Muliaman D Hadad: Terkonsentrasinya Pembangunan Industri Manufaktur di Pulau Jawa Timbulkan Kesenjangan

Bandarlampung,katalampung.com-  Muliaman D Hadad, selaku Ketua Umum ISEI menyatakan, Seminar Nasional dan Sidang Pleno ISEI XIX mengangkat tema “Terobosan Mengatasi Kesenjangan Sosial dan Ekonomi”. Tema tersebut dinilai relevan dengan permasalahan yang dihadapi Indonesia hari ini. Dalam sambutan yang disampaikan di Swiss-Bel Hotel, Bandarlampung, Rabu (18/10/2017) malam itu, Muliaman mengatakan, Indonesia saat ini telah mencapai pembangunan yang luar biasa.



“Sebagaimana kita tahu bahwa pembangunan saat ini telah mencapai tingkat yang luar biasa. Kita tahu bahwa tingkat kemisknan telah berhasil dipangkas dengan signifikan dari 54% pada tahun 1999 menjadi 11% pada tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi juga mampu bertahan dengan angka rata-rata yang cukup tinggi pertahunnya,” jelas Muliaman.

Menurutnya, capaian pembangunan Indonesia belum boleh membuat kita untuk berbangga hati ataupun bertepuk dada. Perjuangan untuk pengurangan tinggkat kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan masih belum berakhir. Saat ini masih diperlukan sebuah terobosan-terobosan yang lebih efektif untuk memperbaiki keadaan.

“Persoalan kesenjangan secara umum dapat menggambarkan dua hal. Pertama, tingkat pendapatan atau kekayaan dalam suatu populasi, dan kedua, persebaran tingkat kekayaaan atau pendapatan antar daerah dalam suatu negara,” tegas Muliaman

Dalam konteks kesenjangan yang pertama, dalam laporan Bank Dunia 2016, mengungkapkan bahwa masalah kesenjangan ekonomi di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup berarti dimana 20% penduduk Indonesia yang mampu menikmati manfaat pertumbuhan ekonomi pada satu dekade terakhir ini. Sedangkan 80% penduduk lainnya belum dapat menikmapi manfaat pertumbuhan ekonomi yang optimal.

“Dalam laporan Bank Dunia mengatakan bahwa Indonesia mengalami masalah konsentrasi kesejahteraan yang cukup tinggi. Dimana 10% masyarakat Indonesia yang kaya mampu menguasai hampir 73%. Lebih menghawatirkan lagi masalah konsentrasi ini semakin tinggi,” ungkapnya

Masih berdasarkan laporan Bank Dunia, Muliaman menjelaskan, faktor-faktor yang meningkatkan kesenjangan ekonomi . Pertama, masalah ketidaksamaan dalam memperoleh kesempatan. Kedua, ketidaksamaan dalam kesempatan pekerjan. Ketiga, terkonsentrasinya aset pada kelompok tertentu, dan Low Residency

Apabila masalah tersebut tidak segera diatasi, maka Indonesia akan mengalami masalah kesenjangan sosial yang tentu saja akan semakin memburuk dimasa yang akan datang. Kesenjangan yang terus meningkat dimasyarakat ini tentu saja akan merusak kondisi sosial, rasa keadilan, stabilitas sosial ekonomi dan politik dalam jangka panjangnya.

“ISEI berpendapat bahwa untuk menghadapi masalah kesenjangan, Indonesia perlu memperkuat implementasi kebijakan yang berorientasi dan berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Diantaranya misalnya, layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, program-program pelatihan bagi angkatan kerja, kebijakan belanja pemerintah untuk pembangunan infrastruktur, serta bantuan ekonomi kepada rumah tangga yang bersifat selektif, dan pemberdayaan. Tidak kalah pentingnya, dalam implementasi kebijakan dengan prinsip kesetaraan dan keadilan bagi seluruh masyarakat,” papar Muliaman.

Sedangkan dalam konteks kesenjangan yang kedua yaitu kesenjangan ekonomi antar daerah juga tentu masih perlu banyak pemikiran dan tentu saja masih banyak masalah yang perlu segera dipecahkan. Pada masa orde baru misalanya, strategi kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia diarahkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun seperti kita ketahui bahwa kebijakan pembangunan terkonsentrasi di pulau Jawa. Akibatnya kebijakan tersebut justru memperburuk kondisi kesenjangan ekonomi antar daerah.

“Masalah kesenjangan ekonomi antar daerah meningkat karena beberapa faktor, antara lain terkonsentrasinya pembangunan industri manufaktur di kota-kota besar di pulau jawa, kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat dan Kawasan Timur, kesenjangan antara perkotaan dan perdesaan, kurangnya keterkaitan pembangunan antar wilayah, serta terabaikannya pembangunan daerah perbatasan, pesisir, dan kepulauan” Imbuh Muliaman

Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tahun 2015 menunjukan bahwa persebaran daerah tertinggal lebih banyak dikawasan timur yaitu 103 Kabupaten atau 84%. Sementara di kawasan barat ada 19 Kabupaten atau 15%. Ketertinggalan antar daerah ini harus segera diakhiri dengan mewujudkan pembangunan pada semua aspek kehidupan secara merata.

“Dalam konteks ini, ISEI berpendapat bahwa salah satu kunci pentingnya  adalah kemudahan akses bagi masyarakat daerah marginal. Untuk itu, Kami mengapresiasi  pilihan kebijakan pemerintah saat ini yang memprioritaskan pembangunan infrastruktur diluar pulau jawa,” Tutup Muliaman.

Dilaporkan oleh: Guntur Siswanto
Diberdayakan oleh Blogger.