Ini Kronologis Pembunuhan MJS Yang Buat Komnas Anak Geram
Atas putusan bebas ini Komnas Perlindungan Anak sebagai
lembaga pelaksana tugas dan fungsi keorganisasian dari Perkumpulan Lembaga Perlindungan
Anak (LPA) Pusat akan memberikan pembelaan dan perlindungan Anak di Indonesia.
Hal itu dilakukan Komnas Anak demi memberi keadilan
bagi korban dan keluarganya serta sebagai upaya penegakan hukum terhadap
pelanggaran-pelanggaran hak anak. Selain itu mendukung penuh upaya Jaksa
Penuntut Umum untuk segera melakukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Baca Juga: PN Siantar Vonis Bebas Pelaku Kejahatan Anak, Komnas Anak Nilai Siantar Simalungun Tak Layak Bagi Anak
Baca Juga: PN Siantar Vonis Bebas Pelaku Kejahatan Anak, Komnas Anak Nilai Siantar Simalungun Tak Layak Bagi Anak
“Jika putusan kasasi
MA menguatkan putusan PN Siantar,
Komnas Perlindungan Anak akan mendesak penyidik Polri dalam hal ini
Polres Siantar untuk menemukan pelaku penganiayaan dan pembunuhan MJS si Bayi
malang ini,” kata Arist Merdeka Sirait, sebagaimana dalam surat elektronik yang
diterima katalampung.com, Jum’at (16/12).
Dijelaskan bahwa MJS (3,5) tahun, tewas ditangan MTS
(52) sahabat dari pengasuh MJS secara sadis dan tidak berprikemanusiaan. MJS
merupakan anak tunggal dari pasangan
bapak bermarga Sinaga dan ibu Maria boru Simanjuntak, warga Jln. Dalil
Tani, Gang Rebung, Kelurahan Tomuan, Kota
Siantar.
Hasil penyidikan Polri dari Polres Siantar yang
dipimpin Aiptu Marlon Siagian menemukan fakta bahwa tersangka memukul korban
dengan sekuat tenaga dibagian samping korban, lalu dipukul dibagian belakang
hingga korban terbentur ditiang broti kamar.
Setelah korban terjatuh lalu MTS bukan berhenti
menyiksanya namun justru mengulang perbuatannya dengan cara menginjak bagian
punggung korban hingga patah. Setelah diinjak, lalu MTS dengan tenangnya
meninggalkan korban MJS dirumah lalu mengunci pintu rumah korban.
Kemudian menyerahkan kunci kepada ibu pengasuh MJS
sebelum meninggalkan rumah korban, Senin, 23 Maret 2017, pukul 22 malam.
Fakta ini dikuatkan dengan hasil rekonstruksi yang dilakukan penyidik dengan
MTS dan dikuatkan pula dengan hasil
Visum yang dikeluarkan Rumah Sakit yang menyatakan bahwa MJS meninggal dunia
akibat benturan benda tumpul dibagian kepala.
Peristiwa ini berawal ketika MTS, Senin, 23 Maret 2017,
bertandang ke rumah ibu pengasuh lalu bertemu dengan MJS. MTS mengajak korban
bercanda namun ditolak oleh MJS karena korban seringkali merasa mendapat cubitan
ketika korban bercanda dengan MTS.
Atas penolakan itulah membuat MTS tersinggung dan marah
kemudian menampar, menendang serta menginjak korban secara membabi buta hingga
korban tewas.
Atas perbuatan MTS, oleh Anna Lusiana, selaku JPU Kejari Siantar dituntut dengan pasal
80 ayat (3) UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman
15 tahun penjara.
Namun, Fitra Dewi yang bertindak sebagai hakim yang
memeriksa perkara penganiayaan dan pembunuhan MJS ini justru memvonis bebas MTS
dari segala tuduhan. Hal itu membuat semua pengunjung sidang histeris dan tidak
yakin atas putusan bebas yang dibacakan Hakim Fitra Dewi.
Demi penegakan dan pemenuhan perlindungan anak di
Siantar, Komnas Anak segera bertulis surat untuk melaporkan dan mendesak Ketua
MA untuk melakukan evaluasi terhadap hakim-hakim PN Siantar. Mereka selaku
pekerja hukum seringkali melakukan putusan bebas terhadap para penjahat dan
predator anak. Perilaku itu dinilai Komnas Anak tidak sensitif dengan hak-hak
anak.
Putusan bebas atas perkara-perkara kejahatan terhadap
anak dengan alasan “Tidak Ada Saksi Yang
Melihat” seringkali menjadi alasan utama para hakim di PN Siantar memutus
BEBAS. Kondisi ini membuat gerakan pemenuhan
dan perlindungan anak di Siantar dan Simalungun menjadi terhambat.
“Ini menunjukkan bahwa Siantar Simalungun terbukti
wilayah darurat kekejahatan terhadap anak dan tak layak bagi anak. Parameternya
adalah putusan hukum bebas terhadap pelaku kejahatan terhadap anak yang tidak
sensitif pada anak dan tidak berkeadilan,” ujar Arist Merdeka Sirait.
Editor: Guntur Subing
Sumber: Rilis Komnas Perlindungan Anak
Editor: Guntur Subing
Sumber: Rilis Komnas Perlindungan Anak