Konsumsi Rokok Anak Muda Di Lampung Mengkhawatirkan
Oleh sebab itu, sekumpulan anak muda penggiat
pengendalian tembakau, kini melebur dalam sebuah komunitas Generasi Tanpa Rokok
(GETAR) Lampung. Komunitas ini berasal dari unsur mahasiswa, penulis, musisi
dan karyawan.
Terbentuknya komunitas ini berawal pengalaman pribadi
beberapa anggota komunitas yang menjadi korban perokok aktif. Bahkan ada pula anggota yang merupakan
pecandu rokok dan akhirnya memilih berhenti karena kesadaran akan bahayanya
dampak rokok.
Keprihatinan anggota komunitas juga didasari oleh
maraknya gempuran industri rokok yang meracuni generasi tanpa ampun. Gempuran-gempuran
itu dikemas melalui iklan kreatif, olahraga, dan pendidikan.
Sebelum pembentukan komunitas, anggota mengikuti
diskusi yang bertema “Rokok, Masalah Besar yang Terabaikan”
di Secret Garden, Bandar Lampung, Minggu (14/1/2018). Pegiat antirokok Ismen Mukhtar, sekaligus
inisiator Komunitas Getar Lampung, selaku pemateri mengatakan, hadirnya
komunitas ini bukan untuk memerangi para perokok.
"Merokok adalah pilihan setiap orang, tetapi yang
terpenting dalam pergerakan, kami menyelamatkan anak muda dari pengaruh
rokok," kata Ismen.
Data yang terhimpun, pecandu rokok sebagian besar
menyasar pada usia muda bahkan anak-anak dan perempuan. Untuk mengantisipasinya,
komunitas ini tidak membatasi siapapun untuk menjadi anggota. Komunitas terbuka
luas bagi masyarakat umum non partisan yang memiliki kepedulian menekan
angkatan perokok muda dan anak-anak.
Sementara, Eni Muslihah jurnalis peduli pengendalian
tembakau mengatakan, isu rokok dianggap sebagian besar media bukan isu menarik
untuk diangkat. Menurutnya, jurnalis
selaku ujung tombak pembentuk opini masyarakat juga belum semuanya memiliki
pemahaman yang seragam tentang pentingnya pengendalian tembakau di
Lampung.
"Lampung sudah punya Peraturan Daerah (Perda)
Kawasan Tanpa Rokok yang disahkan per Juli 2017 lalu, tapi belum terdengar
sosialisasi penerapan perda tersebut," katanya.
Masih jarang jurnalis mengangkat dampak isu rokok yang
lebih mendalam lagi. Padahal menurutnya, pengesahan perda tersebut lama dan
terkesan ketinggalan dibandingkan perda di daerah lain.
"Masyarakat yang beli rokok, masyarakat yang bayar
pajak, masyarakat cukai rokok bahkan masyarakat sendiri yang menanggung dampak
akibat rokok tersebut," tuturnya.
Begitu halnya dengan petani dan buruh rokok.
Menurutnya, kedua pihak tersebut justru berada pada posisi lemah. Tetapi keuntungannya justru lebih besar
diserap oleh perusahaan yang kini sahamnya sudah dikuasai oleh perusahaan bukan
milik nasional.
"Nah, kalau sudah demikian? Apa ya kita masih mau
membiarkan industri rokok menyasar pada generasi muda?," kata dia.(***)