SPRI Minta Pemerintah Mengubah Garis Kemiskinan, Kriteria Miskin, dan Perbaiki BDT


KATALAMPUNG.COM - DPW Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) melaksanakan aksi damai dari Tugu Adipura menuju Kantor Wali Kota Bandarlampung. Mereka menuntut Pemerintah agar segera mengubah Garis Kemiskinan, Kriteria Miskin, dan Perbaiki BDT.


SPRI Minta Pemerintah Mengubah Garis Kemiskinan, Kriteria Miskin, dan Perbaiki BDT


Marina selaku Koordinator Aksi mengatakan Garis Kemiskinan adalah cara pemerintah mengukur seseorang disebut miskin atau tidak. Pemerintah menetapkan bahwa seseorang yang pengeluaran per bulannya sebesar Rp. 401.220 ribu dinyatakan miskin.

"Jadi rata-rata orang yang disebut miskin adalah orang dengan pengeluaran konsumsi sehari Rp. 11 ribu atau kurang. Besaran garis kemiskinan ini jelas-jelas tidak masuk diakal dan harus diproses untuk diubah," jelas Marina, di depan kantor Wali Kota Bandarlampung, Rabu 17 Oktober 2018.

Padahal, lanjutnya, saat ini Indonesia sudah termasuk ke negara berpendapatan menengah (middle income countries) yang artinya pendekatan kemiskinan berdasarkan kebutuhan dasar tidak mencukupi.

“Jika kita pakai pendekatan yang kontemporer antara lain seperti pendekatan kapasitas, maka jumlah penduduk miskin akan lebih besar lagi dari pada angka konservatif berbasis perdekatan kebutuhan dasar, yang menurut BPS saja masih besar,” tambahnya.

Menurutnya, kriteria miskin adalah cara pemerintah untuk melakukan rangking atau pemeringkatan keadaan kemiskinan keluarga. Sedangkan di Jakarta Gubernur Anis menetapkan kriteria miskin seperti rumah tangga tidak memiliki AC, rumah tangga tidak memiliki tabung gas lebih dari 5,5 kg, rumah tangga dengan bahan bangunan utama atap rumah terluas bukan dari genteng/beton, dan rumah tangga tidak memiliki mobil.

Sedangkan menurut, Kementerian Sosial RI, ditetapkan kriteria miskin seperti tidak mempunyai sumber pencaharian, mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, mempunyai pengeluaran sebagian besar digunakan untuk memenuhi konsumsi makanan pokok dengan sangat sederhana, dan mempunyai sumber air minum berasal dari sumur atau mata air yang tidak terlindung.

Basis data terpadu (BDT) adalah sistem data elektronik yang memuat informasi sosial, ekonomi, dan demokrasi dari 40 persen keluarga dengan status kesejahteraan terendah di Indonesia. BDT membagi status kesejahteraan keluarga miskin menjadi beberapa kelompok seperti sangat miskin, miskin, hampir miskin.

"Basis data terpadu (BDT) disusun berdasarkan hasil mekanisme pemuktahiran mandiri (MPM), diadakan setiap satu tahun sekali. Seluruhnya menerima bantuan sosial (bansos) PKH-RASTRA-BPNT  Bersumber dari BDT," paparnya.

Garis kemiskinan dan kriteria miskin merupakan alat ukur untuk menyaring data warga ke dalam BDT. Sangat disesalkan penyusunan dan pendapatan BDT dilakukan tertutup oleh kementerian RI dan TNP2K tanpa melibatkan rakyat.

Sementara itu, Ada tiga kenapa penetapan jumlah keluarga miskin sengaja dibuat sedikit, antaranya pemerintah ingin selalu menjaga citra politiknya, dana yang digunakan untuk program banguan sosial jumlahnya sangat terbatas, karena desakan dari kreditur (negara pemberi pinjaman hutang) pemerintah harus memastikan agar dana APBN bisa membayar cicilan luar negeri.

"Jika garis kemiskinan, kriteria miskin, dan basis data terpadu (BDT) tidak diubah, maka jangan berharap rakyat miskin dan basis akses program bantuan sosial dari pemeringah pangkal masalah terhadap carut marutnya data penerima bangunan sosial," tutupnya.(cholik)
Diberdayakan oleh Blogger.