Penggarap Lahan PU Resah Atas Kegiatan Koperasi Pelita Harapan Wonomarto
SK Ditjen tersebut, yang
telah dijadikan alat (dasar hukum) pihak Koperasi Produsen Pelita Harapan Desa
Wonomarto melakukan kegiatan secara paksa terhadap masyarakat petani penggarap
lahan milik negara tersebut.
Demikian disampaikan oleh
Koordinator aksi masyarakat Sawojajar dan LSM Satu Bangsa Indonesia, Imron ST.,
saat melakukan aksi di depan kantor Gubernur Provinsi Lampung, Senin, 26 Maret
2018.
Dalam aksinya, mereka
memaparkan beberapa tindakan yang telah dilakukan oleh Koperasi Pelita Harapan,
seperti telah mengambil alih secara
paksa tanah garapan milik petani dengan cara melakukan penggusuran menggunakan
alat berat (traktor) jika tidak segera membayar sewa. Bahkan kegiatan tersebut
telah merusak tanaman milik petani penggarap, dan pelaksanaan penggusuran
selalu ada pihak kepolisian yang mengawasi pihak koperasi.
Koperasi diduga telah melakukan
pungutan sewa pertahun Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah) dan harus melunasi
untuk 5 tahun Rp. 15.000.000 (lima belas juta) jika tidak lahan di sita dengan
kata-kata eksekusi, total yang disewa koperasi 79,9 Ha.
“Koperasi juga melakukan
penebangan kayu Albasia yang masih hidup padahal kayu tersebut, ditanam sejak
tahun 1993, untuk penghijauan dan penahan tanah tanggul agar tidak longsor,
kayu tersebut dibuat kayu papan dan persegian (spanel dan bahan kusen 7x14 cm).
Serta berbentuk log (gelondongan)
yang dijual kepada CV. SWP Palembang dan PT. El Prabumulih (nama perusahaan iti
didapat dari Bp. Andika/pelaksana lapangan CV SWP),” kata Imron.
Akibat penebangan dan
penggusuran itu telah merusak tanaman partanian (kebon singkong) milik petani
penggarap. Kegiatan koperasi tersebut dilakukan di wilayah desa sawojajar, hal
tersebut berbeda wilayah desa, jika melihat dalam penggarap SK Dirjen Sumber
Daya Air seharusnya di desa Wonomarto (Desa Sawojajar telah dimekarkan sejak
tahun 2002 sedangkan SK Dirjen untuk Koperasi Produsen Pelita Harapan tahun
2002.
Dengan kondisi di atas, masyarakat
Desa Sawojajar menyatakan telah melakukan garapan lahan milik PU itu sejak
tahun 1993, dan tidak pernah melakukan perusakan bangunan jaringan irigasi dan
lain–lain.
“Kami hanya sekedar
numpang bercocok tanam. Kami masyarakat penggarap adalah warga desa sawojajar
dan tidak pernah menjadi anggota Koperasi Produsen Pelita Harapan Wonomarto,”
ujar Imron.
Menurutnya, pihaknya tidak
pernah di libatkan dalam permohonan/proposal usulan yang dibuat koperasi kepada
pihak Kementrian Sumber Daya Air.
“Besar sewa lahan milik
negara itu ditentukan pihak koperasi secara sepihak sebesar Rp.
3.000.000,-/tahun padahal jika melihat dalam perjanjian sewa menyewa antara
koperasi dengan BBWSMS/PU. Sebesar Rp. 489.235/tahun, hal itu sangat memberatkan,”
tambahnya.
Jika melihat perjanjian
antar koperasi dan BBWSMS/PU tentang sewa menyewa yaitu pihak kesatu
(BBWSMS/PU), pihak kedua Koperasi Produsen Pelita Harapan Wonomarto. Jika pihak
koperasi menyewakan lagi dengan petani (bukan anggota koperasi) berarti telah terjadi pihak koperasi telah
melakukan sewa dengan pihak ke tiga.
Hal tersebut telah
melanggar ketentuan pihak BBWSMS/PU, berdasarkan surat edaran no hk.01.01/SNVT-BBWSMS/08/01/2011
tanggal 20 Januari 2011, yang ditandatangani Bp Sutrisno. Pada poin 4 yaitu
tanah yang sudah dibebaskan pemerintah tidak diperbolehkan untuk disewakan atau
dikontrakan kepada pihak ke tiga dengan alasan dan dalih apapun.
“Kami mohon ditinjau
kembali surat persetujuan dari BBWSMS/PU No.091/PPNS-DIRJEN SDA/III/2018
tanggal 13 Maret 2018 yang ditandatangani oleh Pejabat Penyidik PNS Dirjen
Sumber Daya Air BBWSMS, Yusen Kaesaline, SE, MM yang menyetujui penebangan kayu
yang masih hidup sebagai pelindung/penahan tanggul di sepanjang saluran yang
masih dilakukan oleh Koperasi Produsen Pelita Harapan Wonomarto,” kata Imron.
Pihaknya juga memohon
kepada Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PU. Untuk melihat kembali proposal
usulan pihak koperasi untuk menyewa tanah milik negara tersebut No. 03/KOP/P.H-WN/VII/2013
tanggal 2 September 2013.
“Karena kami yakin ada
dugaan kebohongan alasan koperasi yang menyatakan kondisi tanah negara tersebut
merupakan semak belukar atau terlantar
belum digarap. Padahal kondisi sebenarnya tanah tersebut telah di garap
sejak tahun 1993 oleh petani.”
“Kami masyarakat Desa
Sawojajar akan mengikuti peraturan pihak BBWSMS/PU, kalau harus melakukan sewa
kami bersedia tetapi melalui koperasi/BUMD/organisasi LSM SABA Desa Sawojajar bukan
melalui Koperasi Produsen Pelita Harapan Desa Somomarto,” tutup Imron.
Dilaporkan
Oleh: Cholik Dermawan