Pengamat Hukum Sesalkan Polda Tolak Laporan Wartawan Terkait Rakata
![]() |
Yusdianto, Pengamat Hukum Universitas Lampung |
Menurut
Yusdianto, tidak rasional bila tim penyidik menilai laporan tidak ada korban
langsung. Padahal dalam UU ITE Nomor 11 tahun 2008 sudah jelas.
"Seharusnya
tidak boleh, harus dilihat dulu karena ini terkait dengan undang-undang ITE,
kan tentu ada konten yang digunakan. Berbeda dengan pidana," kata
Yusdianto, saat dihubungi Senin (23/4).
Mahasiswa
S-3 di Universitas Padjajajaran, menerangkan perkara yang terkena UU ITE sejauh
ini tidak melihat ada korban langsung.
"Kan
tidak, karena bukan unsur pidana, seharusnya melihat perkaranya itu dari sudut
pandang UU ITE bukan pidana, begitu," kata Dosen Hukum Tata Negara ini.
Untuk
itu, ia mempertanyakan sikap pihak kepolisian yang tidak menerima laporan dari
masyarakat.
"Itu
laporan seharusnya kepolisian menerima dulu dan menelusuri laporan tersebut,
baru diputuskan dalam gelar perkara. Tidak boleh ditolak. jadi justru kita
menyeselakan atas tindakan keputusan mereka (polisi). Karena seharusnya laporan
masyarakat harus diterima," pungkas dia.
Seharusnya,
lanjut Yusdianto, laporan itu diterima lebih dahulu, sehingga nanti pihak
polisi dapat mengundang saksi ahli yang memiliki kapasitas didalamnya untuk
melakukan pengkajian unsur didalamnya.
"Jadi
setelah itu, pihak polisi bisa memutuskan apakah perkaranya diterima,
dilanjutkan atau tidak," kata Yusdianto.
Bahkan
ia pun sangat mendukung laporan dari Aliansi Pers Lampung Peduli Demokrasi
untuk diterus dilanjutkan.
Sementara,
Kapolda Lampung Inspektur Jenderal Suntana meminta para jurnalis yang tergabung
dalam Aliansi Pers Peduli Demokrasi, untuk melengkapi bukti permulaan, terkait
pelaporan Direktur Rakata Institute Eko Kuswanto, atas dugaan membatasi kerja
jurnalis, dan melecehkan profesi wartawan.
"Perlu
dicarikan bukti-bukti lainnya," ujarnya kepada Lampung Post, Senin (23/4/2018).
Menurut
Suntana, tidak benar jika laporan tersebut ditolak. Menurut dia, penyidik masih
membutuhkan alat bukti lainnya, agar pasal-pasal yang disangkakan bisa memenuhi
unsur. Karena pada laporan pertama, masih baru terdapat unsur dugaan.
"Kan
ada proses konsultasi paska ke SPKT, apa yang dilaporkan harus sesuai fakta,
baru dibuat LP, kalau belum harus didalami dahulu. Jatuhnya Polda
Berhutang," kata mantan Wakapolda Metro Jaya itu.
Sebelumnya,
Polda Lampung menolak laporan dugaan pelecehan profesi Jurnalis yang dilakukan
oleh Direktur Eksekutif Rakata Institute Eko Kuswanto. Polda beralasan
penolakan laporan yang diajukan oleh aliansi pers Lampung peduli demokrasi
tersebut, tidak memenuhi unsur pelecehan sesuai dengan materi pengaduan.(Baca: Polda Lampung Tolak Laporan Dugaan Pelecehan Profesi Wartawan)
Pelaporan
itu disampaikan Erlan wartawan dari biinar.com bersama puluhan wartawan di
Lampung, Senin (23/4/2018).
Erlan
didampingi puluhan wartawan menceritakan, awalnya dirinya bersama puluhan
wartawan lain mendatangi SPK Polda Lampung. Namun, selang tiga puluh menit di
SPK, perwakilan jurnalis diarahkan ke Kasubdit II Cyber Crime Polda Lampung.
"Disana
mereka bertemu dengan tiga orang staf Kasubdit II Dirkrimsus. Disana mereka
disuruh menunggu kembali selama satu jam, sebab Kanit II Subdit Cyber Crime
Kompol Arif Rachman Hakim Rambe sedang di luar," ujarnya, Senin (23/4/20
Setelah
Kanit II Subdit Cyber Crime datang, baru diputuskan barang bukti laporan yang
diajukan tidak memenuhi unsur dugaan pelanggaran UU ITE.
"Sempat
ada perdebatan juga didalam sana. Kenapa polda berkesimpulan laporan ini
mentah, alasannya barang bukti belum memenuhi unsur," ujarnya. (*)