BEM FEB Unila Kecam Tindakan Represif Aparat Terhadap Massa Aksi Peringatan 20 Tahun Reformasi
KATALAMPUNG.COM - Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (BEM FEB Unila) menyayangkan dan mengecam tindakan
represif aparat Kepolisian terhadap massa aksi Peringatan 20 Tahun Reformasi di
Depan Istana Merdeka, Senin 21 Mei
2018.
Untuk itu BEM FEB Unila
mengajak seluruh elemen mahasiswa bersatu.
Gubernur BEM FEB UNILA Mauldan Agusta |
Berikut Pernyataan Sikap BEM FEB Unila yang
disampaikan oleh Gubernur BEM FEB Unila Mauldan Agusta:
Indonesia
merupakan negara demokrasi yang menjamin kebebasan warga negaranya untuk
berpendapat dan berekspresi dan itu jelas dijamin UUD 1945 pasal 28 E ayat 3
yang menyatakan "setiap orang berhak
atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat".
Kebebasan berpendapat
merupakan sebagian besar dari Hak Asasi Manusia dan dijamin oleh Deklarasi
Universal Hak-Hak Asasi Manusia PBB, tepatnya dalam pasal 19 dan 20 ayat 1.
Pasal 19 mengatakan "Setiap orang berhak atas
kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan
mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari,
menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dengan cara apa pun juga dan
tidak memandang batas-batas". Sementara pasal 20 ayat 1 berbunyi "Setiap orang mempunyai hak
atas kebebasan berkumpul dan berpendapat".
Negara
Indonesia yang menjamin kebebasan berpendapat setiap warga masyarakat seharusnya bersifat terbuka
terhadap kritik yang mengalir. Karena kritik itu merupakan bentuk kesadaran yang didasari cinta terhadap
negara Indonesia. Terlebih lagi yang menyampaikan aspirasi ini adalah mahasiswa sebagai kaum
elite terdidik yang merupakan penyambung lidah antara masyarakat dan pemerintah. Aspirasi yang disampaikan
tentu berdasar pada kondisi dan kebutuhan masyarakat hari ini.
Momentum
Peringatan 20 Tahun Reformasi, 21 Mei 2018,
bertempat di depan istana merdeka harusnya didengarkan oleh pemerintah dengan
hadir di antara massa aksi yang menyampaikan aspirasi. Karena yang disampaikan
bisa menjadi evaluasi bagi pemerintah sehingga mendapatkan proyeksi dan solusi
untuk ke depannya. Bukan
malah membubarkan paksa massa aksi dengan tindakan yang tidak manusiawi.
Harusnya, aparat kepolisian
mengawal aksi dengan damai,
karena polisi harus
bertindak mengayomi masyarakat. Apalagi
mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat
itu sendiri. Seharusnya pihak kepolisian melakukan
tindakan yang mengendepankan
komunikasi, bukan dengan tindakan yang tidak manusiawi.
Jelas
ini tindakan biadab dan merupakan salah satu bentuk pengkerdilan Gerakan Mahasiswa. Mereka, para
aparat telah mencederai momentum
peringatan Demokrasi. Mereka memukul paksa massa aksi dengan brutal sampai 7 orang mahasiswa
harus dirawat di IGD Rumah Sakit Tarakan.
Ini jelas tidak menunjukkan jiwa pengayom dari kepolisian.
Atas
kejadian ini seluruh elemen mahasiswa harusnya bisa bersatu tanpa terkecuali,
baik itu mahasiswa yang tergabung dalam organisasi internal kampus, eksternal
kampus bahkan mahasiswa yang tidak berorganisasi harus bersatu mengecam
tindakan tersebut. Untuk itu mahasiswa harus menuntut
POLRI meminta maaf atas insiden tersebut,
serta memproses secara
hukum
oknum yang melakukan tindakan memalukan ini
melalui DIV PROPAM MABES POLRI serta
bertanggungjawab atas kesembuhan mahasiswa yang sedang dirawat.
Tidak
ada jalan lain seluruh elemen mahasiswa harus bersatu mengecam tindakan
tersebut, karena kejadian kemarin bukan tentang siapa dan apa latar belakang
organisasi mahasiswa yang menyampaikan aspirasi tapi tentang kekerasan yang
dialami mahasiswa yang menyampaikan aspirasi
karena sadar akan kondisi hari ini.
Kalau
ingin gerakan mahasiswa jaya kembali,
maka seluruh elemen mahasiswa harus bersatu agar ke depannya tidak ada lagi
tindakan represif yang dilakukan aparat kepada mahasiswa yang menyampaikan
aspirasi.
Memukul
mahasiswa sama dengan memukul rakyat Indonesia.
Atas Nama Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Lampung, Mauldan Agusta.