ISEI Lampung: Kemiskinan Di Lampung Menurun
Pada tanggal 17 Juli 2023 yang lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis Berita Resmi Statistik (BRS) Angka Kemiskinan dan Gini Ratio Provinsi Lampung triwulan I-2023. Berdasarkan BRS tersebut, angka kemiskinan Provinsi Lampung pada triwulan I-2023 (Maret) sebesar 970,67 ribu, lebih rendah dibandingkan September 2022 yang sebesar 995,59 ribu jiwa. Secara presentasi, jumlah tersebut juga mengalami penurunan yaitu 11,11%, lebih rendah dibandingkan September 2022 yang sebesar 11,44%. Jika dinadingkan Maret 2022 (yoy) penurunan angka kemiskinan ini mencapai 0,46 persen poin. Penurunan angka kemiskinan ini lebih besar jika dibandingkan Nasional yang turun dari 9,57% pada September 2022 menjadi 9,36% pada Maret 2023.
Demikian disampaikan oleh ISEI Lampung melalui pesan
elektronik kepada katalampung.com, Rabu, 19 Juli 2023.
Menurut Ketua ISEI Lampung, Dr. Agus Nompitu, beberapa
indikator makro ekonomi juga menunjukkan perkembangan yang
menggembirakan. “Ekonomi Lampung tumbuh 4,96% pada triwulan I 2023, lebih
baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi Lampung triwulan 3 2022 (3,91) secara
yoy. Konsumsi rumah tangga triwulan 1 2023 meningkat sebesar 1,91 %
dibandingkan triwulan 3 2022. Laju inflasi juga menunjukkan penurunan, yaitu
sebesar 1,19 pada periode September 2022 - Maret 2023, lebih rendah
dibandingkan inflasi periode September 2021 - Maret 2022 (2,57),” ujarnya.
Untuk angka kemiskinan, data BPS menunjukkan bahwa
Penduduk miskin terkonsentrasi di perdesaan dengan tingkat kemiskinan 12,65%,
cukup jauh dibandingkan dengan kemiskinan di perkotaan yang hanya 8,02%. Angka
ini setara dengan 232,96 ribu jiwa di perkotaan dan 737,71 ribu jiwa di
perdesaan. Sumbangan penurunan angka kemiskinan antara perdesaan dan perkotaan
relative seimbang yaitu di perdesaan sebesar 0,31 poin, dan di perkotaan juga
turun sebesar 0,32 poin. Bahkan jika dilihat data historis dari mulai Maret
2015 hingga Maret 2023, angka kemiskinan di perdesaan mengalami penurunan
sebesar 2,91 poin, sedikit lebih kecil dibanding penurunan di perkotaan yang
mencapai 2,92 poin.
“Hal ini dapat dimaknai sebagai adanya keseimbangan dan
sinergitas upaya penurunan kemiskinan di daerah perdesaan dan perkotaan,” kata
Agus.
“Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi
oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki
rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Garis
kemiskinan pada Maret 2023 sebesar Rp. 559.011 perkapita perbulan, mengalami
kenaikan 2,38% dibanding September 2022 yang sebesar Rp. 545.992 perkapita
perbulan. Garis Kemiskinan mengalami kenaikan 2,38% dan tingkat kemiskinan
turun sebesar 0,33 poin. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendapatan
penduduk miskin mampu mengimbangi kenaikan Garis Kemiskinan,” tambahnya.
Jika memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang
terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan
(GKBM), data BPS menunjukkan bahwa kontribusi komoditi makanan masih jauh lebih
besar dibandingkan kontribusi komoditi bukan makanan. Besarnya sumbangan GKM
terhadap GK pada Maret 2023 sebesar 74,64 persen. Pada Maret 2023, komoditi
makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GK, baik di perkotaan maupun di
perdesaan, pada umumnya hampir sama. Beras masih memberi sumbangan terbesar
yakni sebesar 18,92 persen di perkotaan dan 20,86 persen di perdesaan. Rokok
kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap GK (13,08 persen di
perkotaan dan 13,34 persen di perdesaan). Komoditi lainnya adalah telur ayam
ras (4,30 persen di perkotaan dan 3,77 persen di perdesaan), tempe (2,65 persen
di perkotaan dan 2,33 di perdesaan), bawang merah (2,23 persen di perkotaan dan
2,42 persen di perdesaan), cabe rawit (2,20 persen di perkotaan dan 2,87 di
perdesaan), mie instan (2,54 persen di perkotaan dan 2,10 persen di perdesaan),
dan roti (2,51 persen di perkotaan dan 2,16 persen di perdesaan).
Sementara Komoditi bukan makanan yang memberikan
sumbangan terbesar baik pada GK perkotaan dan perdesaan adalah perumahan (7,94
persen di perkotaan dan 7,46 persen di perdesaan), bensin (3,88 persen di
perkotaan dan 4,68 persen di pedesaan) listrik (3,02 persen di perkotaan dan
2,28 persen di perdesaan), pendidikan (2,31 persen di perkotaan dan 1,29 persen
di perdesaan), dan perlengkapan mandi (1,18 persen di perkotaan dan 1,08 persen
di perdesaan).
Sementara itu, Sekretaris ISEI Lampung, Dr. Usep Syaipudin
menilai persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase
penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman
dan keparahan dari kemiskinan.
“Indeks kedalaman kemiskinan mengindikasikan jarak
rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Sedangkan
Indeks keparahan kemiskinan mengindikasikan ketimpangan pengeluaran di antara
penduduk miskin. Indeks Kedalaman Kemiskinan menurun dari 1,695 pada September
2022 menjadi 1,637 pada Maret 2023. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa
rata-rata jarak kedalaman/ kesenjangan kemampuan konsumsi penduduk miskin
semakin mendekati garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan juga mengalami
penurunan dari 0,387 pada September 2022 menjadi 0,359 pada Maret 2023. Kondisi
ini menunjukkan bahwa variasi pengeluaran konsumsi antar penduduk miskin
semakin merata dengan perubahan yang tidak terlalu besar,” ucap Usep.
Angka ketimpangan/kesenjangan (Gini Ratio) mengalami
sedikit kenaikan. Gini Ratio Maret 2023 sebesar 0,324, mengalami
kenaikan dibanding Gini Ratio September 2022 yang sebesar 0,313. Hal
ini perlu mendapat perhatian karena Gini Ratio menunjukkan adanya
kesenjangan pendapatan antar penduduk. Semakin tinggi angka Gini Ratio (semakin
mendekati 1), berarti semakin besar kesenjangan. Data BPS juga menunjukkan
bahwa tingkat kesenjangan di kota lebih tinggi (0,359) dibandingkan di desa
yang sebesar 0,287.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap penurunan
tingkat kemiskinan selama periode September 2022–Maret 2023 antara lain adalah
pertumbuhan ekonomi Lampung yang mengalami peningkatan, pertumbuhan konsumsi
rumah tangga, penurunan laju inflasi, tingkat pengangguran terbuka yang juga
mengalami penurunan, dan tren NTP yang positif yaitu sebesar 104,29 pada Maret
2023 meningkat dibandingkan September 2022 yang sebesar 101,54. Selain itu,
program bantuan sosial perlu tetap diupayakan untuk mengurangi beban
pengeluaran penduduk miskin.
Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) harus
menjaga momentum perbaikan perekonomian Lampung. Tantangan pembangunan Provinsi
Lampung kedepan tidaklah mudah. Dalam proyeksi ekonomi global, sejumlah lembaga
asing seperti Bank Dunia, IMF dan ADB telah memberi peringatan dini terhadap
potensi ancaman resesi ekonomi global tahun 2023. Berbagai upaya untuk
meningkatkan produksi dan produktivitas sektor basis Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan beserta turunannya harus ditingkatkan. Salah satunya melalui
peningkatan pembangunan infrastruktur baik itu infrastrukur pertanian maupun
infrastruktur non pertanian yang terkoneksi dengan infrastruktur pertanian.
“Tahun politik menjelang Pemilihan Umum 2024 harus mampu dijadikan momentum pertumbuhan dan perbaikan ekonomi. Peningkatan belanja pemerintah untuk hajat demokrasi yang cenderung meningkat jangan sampai mengganggu program pembangunan khususnya ekonomi. Meningkatnya aktivitas masyarakat menjelang Pemilu 2024 diharapkan dapat berdampak pada peningkatan pendapatan dan konsumsi masyarakat. Hal lain yang tidak kalah penting adalah Kondusifitas dan stabilitas harus tetap dijaga untuk mempertahankan momentum perbaikan ekonomi,” tutup Usep.(isei)