiko di pasar SBN serta menyiapkan skema Bond Stabilization Framework guna memitigasi dampak sudden reversal dengan melibatkan beberapa BUMN terkait. Untuk mengantisipasi kondisi perekonomian global yang saat ini sedang menuju tingkat normal baru, Pemerintah telah mempersiapkan langkah-langkah mitigasi terhadap potensi risiko yang mungkin terjadi guna memastikan terjaganya kredibilitas fiskal.(kmku/sp)
Diberdayakan oleh Blogger.