Global Economic Outlook 2018

BANDARLAMPUNG, katalampung.com - Isu perlambatan pertumbuhan ekonomi global muncul dengan ditandai terjadinya krisis keungan di Amerika Serikat tahun 2008. Krisis yang terjadi di negara adidaya tersebut terus menyebar luas ke berbagai negara di dunia. Meski di tahun 2009 perekonomian global sempat mengalami rebound, namun sejak tahun 2012 pertumbuhan ekonomi global tumbuh stagnan. Alhasil, di tahun 2015 rata-rata pertumbuhan ekonomi global hanya sebesar 2,6%.

Hal yang paling mencolok dari fenomena pertumbuhan ekonomi global ini adalah bergesernya predikat negara dengan GDP terbesar dari Amerika Serikat kepada Cina. World Bank mencatat berdasarkan purchasing power parity exchange rates bahwa di tahun 2015 GDP AS hanya sebesar $18 triliun sedangkan Cina hampir menyentuh $20 triliun.

Global Economic Outlook 2018


Isu perlambatan pertumbuhan ekonomi ini sepertinya masih akan terus berlanjut hingga tahun 2018 mendatang. World Bank dalam World Economic Outlook Databes October 2017, memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2017 dan 2018 hanya akan tumbuh sebesar  3,6% dan 3,7%.

Masih dari sumber yang sama, pertumbuhan di negara-negara emerging market dan developing economies diprediksi akan tumbuh lebih lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara advanced economies. Negara emerging market diprediksi akan tumbuh sebesar 4,9% pada tahun 2018 sedangkan negara advanced economies diprediksi hanya akan tumbuh sebesar 2,0% di tahun 2018.

Pesimisme proyeksi ekonomi dunia ini, kemudian diperparah dengan tidak stabilnya geopolitik di beberapa negara di dunia. Konflik di Semenanjung Korea yang tidak dapat diprediksi, kondisi politilik di Spanyol yang belum stabil, serta pemutusan hubungan diplomatik negara di kawasan Semenanjung Arab dan Qatar adalah beberapa konflik yang muncul ke permukaan.

Jika konflik ini terjadi berkepanjangan, maka bukan tidak mungkin kondisi ekonomi global akan semakin memburuk. Sebab, dalam jangka panjang konflik-konflik ini akan semakin meluas dan menjadi konflik bilateral. Karena setiap negara yang berkonflik akan selalu mencari dukungan dari negara lain.

Disisi lain, jika ditinjau dari sektor industri global, CBP mencatat pertumbuhan perdagangan dunia paling tinggi terjadi antara tahun 2010-2011 dengan angka pertumbuhan berada pada kisaran 15,5%. Angka tersebut kemudian terus menurun sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 dengan angka pertumbuhan dibawah 5%. Meski demikian, memasuki tahun 2017 angka pertumbuhan perdagangan dunia mulai beranjak naik hingga menyentuh angka 5%.

Dalam hal ini, penulis tidak mengajak pembaca untuk memandang secara pesimis perkembangan ekonomi global. Tetapi, lebih dari itu kita perlu memahami bahwa ditengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu, kita harus memahami resiko yang mungkin muncul di tahun-tahun mendatang.

Setidaknya ada beberapa faktor yang akan memengaruhi perekonomian global pada tahun 2018 mendatang. Seperti ditunjukan oleh Monday’s Investor Service ada lima faktor besar yang akan mempengaruhi perkembangan ekonomi global di tahun-tahun mendatang. Pertama, meningkatnya resiko dari eskalasi di Semenanjung Korea. Kedua, dampak potensial pada penyaluran kredit di Korea Selatan. Ketiga, dampak kredit terhadap perekonomian, fiskal, dan saluran pembiayaan. Keempat, Korea Utara memiliki peran strategis pada beberapa area kunci dari perdagangan global dan pembiayaan. Kelima, arus modal akan terkena dampak dari kebijakan ketat The Fed (Bank Central AS).

Dari pandangan Monday’s Investor Service tersebut, menunjukkan bahwa dari lima faktor yang akan mempengaruhi kondisi ekonomi global mendatang, tiga diantaranya berkaitan dengan kondisi geopolitik di Korea Utara. Dengan kata lain, konflik di Semenjung Korea akan menjadi penentu utama kondisi perekonomian gobal mendatang.

Dilaporkan Oleh: Guntur Siswanto
Diberdayakan oleh Blogger.