Binalnya Politik Lokal Lampung
Sikap ketidakpatutan dimaksud ialah jegal menjegal
dalam pengambilan rekomendasi partai politik sehingga korban politik
berjatuhan. Mulai dari pergantian ketua partai politik ditingkat provinsi yang
disebabkan rekomendasi pusat tidak sesuai pengajuan bahkan nama yang
dikeluarkan pusat diluar pengajuan tingkat daerah dan beberapa parpol yang
tidak mengedepankan kader-kader potensinya untuk tampil dalam bursa pilkada.
Binalnya politik di Lampung dalam proses penjemputan
kertas putih bertuliskan sebuah keputusan dalam prosesi demokrasi lima tahun
sekali ini paling tidak menghasilkan beragam isu yang bertebaran diberbagai
media salah satu diantaranya ialah isu kandidat yang disokong pihak koorporasi
terbesar di Lampung.
Penyokong kandidat oleh pihak koorporasi tidak asing
lagi ditelinga kita. Saya teringat ketika pilkada Lampung 2014 silam salah satu
pasangan kandidat adalah pasangan yang menjadi sorotan publik yang disokong
oleh Sugar
Group Company. Begitu juga dengan isu yang berkembang hari ini, namun
kandidat yang disokong bukanlah yang terdahulu lagi melainkan wajah baru.
Terlepas hoax atau tidaknya, paling
tidak isu tersebut marak menjadi bahan perbincangan ditengah masyarakat
diberbagai kalangan. Pihak ketiga yang menjadi penyokong kandidat sangat
dikhawatirkan, Sebab pihak koorporasi memiliki misi terselebung dalam
kepentingan perusahaannya, misalkan persoalan HGU, Kontrak dan lainnya yang
tentunya akan merugikan masyarakat banyak.
Kandidat yang disokong oleh pihak koorporasi ditandai
dengan adanya cost politik yang
tinggi. Biasanya kandidat tersebut mampu
memborong partai politik meskipun kursi yang didapatkan sudah mencukupi. Dalam
konteks pilkada serentak di Lampung mendatang dengan binalnya kandidat yang
disokong koorporasi bisa saja melawan kotak kosong saat pencoblosan. Ruh
demokrasi lokal ialah partisipasi masyarakat dalam menentukan sikap politiknya.
Ketika partisipasi itu disempitkan, semua dimonopoli 1 kelompok kepentingan
maka matilah demokrasi di bumi Lampung.
Dalam kasus tersebut, bisa kita lihat sifat ambisius begitu melekat. Sebab jika
tidak ambisius idealnya jika sudah cukup kursi untuk berlayar dalam bursa
pilkada kandidat tersebut tidak akan mengganggu calon kandidat lain dengan
calon parpol pengusungnya. Halalnya politik ala machiavelli, Halal Haram Hantam.
Saya melihat halal baginya memotong kandidat lain dan haram baginya untuk
memberikan kesempatan kandidat lain yang menurutnya berbahaya tampil menjadi
rival diarena.
Mazhab politik Lampung hari ini saya lihat lebih condong pada ajaran machiaveli. Dimana politik bukan tentang pernyataan etis tapi
bagaimana merebut atau mempertahankan kekuasaan dengan menghalalkan segala
cara.
Tapi saya yakin dengan kesadaran politik masyarakat
Lampung yang terbilang tinggi, untuk memilih mana pemimpin yang dapat
melanjutkan pembangunan fisik maupun non fisik ke arah yang lebih baik.
Jika dikaji dari berbagai tokoh yang bermunculan dalam
muara pilkada ini memang belum ada satu kandidat pun yang kita lihat memiliki
program yang mengena ditengah masyarakat. Hanya sekedar jargon yang monoton,
seperti Bakti Untuk Lampung, Tulus Melayani Rakyat dan Lampung
Kece yang belum mampu menjawab persoalan ditengah masyarakat. Jargon
politik itu hanya sekedar political
branding kandidat. Apapun itu, indikator layaknya seorang menjadi pemimpin
bukan sekedar have much money dan
jargon politik saja akan tetapi bagaimana mereka dapat menyelesaikan
ketimpangan, kemiskinan dan keadilan di Bumi
Ruwa Jurai Ini.
Binalnya Politik Lokal Lampung
Binalnya Politik Lokal Lampung
Rosim Nyerupa
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung