Ini Solusi Integeratif Perberasan Nasional Menurut Prof Bustanul Arifin
Prof. Bustanul Arifin pada acara Formath Symposium 2018--Forest Resources and Mathematical Modeling di Universitas Kyushu, Ito Campus, Fukuoka-Jepang |
“Pertama, solusi integeratif tersebut
perlu dipecahkan melalui langkah-langkah integerasi dengan pembangunan ekonomi,
yaitu fokus pada peningkatan pendapatan masyarakat, terutama di perdesaan. Dari
total 27,7 juta (10,64 persen) penduduk miskin di Indonesia, sebanyak 62,2
persen di perdesaan dan 37,8 persen di perkotaan,” ujar Prof Bustanul pada
acara Peradaban Perberasan Nasional di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa, 20
Maret 2018.
Baca Juga: Kaum Muda Pedesaan Lebih Suka Jadi Tim Sukses Pilkada Dibanding Jadi Buruh Tani
Baca Juga: Kaum Muda Pedesaan Lebih Suka Jadi Tim Sukses Pilkada Dibanding Jadi Buruh Tani
Menurut
Ekonom Senior di INDEF ini, pangsa pasar pengeluaran terhadap pangan masih amat
besar, yakni 65 persen, maka penurunan inflasi yang disebabkan oleh volatilitas
harga pangan masih tetap relevan dilakukan baik di perdesaan maupun di
perkotaan. Peningkatan pendapatan petani tidak identik dengan peningkatan
produksi pangan saja, kebijakan perberasan perlu disempurnakan dengan perbaikan
sisi permintaan pangan.
“Intinya
adalah pendapatan petani yang lebih tinggi dapat mengurangi kemiskinan di perdesaan.
Harga pangan yang lebih rendah dapat mengurangi inflasi, sehingga kemiskinan di
perkotaan dan perdesaan akan menurun. Kombinasi strategi peningkatan produksi dan
penyerapan (permintaan) produk pangan, seharusnya mampu mengatasi kemiskinan
dan mendorong stabilisasi harga pangan,” jelas Guru Besar Universitas Lampung
ini.
Kedua, Kombinasi
itu, kata Bustanul, masih perlu dijabarkan menjadi kebijakan perberasan dari
sisi suplai atau peningkatan produksi pangan melalui perbaikan manajemen
usahatani, sistem insentif baru berbasis inovasi dan teknologi baru, benih
unggul, teknik budidaya dan penangan panen-pasca panen. Selain itu, perlu pembangunan
infrastruktur perdesaan untuk mendukung rantai nilai beras dan pangan lain.
Selanjutnya,
pengembangan teknologi informasi untuk memotong rantai dan marjin biaya
tataniaga, petani dapat menerima harga lebih tinggi, konsumen membayar harga relatif
lebih rendah serta dukungan alokasi anggaran penelitian dan pengembangan
(R&D) pertanian. Juga terus melakukan follow
up kebijakan promotif untuk pengembangan bioteknologi.
Sedangkan
dari sisi demand, kebijakan
perberasan yang harus dilakukan adalah pengembangan agregator bisnis untuk
melakukan pembelian langsung dari petani dengan memanfaatkan e-commerce; pendalaman industri atau
proses hilirisasi dan pengolahan beras dan pangan lain; pemanfaatan produk
sampingan penggilingan beras seperti dedak, bekatul dan olahan lain untuk
beras; dan pemanfaatan potensi dan kearifan lokal, pengembangan industri kuliner
dan peningkatan gizi masyarakat, pengembangan kewirausahaan usaha kecil
menengah dan koperasi (UMKM) perdesaan.
“Ketiga, khusus tentang diversifikasi
pengganti sumber karbohidrat dari beras, pengembangan pangan lokal sesuai
kearifan masyarakat, seperti pemberian insentif bagi ivestasi baru yang
berabasis penguasaan teknologi tepat guna,” paparnya.
Dalam
konteks yang lebih spesifik, menurutnya, strategi diversifikasi pangan
dirumuskan untuk mencapai tingkat keseimbangan gizi, yang akan menghasilkan
dampak jangka menengah dan panjang yang lebih produktif.
Sistem-sistem
disinsentif pangan impor perlu dirumuskan secara terukur untuk memberikan
insentif pengembangan pangan lokal di daerah. Misalnya, akan sulit berharap
tepung mocaf (modified cassava flour)
dapat berkembang pesat dan menjadi andalan pengembangn pangan lokal jika pelaku
usaha masih dibebani pajak tambahan nilai (PPN) 10 persen, sementara impor
gandum tidak dikenai pajak impor.
Baca Juga: Terungkap, Berikut Fenomena Perberasan Indonesia Yang Mengkhawatirkan
Baca Juga: Terungkap, Berikut Fenomena Perberasan Indonesia Yang Mengkhawatirkan
“Keempat,
perbaikan strategi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) gizi, terutama bagi
kaum wanita dan ibu muda pada golongan menengah ke bawah. Disinilah bawha
integerasi pembangunan ekonomi, pengentasan kemiskinan dan pembangunan gizi
masyarakat, mulai dari pangan pekarangan, pos pelayanan kesehatan terpadu (Posyandu),
pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) akan saling bahu membahu mampu
berkontribusi pada pembangunan ketahanan pangan dan gizi yang lebih menyeluruh,”
tutup Prof Bustanul Arifin.
Editor: Guntur Subing