SPRI Nilai PKH dan Rastra Gagal Atasi Kemiskinan
KATALAMPUNG.COM –
Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) menilai Program Keluarga Harapan
(PKH) dan Program Beras Sejahtera (Rastra) gagal mengatasi kemiskinan dan
mengandung banyak masalah. Hal itu terungkap saat SPRI melakukan aksi di depan
Kantor Wali Kota Bandar Lampung, Kamis, 8 Maret 2018.
Foto (1) Massa SPRI saat menuju halaman depan gedung kantor Walikota Bandar Lampung, Kamis, (8/3) |
Aksi
yang dimulai dari Bundaran Tugu Adipura (Bunderan Gajah) menuju Kantor Wali
Kota Bandar Lampung, kemudian dilanjutkan ke Kantor Gubernur Lampung ini diikuti oleh ratusan peserta yang sebagian
besar adalah ibu-ibu. Menurut keterangan Ketua Umum SPRI Marlo Sitompul, aksi
ini digelar di dua kota, yakni Bandar Lampung dan Bogor.
Dalam
pernyataan sikapnya, SPRI menilai program PKH dan Rastra memiliki banyak
masalah seperti manfaat kedua program tersebut yang kecil dan tidak bisa
menutup beban ekonomi rumah tangga miskin. Jumlah anggaran untuk program rakyat
miskin ini jauh di bawah anggaran untuk pembayaran cicilan utang negara dan
pembangunan infrastruktur.
Program
PKH dan Rastra, menurut SPRI, tidak menjangkau seluruh rakyat miskin. Mengacu
pada survei yang ditetapkan hanya ada 28,4 juta keluarga miskin (setara dengan
96 juta jiwa). Tahun ini, memang pemerintahan Jokowi menambah jumlah penerima
PKH menjadi 10 juta keluarga sangat miskin dan Rastra sebanyak 15,5 juta
keluarga miskin.
Namun,
penambahan jumlah penerima manfaat tersebut sebetulnya justru mencerminkan
ketidakakuratan data rakyat miskin dan klasifikasi berdasarkan peringkat kesejahteraan
yang digunakan saat ini. SPRI menilai cara mengklasifikasi rakyat miskin saat
ini tidak tepat dan cenderung mencerminkan pemerintah berusaha membatasi
sekaligus mengutak atik penerima program agar sesuai dengan alokasi anggaran
yang kecil.
“Kita
bisa melihat dengan mudah buktinya ditengah keadaan ekonomi saat ini. Perbedaan
beban hidup warga yang hampir miskin dan miskin sangat tipis. Terjadi sedikit
saja kenaikan harga, maka keluarga yang disebut ‘hampir miskin’ itu akan tergelincir ke dalam kemiskinan. Selain itu,
harga 40% keluarga miskin dari seluruh jumlah penduduk Indonesia juga bisa
dipertanyakan, mengingat banyak kalangan akademisi dan peneliti yang meragukan
metode pemerintah dalam menentukan jumlah keluarga miskin,” ujar Marlo Sitompul
dalam pernyataan sikapnya.
Foto (2) Massa aksi SPRI duduk di tangga gedung kantor Walikota Bandarlampung, Kamis (8/3) |
Selain
itu, survei yang dilakukan pemerintah untuk menetapkan angka miskin pun tidak
melibatkan partisipasi masyarakat miskin. Program ini juga dinilai rentan
penyelewengan karena Kementerian Sosial tidak mengumumkan kepada rakyat miskin
tata cara atu mekanisme untuk mendapatkan Program PKH dan Rastra.
Menyikapi
beragam persoalan itu, dalam aksinya, SPRI menyampaikan lima tuntutan, antara lain rombak ulang Basis
Data Terpadu (BDT); ubah garis kemiskinan dari 1 USD menjadi 2 USD sehari;
libatkan rakyat miskin dalam penetapan BDT dan garis kemiskinan; perbesar
anggaran Bansoss PKH-Rastra; dan alihkan Dana Hutang Luar Negeri untuk Bansos
PKH-Rastra.
Dilaporkan Oleh: Cholik Dermawan