Tim 12 Laporkan PT NTF ke LBH Bandar Lampung
Tim 12 dipimpin kordinator Taufik Ansori, didampingi
Rahmat Syahar, dan anggota lainnya, yang kini diskor kerja sementara oleh
management PT NTF, melalui pesan WhatsApp.
"Kami sudah tidak boleh kerja, sampai masalah selesai. Kami minta surat skor tidak dikasih. Boro-boro
Jamsostek," katanya menunjukkan bukti whatsapp.
Tim diterima Ketua LBH Alian Setiadi, didampingi ketua Bidang Ekosob Chandra
Bangkit, di kantor LBH Bandarlampung.
Dihadapan Tim LBH, terungkap selain persoalan
upah, juga terhadap status tenaga kerja
yang diduga melanggar UU. Karena meski sudah lebih dari satu tahun menjadi
tenaga kerja di PT NTF, tapi statusnya
tidak jelas, dan tidak diangkat menjadi
karyawan.
"Tanggal 14 Februari 2018. Pihak HRD mendatangai
para buruh ditempat kerja, dan meminta
para buruh mencabut laporan. Kami diintimidasi untuk mencabut semua laporan,
sebagian kawan mencabut karena takut dipecat dan kehilangan pekerjaan, "
kata Rijek.
Ketua LBH Bandarlampung, menyatakan bahwa aturan outsourcing sudah dicabut oleh pemerintah. Status pekerja itu hanya ada dua, tenaga kerja kotrak batas waktu maksimal satu
tahun, dan karyawan tetap.
"Sehingga ada hak-hak pekerja dan kewajiban
perusahaan, termasuk Jamsostek para
buruh. Perusahaan jangan lagi melakukan perbudakan modern. Perusahaan tidak
boleh lagi kontrak, batas 1 tahun, lebih dari itu harus diangkat. Puluhan tahun
kerja harus diangkat jadi karyawan tetap," kata Alian Setiadi.
Sebelumnya PT Nusantara Trofical Farm (NTF) diduga
melakukan perbudakan modern, terhadap
ribuan tenaga kerja tanpa membayar upah lembur dan melanggar Perjanjian Kerja
Bersama (PKB) yang dibuatnya sendiri. Upah diduga tidak sesuai UMK, dan tanpa
pengawasan Disnaker.
Kerap terjadi kesewenangan terhadap pekerja dengan
melakukan PHK sepihak, dan tenaga harian lepas tanpa jaminan Jamsostek. Terkait
masalah itu Tim 12 yang menggungat upah itu juga akan meminta perlindungan
hukum ke LBH Bandarlampung.
Ribuan tenaga kerja umumnya takut untuk protes, karena
takut kehilangan pekerjaan. Beberapa karyawan yang protes mendapatkan
intimidasi dan diskriminasi, bahkan SPSI Daerah Lampung Timur tak pedulikan
nasib ribuan tenaga kerja itu.
Informasi lain menyebutkan kuat dugaan kongkalikong
manajemen lokal, melibatkan manajer hingga mandor.
Tim 12 tenaga kerja PT NTF, sub bidang Nanas,
melayangkan protes, dan meminta perusahaan membayarkan kelebihan kerja,
terhitung sejak tahun 2015 hingga 2017.
Tim manajemen perusahaan sempat menanggapi gugatan Tim 12
atas nama sekitar 2000-an tenaga kerja, di PT NTP sub bagian Nanas itu.
“Ya, memang sejak 18 Desember 2017, kami melaporkan
kasus itu ke PC SPSI Lampung Timur, dan Disnaker Lampung Timur. Tapi kami tetap
harus berjuang sendiri. Tim 12 menyatakan siap berjuang, pekerja lain takut
tampil, karena takut di pecat, ” kata Taufik Ansori, didampingi Rahmat Syahar,
dilansir dari sinarlampung.com, Selasa (13/2).
Taufik menyatakan mereka Tim 12, mewakili 2000 pekerja
harian lepas di PT. NTF, di bagian Nanas Segar yang berada dibawah naungan
kerja PT. NTF. Periode tahun 2016 S/D Periode 2017.
“Ada kekurangan upah kami yang tidak dibayar oleh pihak
perusahaan. Kekurangan tersebut terdapat pada upah kerja pada hari keenam (6)
selama dua (2) jam dengan hitungan jam keenam (6) dan jam ketujuh (7) yang
seharusnya sudah termasuk dalam hitungan lembur tetapi dibayar dengan hitungan
jam kerja blasa,” kata Taufik.
Lalu upah pada hari ketujuh (7) yang seharusnya dibayar
dengan hitungan lembur karna bekerja pada hari libur Mingguan, setelah bekerja
selama enam (6) hari 140 jam dalam satu (1) Minggu. dan semua itu sebagaimana
yang diatur dalam UU No. 13/2003 pasal 8.
“Tetapi yang kami terima baru upah hari kerja biasa,
tidak dihitung lembur. Kami mohon maaf terlambat melaporkan permasalahan yang
terjadl pada kami selaku pekerja harian lepas dibagian nanas segar PT. NTF.
Selama ini kami tidak tau bahwa di PT. NTF Sudah ada SPSI tempat kami
mengadukan segala permasalahan yang terjadi pada kami selama ini,” katanya.
Menurutnya, mereka juga baru memahami bahwa ada
Undang-undang ataupun Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Pekerja atau
Buruh seperti mereka. “Kami baru tahu jika ada aturan ada undang undang. Selama
ini kami banyak mencari tahu, dan banyak menemukan kejanggalan manajemen PT NTF
di Lampung, yang go international,
tapi manajemennya tradisional,” katanya sambil menunjukkan bukti PKB, dan
dokumen lainnya.
Atas kekurangan upah pekerjaan itu, pihak PT NTF
diperkirakan harus membayar Rp4 miliar pertahun sejak tahun 2015, dengan
hitungan satu tahun hanya tujuh bulan, hitungan perminggu, sesuai dengan nilai
upah harian Rp76.345,-/hari.
“Tahun 2016 upah Rp65 ribu perhari. Hitung tiap minggu
saja kalikan tujuh bulan pertahun masa panen. Kami sudah banyak dengar cerita
dari para mantan peketja, dan mantan mandor tentang kondisi managemen. Tapi
kami hanya ingin upah para pekerja dubayarkan, masa iya tega keringat pekerja
itu di tilep, ” katanya kesal.
Rahmat Syahar menceritakan, atas pengaduan itu,
pihaknya TIM 12 sudah tiga kali mendapat surat panggilan pihak PT NTF untuk
melakukan pertemuan terhitung bulan Januari 2018. “Panggilan pertama kami tidak
hadir karena tanggalnya aneh, tanggal surat 30 Desember 2017, tapi diundang
pertemuan tanggal 4 Januari 2017, dan diminta bawa bukti bukti upah, ” kata
Rahmat.
Lalu, ujar Rahmat, panggilan untuk dilakukan pertemuan
ke II, di ruang HRD, tapi tidak lagi dengan kop surat NTF, tapi menggunakan Kop
PT. GGP atau PT. Great Giant Pineapple, tanggal 11 Januari 2018, ditanda tangani
Dedi A Effendie Kabag Hubungan Industrial, dan administrasi Sujarwanto.
“Dalam pertemuan itu pihak perusahaan bersedia
membayar. Tapi sekarang ada lagi undangan pertemuan ketiga pada Rabu 24 Januari
mendatang, ditanda tangani HP Operation Ass Manager, Fitriyanti, dalam surat
itu kami juga harus nembawa bukti bukti atas masalah itu,” katanya.
Rahmat menyatakan bahwa mereka juga sudah mengirimkan
surat tembusan terkait masalah itu hingga ke Polda Lampung, tapi hingga kini
belum mendapat tanggapan.
Baca Juga: PT. NTF Diduga Lakukan Eksploitasi Ribuan Tenaga Kerja
Baca Juga: PT. NTF Diduga Lakukan Eksploitasi Ribuan Tenaga Kerja
“Kami sudah banyak dapat kabar mulai dari akan
dipidanakan, pemecatan, hingga tawaran dibayarkan upah hanya untuk Tim 12 saja.
Ini masalah nasib pekerja, bukan kami saja. Saya sendiri prihatin, perusahaan
yang kelas international, tapi dibawahnya seperti ini. Pemda dan wakil rakyat,
mana pedulikan nasib kami,” ucapnya.
Terkait tenaga kerja, dalam pasal 1 angka (21)
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa PKB
adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara Serikat
Pekerja/Serikat Buruh atau beberapa Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang tercatat
pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan
pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.(sl/dde)