Untuk Apa Saja Utang Indonesia, Ini jawaban Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko (DJPPR)

JAKARTA, KATALAMPUNG.COM - Desas desus tentang utang Indonesia kepada asing terus mewarnai kehidupan sosial, ekonomi dan politik di Indonesia. Utang Indonesia yang diperkirakan mencapai Rp 7000 trilyun menghiasi laman-laman media sosial. Lalu seperti apa utang Indonesia dan untuk apa utang Indonesia dengan jumlah yang besar tersebut?

Untuk Apa Saja Utang Indonesia, Ini jawaban Dirjen Pengelolaan Pembiaan dan Resiko (DJPPR)
Direktur Jenderal (Dirjen) DJPPR Luky Alfirman memaparkan penggunaan utang Indonesia kepada awak media pada acara Media Briefing Pengelolaan Utang Pemerintah Pusat di ruang media Gedung Djuanda 1 Kementerian Keuangan, pada Jumat (06/04).


Pada acara Media Briefing Pengelolaan Utang Pemerintah Pusat di ruang Media Gedung Djuanda 1 Kementerian Keuangan pada Jumat, (06/04). Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko (DJPPR) menjawab pertanyaan mengenai penggunaan utang Indonesia

Direktur Jenderal (Dirjen) DJPPR Luky Alfirman mengatakan utang Indonesia digunakan untuk belanja produktif. Utang dibelanjakan pada sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan perlindungan sosial serta peningkatan DAK Fisik dan Dana Desa.

Menurutnya, berdasarkan data tahun 2015-2017, masing-masing besarannya untuk pendidikan Rp1.167,1 triliun, kesehatan Rp249,8 triliun, perlindungan sosial Rp299,6 triliun, serta DAK Fisik dan Dana Desa sebesar Rp315,9 triliun.

"Utang dipakai buat apa? Sesuatu yang produktif seperti infrastruktur dan investasi SDM. Investasi itu benefitnya dinikmati oleh generasi yang akan datang," jelas Dirjen DJPPR sebagaimana dilansir dari laman resmi Kementerian Keuangan RI, Jum’at (6/4).

Berdasarkan data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) sampai dengan akhir Januari 2018, total utang Pemerintah adalah Rp3.958,66 triliun dan utang luar negeri swasta sebesar Rp2.351,7 triliun ($174,2 miliar dengan kurs Rp13.500 per USD) sehingga jika keduanya dijumlahkan menjadi sebesar Rp6.310,36 triliun.

Ia memastikan jumlah itu jauh di bawah Rp7.000 triliun. Rasio utang masih aman di angka 2,94%, dijaga di bawah 3% serta tidak melebihi 60% dari PDB.

Namun, Dirjen DJPPR mengingatkan bahwa Indonesia tidak boleh terlena dengan level aman tersebut. Oleh karena itu, DJPPR menyiapkan beberapa tindakan antisipatif seperti Crisis Manangement Protocol (CMP) berupa pengklasifikasian tingkat krisis kondisi Pasar Surat Berharga Pemerintah (normal, waspada, siaga, krisis) dan Bond Stabilization Framework (BSF) berupa pembelian kembali SBN.(kmk/dde)
Diberdayakan oleh Blogger.