Small Resarch ISEI Lampung Bahas Dampak Permasalahan Lahan Terhadap Kesenjangan Sosial Ekonomi di Lampung

BANDARLAMPUNG, katalampung.com – Gelaran Seminar Nasional dan Sidang Pleno ISEI XIX yang akan dilaksanakan pada 18-20 Oktober 2017 mendatang akan mempresentasikan hasil Small Research masing-masing yang telah ditentukan oleh ISEI Pusat. ISEI Cabang Lampung akan membahas tentang “Dampak Permasalahan Lahan Terhadap Kesenjangan Sosial Ekonomi di Lampung”.

Small Resarch ISEI Lampung Bahas Dampak Permasalahan Lahan Terhadap Kesenjangan Sosial Ekonomi di Lampung
Fitra Dharma (Akademisi FEB Unila, Pengurus ISEI Lampung)

Salah satu tim peneliti, Fitra Dharma, kepada katalampung.com mengatakan, ISEI Lampung telah membentuk tim peneliti untuk mengkaji permasalahan ini dan hasil kajian itu akan disampaikan pada Seminar Nasional dan Sidang Pleno ISEI. Menurutnya, ditunjuknya Lampung untuk membahas small researh dengan menyoroti permasalahan lahan karena Lampung termasuk wilayah yang memiliki potensi cukup besar dalam konflik lahan.

“Dari data di Polda Lampung, pada tahun 2016 terdapat 65 permasalahan yang  berpotensi konfilik. Dengan rincian, sengketa lahan antara masyarakat dengan pemerintah sebanyak 11 masalah, masyarakat dengan perusahan terkait sengketa lahan dan penjarahan sebanyak 30 masalah. Masyarakat dengan masyarakat dengan terkait kriminal, tempat ibadah, politik, lahan, batas wilayah, terdapat 24 masalah. Namun, permasalahan tersebut tidak pecah menjadi konflik karena langsung segera ditangani ,” ujar Fitra.

Saat disinggung mengenai banyaknya kasus pertanahan di Lampung, Fitra menjelaskan, maraknya kasus pertanahan yang terjadi ditengah masyarakat dewasa ini merupakan bentuk dari belum mampunya pemerintah mencapai tertib administrasi pertanahan. Sehingga memberi peluang terjadinya perselisihan baik antar individu dengan individu, individu dengan kelompok individu (masyarakat) atau bahkan masyarakat dengan pemerintah. Dan pihak-pihak yang berkonflik menyatakan paling berhak atas lahan yang di perselisihkan.

Berdasarkan analisis tim, menurut Fitra, kesimpulan dan rekomendasi dalam penelitian ini, pertama, peraturan pertanahan. Saat ini tanah sudah menjadi komoditi ekonomi dan tumpang tindihnya peraturan dan lembaga yang menangani pertanahan. Maka dari itu pertanahan harus dilindungi oleh peraturan yang tegas dan terukur serta memperjelas kepemilikan lahan masyarakat. Peraturan yang telah usang (zaman Belanda) harus diperbaharui dengan mempertimbangkan kepentingan ekonomi masyarakat.  

Kedua, administrasi pertanahan. Tidak tertibnya administrasi pengelolaan aset tanah dan overlap administrasi instansi pusat dan daerah/BUMN/BUMD. Oleh sebab itu perlu kiranya untuk memperbaharui administrasi dengan basis digital dan singkronisasi administrasi tanah dengan basis data terintegrasi.

Ketiga, Corporate Greed. Sengketa dan perkara tanah, dalam hal ini korporasi yang mempertimbangkan kepastian hukum pemilikan tanah. Untuk konflik tanah, partisipasi atau pelibatan masyarakat dalam proses bisnis.

Keempat, lanjut Fitra, Budaya Masyarakat Lampung. Berdasarkan penelitian, etika kerja masyarakat rendah dan budaya lokal kurang produktif dan lebih kearah konsumtif. Mengatasi permasalahan ini perlu kiranya dengan etika kerja yang dipacu dengan pendampingan untuk meningkatkan produktifitas. Selain itu, redefinisi budaya daerah dengan mereorientasi pada budaya yang produktif, anti malas dan menjunjung harga diri dengan berbasis pada pengetahuan, inovasi, dan entrepreneurship dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur lokal dan nasional.

Kelima, Pengetahuan dan Kreatifitas Masyarakat, yakni fenomena ekonomi digital yang lambat direspon dan kurangnya inovasi karena pendidikan masyarakat umumnya rendah. Solusi dari permasalahan ini adalah dengan meningkatkan dan memperluas pengetahuan masyarakat tentang teknologi informasi dan komunikasi. Dari segi inovasi perlu adanya teknologi tepat guna berbasis sumberdaya lokal dengan sentuhan konsep dan desain yang lebih mutakhir melibatkan perguruan tinggi setempat.

Keenam, Kemiskinan yang terdiri dari ketimpangan struktur penguasaan/pemilikan tanah dan rasio luas tanah dan pertumbuhan penduduk tidak seimbang. Mengatasinya dengan penegasan land reform dengan road map yang transparan, akuntabel, adil dan partisipatif. Tanah non produktif perlu diatur untuk dikelola kembali oleh negara, kemudian dimanfaatkan untuk pemerdayaan masyarakat.(gsu)
Diberdayakan oleh Blogger.