ISEI Lampung Gelar Diskusi Akhir Tahun: Refleksi dan Proyeksi Ekonomi Lampung

KATALAMPUNG.COM - Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Lampung mengadakan Diskusi Akhir Tahun dengan tema “Refleksi dan Proyeksi Ekonomi Lampung”.

Acara yang dilaksanakan di RM. Rumah Kayu Bandar Lampung, Minggu, 22 Desember 2024, dibuka oleh Ketua ISEI Cabang Lampung Dr. Agus Nompitu, S.E., M.T.P.  Acara dihadiri sejumlah Pengurus ISEI Cabang Lampung, yang Sebagian juga merupakan Akademisi dan Pengamat Ekonomi Lampung.

ISEI Lampung Gelar Diskusi Akhir Tahun: Refleksi dan Proyeksi Ekonomi Lampung


Dalam sambutannya, Agus Nompitu menyatakan, ISEI sebagai organisasi profesi tempat berkumpulnya para Sarjana Ekonomi merasa terpanggil untuk menyikapi kondisi perekonomian Lampung. ISEI juga ingin memberi kontribusi pemikiran dan rekomendasi bagi Pemerintahan baru Lampung kelak.

Sementara itu pada diskusi tersebut terungkap pola pertumbuhan ekonomi Indonesia dan Provinsi Lampung masih belum stabil. Pola pertumbuhan ekonomi sebelum Covid-19 naik pada triwulan pertama dan terus turun pada triwulan ke empat, setelahnya masih belum stabil.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung masih baik karena di atas lima persen. Pada tahun 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,32 persen dan tahun 2023 sebesar 5,05 persen. Perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 berada diangka 4,9–5.2 persen. Kondisi ini berbeda dengan pertumbuhan ekonomi Lampung yang Masih mengalami tekanan. Pertumbuhan ekonomi Lampung berada di bawah Nasional, yaitu sebesar 4,28 persen tahun 2022 dan tahun 2023 sebesar 4,55 persen, diperkirakan pertumbuhan ekonomi Lampung tahun 2024 masih di bawah 5 per yaitu sekitar 4,5–4,9 persen. 

 


Perkiraan tumbuh di bawah 5 persen tersebut dapat dilihat pada kinerja pertumbuhan ekonomi Lampung secara triwulanan tahun 2024. Pertumbuhan ekonomi Lampung (q to q) pada triwulan pertama sebesar -1,24 persen, triwulan kedua sebesar 9,71 persen, dan ditriwulan ketiga sebesar 0,76 persen. Pertumbuhan ekonomi Lampung (y on y) pada triwulan pertama sebesar 3,3 persen, triwulan kedua sebesar 4,8 persen, dan triwulan ketiga sebesar 4,81 persen. 

Tekanan pertumbuhan ini dapat dilihat dari kemampuan daya beli masyarakat yang cenderung turun. Proxy dari turunnya daya beli masyarakat dapat dilihat dari rendahnya inflasi di Lampung. Inflasi Lampung pada bulan Maret 2024 sebesar 3,45 persen, bulan Juni sebesar 2,84, dan bulan September 2024 sebesar 2,16 persen. Walaupun dalam konteks menjaga stabilis harga tingkat inflasi tersebut baik, akan tetapi rendahnya inflasi akan berpengaruh terhadap pertubuhan ekonomi.

Perekonomian Indonesia dan Provinsi Lampung pada tahun 2025 akan mengalami banyak kesulitan untuk naik, ada beberapa penyebabnya. Pertama adalah naiknya pajak PPN dari 11 persen menjadi 12 persen. Kenaikan pajak ini terlihat hanya naik 1 persen akan tetapi kenaikan pajak ini sesungguhnya lebih tinggi dari nilai tersebut. Bagi masyarakat kenaikan tersebut meningkatkan biaya pajak 9 persen dari nilai barang atau jasa yang dikonsumsinya. Selain itu bagi produsen biaya input yang terkena kenaika tarif PPN akan dapat meningkatkan biaya produksi yang lebih tinggi lagi. 

Kedua adalah kenaikan upah 6,5 persen. Indonesia dan Lampung membuat kebijakan kenaikan upah minimum yang naik sebsar 6,5 persen, kenaikan ini lebih tinggi dari inflasi yang terjadi pada tahun 2024. Ketiga adalah kondisi ekonomi global dengan adanya ketidakpastian konflik Timur Tengah, Perang Ukraina dan Rusia, serta terpilihnya Presiden Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat. Kondisi global ini akan berpengaruh pada nilai kurs Rupiah dan tingkat suku bunga. Terakhir adalah penerapan kebijakan opsen pajak berdasarkan pasa 83 dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kebijakan ini jika lebih mementingkan kenaikan pendapatan asli daerah akan berdampak pada daya beli masyakat dan tingkat kepatuhan membayar pajak.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tinggi karena ditopang oleh kinerja sektor minerba, akan tetapi Lampung masih minim sektor tersebut. Perlu kebijakan yang tepat agar ekonomi Lampung pada tahun 2025 kembali bangkit dan tumbuh di atas nasional

Di sisi keuangan daerah, tahun 2024 menjadi tahun penuh tantangan bagi Pemda di Lampung karena kombinasi faktor politik (pemilu serentak), transisi kebijakan pemerintah pusat, serta tekanan ekonomi global. Sedangkan tahun 2025 menjadi momentum penting bagi Kepala Daerah baik yang baru terpilih maupun incumbent, untuk menunjukkan komitmen memperbaiki pengelolaan keuangan daerah. Persoalan defisit keuangan riil menjadi salah satu topik yang layak mendapat perhatian di pengujung tahun.

ISEI Lampung Gelar Diskusi Akhir Tahun: Refleksi dan Proyeksi Ekonomi Lampung


Merujuk defisit keuangan riil atau krisis keuangan sebagaimana ditulis Saring Suhendro di Harian Lampung Post, Rabu 18 Desember 2024, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) audited BPK RI menunjukkan tren defisit keuangan riil pemda se-Provinsi Lampung selama 4 tahun yaitu periode 2020 s.d. 2023, penulis mengelompokkan berdasarkan polanya yaitu:

Pertama, pemda yang menunjukkan tren perbaikan dalam pengelolaan defisit keuangan riil atau defisit membaik yaitu Kota Bandar Lampung. Meskipun mencatatkan defisit keuangan riil yang tinggi tahun 2020, namun terjadi perbaikan pengelolaan keuangan yang ditandai menurun signifikan defisit riil dari tahun ke tahun.

Kedua, pemda yang tergolong defisit keuangan riil memburuk dengan tren penurunan pengelolaan keuangan dimana defisit keuangan riil yang terus meningkat dari tahun ke tahun, yaitu Pemerintah Provinsi Lampung, Kabupaten Pesawaran, Lampung Utara, dan Tulang Bawang Barat. 

Ketiga, pemda dengan defisit keuangan riil fluktuatif ekstrem yang ditandai dengan pola perubahan nilai defisit keuangan riil yang tidak konsisten, dengan fluktuasi besar dari tahun ke tahun kadang membaik/memburuk yaituKabupaten Pesisir Barat, Tanggamus, Lampung Timur, Way Kanan, Tulang Bawang, Lampung Selatan, dan Kota Metro.

Keempat, pemda yang selalu mencatat surplus keuangan selama empat tahun berturut-turut tanpa pernah mengalami defisit atau terjadi surplus berkelanjutan yaitu Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Barat, Pringsewu, dan Mesuji.

Defisit keuangan riil terjadi karena ketidakseimbangan antara penerimaan dan pengeluaran daerah. Akar masalahnya adalah ketergantungan yang tinggi pada dana transfer dari pemerintah pusat serta Dana Bagi Hasil (DBH) dari Provinsi.

Ketika Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Alokasi Khusus (DAK) atau DBH mengalami penurunan maka pemda yang sangat bergantung pada sumber dana ini akan kesulitan untuk membayar belanja operasional, seperti gaji pegawai dan kegiatan layanan dasar. Selain itu, manajemen belanja yang tidak efisien ditandai dengan pemda sering kali membuat anggaran yang tidak realistis.

Sementara itu, Pendapatan Asli Daerah (PAD) meskipun terus bertumbuh namun belum mampu memenuhi kebutuhan anggaran belanja yang terus meningkat. Masalah lainnya, kurangnya perencanaan keuangan yang matang serta pemanfaatan aset yang berpotensi meningkatkan PAD belum optimal.

Kunci utama mengatasi defisit keuangan riil tergantung kepada kepala daerah (leadership) yang kompeten, efisien, inovatif, dan responsif. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah: Pertama, meningkatkan PAD melalui hilirisasi komoditas lokal dengan cara mengolah komoditas lokal hingga menghasilkan produk bernilai tambah untuk mengurangi ketergantungan daerah terhadap dana transfer dari pusat.

Kedua, industrialisasi yang memanfaatkan sumber daya lokal guna memperluas perekonomian daerah dengan menciptakan ekosistem industri yang sesuai dengan keunggulan wilayah.

Ketiga, melakukan pendekatan strategis untuk mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan melalui intensifikasi, ektensifikasi, dan diversifikasi PAD. Keempat, memprioritaskan belanja modal yang mendukung pertumbuhan ekonomi, dan memangkas pengeluaran yang tidak produktifapalagi pengeluaran untuk memenuhi hasrat politik dan hanyut dengan “janji-janji populis”.

ISEI Lampung Gelar Diskusi Akhir Tahun: Refleksi dan Proyeksi Ekonomi Lampung


Refleksi akhir tahun ini menjadi titik tolak untuk merancang strategi yang lebih baik ke depan. Berbagai persolah ekonomi dan krisis keuangan daerah harus dihadapi dengan optimis.

Menyimak dinamika ekonomi 2024 maka wajar bila 2025 kita lebih optimis. Hujan mulai muncul sejak ahir tahun 2024. Air adalah kebutuhan utama pertanian yang merupakan sektor utama perekonomian Lampung.

Pemerintahan Provinsi, Kabupaten dan Kota (hasil Pilkada Serentak 2024) sudah terbentuk yang akan lebih mengoptimalkan peran pemerintahan dalam pembangunan. Kondisi politik dan sosial sudah stabil kembali yang memberikan rasa aman dunia usaha. Dengan capaian yang ada pada 2024 maka diprediksi pada 2025 perekonomian Lampung akan tumbuh 4,5 – 5,5%.

Optimisme pemerintah akan menginspirasi masyarakat dan memotivasi dunia usaha untuk bekerja lebih baik. Iklim yang lebih bersahabat merupakan peluang untuk meningkatkan produksi. Kondisi infrastruktur yang bertambah dan membaik menjadi dukungan yang kuat untuk perkembangan usaha. Tantangan semua pihak (stakeholders) untuk bersinergi membangun Lampung demi kamjuan daerah dan peningkatan kesejahteraan rakyat.(***)

Diberdayakan oleh Blogger.