Pelaku Kampanye Hitam (black campaign) Harus Dipidana
Koordinator FMTL, Hary Kohar |
"Paskareformasi
1998, kita sudah sepakat berdemokrasi. Jangan sampai, kesepakatan tersebut,
dirusak oleh mereka dengan cara kampanye hitam," ujar Hary Kohar,
koordinator FMTL, Rabu (9/5).
Dalam
Undang-Undang Pilkada No.10 Tahun 2016, kampanye hitam tidak diperbolehkan.
Kampanye yang dilakukan hanya untuk menjatuhkan lawan politik, calon lain,
lewat isu, desas-desus.
Hary
Kohar menyatakan Pasal 69, UU No. 8 Tahun 2015 berisi sanksi bagi pelaku
"black campaign"
berupa pidana penjara tiga bulan hingga 18 bulan dan denda paling sedikit
Rp600 ribu sampai Rp6 juta.
Kampanye,
menurutnya, harusnya ajakan memilih kepada pemilih dengan menekankan pada visi,
misi dan program calon kepala daerah yang diusungnya. Meski, dalam
penyampaiannya dianggap negatif bagi calon lain.
Alasan
Hary Kohar, kampanye negatif berdasarkan fakta. Sedangkan kampanye hitam
berasal dari desas-desus, rumor, yang tak ada kaitan dengan visi dan misi
pasangan calon yang hendak dibidiknya.
Dicontohnya,
salah satu calon menyampaikan misinya selesaikan kemacetan kota dengan menata
kembali lalu lintas, pembanguan jalan alternatif, atau memecahnya lewat
pembangunan kota baru.
Pasangan
calon tidak perlu tersinggung ketika program- programnya dikritik oleh pasangan
calon lain.
"Hal
semacam ini masuk kategori kampanye negatif. Sedangkan kampanye hitam lebih
mengedepankan wilayah privat dalam ranah wilayah publik," urai Hary Kohar.
Dia
berharap aparat yang berwenang, antara lain panwas, pihak kepolisian, jangan
ragu-ragu untuk menyeret para pelaku kampanye hitam demi tegaknya demokrasi.
(*)