Pengamat Ekonomi Lampung Angkat Bicara Soal Anomali Ekonomi Nasional

BANDAR LAMPUNG- Anomali kondisi ekonomi kini tengah menjadi perhatian para pengamat ekonomi. Bagaimana tidak, disatu sisi kondisi ekonomi makro nasional saat ini sedang berada di trend positif sedangkan pada sektor riil justru berada pada trend yang negatif.

Pengamat Ekonomi Lampung Angkat Bicara Soal Anomali Ekonomi Nasional
Foto: Dr. Yoke Moelgini, SE., M.Sc
Ketika perekonomian nasional tumbuh sebesar 5,01% pada kuartal 1 2017 dan nilai tukar rupiah naik sebesar 0,17% per juni 2017, sektor riil seperti konsumsi semen nasional, penjualan ritel pakaian, volume supply properti malah mengalami penurunan bahkan laba Indomaret menurun tajam sebesar 71,03% pada semester 1 2017.

Pengamat ekonomi Lampung yang juga akademisi FEB Unila, Dr. Yoke Moelgini, SE., M.Sc saat dihubungi via telpon pada Jumat (04/08/2017), mengatakan bahwa saat ini memang tengah terjadi anomali bisnis seperti apa yang banyak dikatakan oleh pengamat. Dia menegaskan bahwa inflasi hanyalah salah satu penyebab dari turunnya daya beli masyarakat.

“Daya beli masyarakat hari ini kan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah pencabutan subsidi, kenaikan harga, barang kebutuhan pokok yang relaatif naik, dan pergeseran alokasi APBN bergeser yang kebanyakan dipakai untuk pembangunan infrastruktur yang kurang melibatkan swasta,” kata Yoke dengan nada humornya.

Lebih lanjut, pengamat ekonomi Lampung ini mengatakan bahwa dalam pembangunan infrastruktur selain kurang melibatkan swasta, bahan baku untuk membangun infrastruktur juga banyak yang diimpor seperti semen, besi dan lainnya. Hal ini berdampak pada menurunnya Multiplier Effect APBN, banyak pabrik yang tutup karena tidak berproduksi yang akibatnya menimbulkan efek berantai pada sektor rill.

“Karena menurunnya daya beli masyarakat, akhirnya masyarakat akan menyusun prioritas konsumsinya seperti menghindar dari pasar modern dan lebih memilih pasar tradisional untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya sehari-hari.”

Selain menyusun priotitas konsumsi, masyarakat juga akan melakukan Down Sizing konsumsinya sehingga sesuai dengan Budget yang dimiliki, makanya untuk kebutuhan pokok seperti makan, pendidikan, transportasi, dan lainnya tidak boleh diganggu, lanjut jebolan Dokor Universitas Indonesia ini.

“Saat ini semua tergantung pada pemerintah, kalau memang pemerintah pro-rakyat, maka pemerintah tidak mungkin mengeluarkan kebijakan yang melemahkan daya beli masyarakat” jelas Yoke. 

Sebenarnya kondisi anomali ini sudah terjadi sejak awal tahun 2016, tetapi media baru mulai gencar memberitakannya akhir-akhir ini karena dinamika politik sepertinya lebih menarik perhatian ketimbang kondisi ekonomi.

Saat dikonfirmasi apakah ini adalah sinyal siklus krisis lima tahunan menjelang tahun 2018, Yoke mengatakan bahwa dia perlu mengkajinya lebih dalam tetapi jika terjadi resesi dan depresi mungkin saja.

Lebih jauh, akademisi Unila ini mengatakan bahwa meningkatnya Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan ini lebih dikarenakan orang kaya akan lebih memilih untuk men-save uangnya di bank, saham, atau emas karena jika diinvestasikan untuk bisnis saat ini kondisinya sedang tidak baik, tutup Yoke. (gsi)
Diberdayakan oleh Blogger.