From FDI to DNI: Simalakama Efek Perang Dagang

OPINI - Bloomberg (22/10) menulis judul yang cukup mendebarkan (saya kira) ; “Asia Tenggara menikmati booming investasi, Terima Kasih untuk Perang Dagang”. Begitu judulnya.

From FDI to DNI: Simalakama Efek Perang Dagang
Muslimin
Dosen FEB Unila/Komtap Pemantauan Pelayanan Ekonomi Daerah KADIN Lampung

Perang dagang dimaksud tentu adalah antara Amerika Serikat dan China, terkait dengan neraca transaksi berjalan antarkedua negara. Dalam perang dagang tersebut, Amerika Serikat cukup tertekan dengan strategi dagang China yang cukup ekspansif masuk ke pasar Amerika Serikat. Amerika Serikat melihat China terus membiarkan Yuan tetap lemah terhadad dollar. Dengan cadangan devisa terbesar di Dunia, kurs Yuan tidak mencerminkan nilai wajar terhadap dollar, namun China tetap menjaga kursnya tetap lemah terhadap dollar. Pertimbangannya adalah untuk menjaga industri dalam negerinya. Input produksi semua dibayar dengan Yuan, harga jual menjadi sangat murah ketika masuk Amerika, yang menyebabkan barang-barang produksi China membanjiri pasar Amerika. Dan Amerika meradang, lalu, peranglah mereka dengan memainkan tarif impornya. 

Lalu Bloomberg mengabarkan bahwa Asia Tenggara ketiban pulung investasi langsung. Berbeda dengan pepatah yang bilang; “Gajah bertarung, pelanduk mati ditengah-tengah”. Ini tidak, justru malah dapat timun berupa investasi langsung berupa FDI (Foreign Direct Investment). Akibat perang dagang itu, FDI Vietnam melonjak 18% pertama kalinya sejak sembilan bulan terakhir.Thailand melonjak lebih tinggi sebesar 53%, bahkan Philliphina naik lebih dari 700%. Dan Indonesia tidak ada kabarnya di artikel itu, pada saat Malaysia, negara serumpun, dikabarkan akan menerima juga relokasi perusahaan dari China. Disitulah saya merasa sedih dan bertanya; mengapa?.

Empat alasan mendasar yang disebutkan pada artikel itu oleh ekonom dari Natixis Asia Ltd, mengapa negara-negara tersebut mendapat manfaat FDI dari perang dagang China – Amerika adalah; (1) pasar dengan pertumbuhan yang tinggi, (2) biaya produksi yang rendah, (3) liberalisasi perdagangan dan (4) risiko geo-politik. Saya jadi bertanya-tanya; apa karena alasan-alasan tersebut, karena tidak mendapat jatah relokasi FDI, lalu muncul relaksasi DNI (Daftar Negatif Investasi)?. Kebijakan relaksasi DNI ini, cukup mendapat respon dengan nuansa yang meresahkan kalangan bisnis.

Keempat alasan itu, mungkin saja memiliki benang merah dengan dikeluarkannya kebijakan relaksasi DNI, untuk itulah kita coba sama-sama untuk meninjaunya.

Pertama adalah alasan pasar. Indonesia adalah pasar terbesar di Asean, dengan populasi terbesar (±259,1 juta) dan GDP terbesar (±34,7%). Jika hanya alasan pasar, seharusnya akan banyak relokasi FDI yang masuk ke Indonesia, karena akan lebih murah jika lokasi produksi mendekati pangsa pasar. Namun, sepertinya memang bukan alasan pasar, tetapi soal biaya produksi, yang jika dibandingkan dengan negara Asean lainnya, Indonesia memang tidak kompetitif. Dari sisi Indeks Biaya Produksi (manufacturing), Indonesia berada pada peringkat 19, sedangkan negara Asean lainnya berada diatasnya, yaitu; Thailand (14), Malaysia (17), dan Vietnam (18).

Selain persoalan biaya produksi, Indonesia juga dinilai kurang melakukan liberalisasi perdagangan, sehingga perusahaan-perusahaan itu tidak mau merelokasi investasinya di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada  Indeks Keterbukaan Perdagangan. Indeks ini, Indonesia berada pada ranking ke-133, jauh dibawah Vietnam yang menempati urutan ke-5 dari sisi liberalisasi perdagangannya. Untuk Malaysia urutan ke-18, dan bahkan pesaing baru Indonesia, yaitu Kamboja, berada diurutan ke-24. Dari aspek liberalisasi perdagangan, Indonesia masih dinilai tidak liberal dibandingkan negara Asean lainnya. 

Bagaimana dengan aspek geo-politik?. Dari aspek risiko politik jangka pendek, Indonesia, Vietnam, Malaysia dan Thailand dikatagorikan dengan risiko politik yang relatif rendah. Dari skala 1 – 7, kesemua negara tersebut memiliki skor yang sama, yaitu 2. Untuk risiko politik jangka panjang, dengan skala yang sama, Indonesia, Malaysia dan Thailand berada pada kluster yang sama, dengan skor 3, lebih baik dari Vietnam (4) dan Kamboja (6). Pada konteks risiko geo-politik, Indonesia sebenarnya memiliki skor yang relatif menjanjikan untuk kestabilan berusaha. 

Menilik alasan-alasan larinya FDI ke negara-negara Asean selain Indonesia tersebut, jika mengacu pada empat alasan di atas, maka faktor biaya produksi dan liberalisasi lah yang menyebabkan Indonesia tidak kompetitif di mata para pelaku bisnis intenasional. Pada konteks demikian, langkah pemerintah mengeluarkan kebijakan relaksasi DNI dapat dipahami dari sudut pandang masuknya FDI. Namun demikian, jika langkah kebijakan tersebut dilakukan, relaksasi DNI akan mendorong terjadinya ekpansi besar-besaran pelaku bisnis internasional pada pasar domestik. Dengan kemampuan efisiensi dan efektifitasnya, pelaku bisnis internasional akan menggulung pelaku-pelaku bisnis dalam negeri.

Untuk kepentingan nasional, pemerintah hendaknya membenahi dulu indeks biaya produksi melalui regulasi-regulasi anti-biaya tinggi. Dengan berkembangnya revolusi industri 4.0., segala regulasi yang berkaitan dengan bisnis hendaknya dapat dilakukan secara online, yang lebih mampu memperkuat transparansi dan memangkas biaya-biaya “pergaulan birokrasi” yang cenderung mahal. Sebelum pemerintah melakukan relaksasi DNI, aspek efisiensi birokrasi terlebih dahululah yang harus dibereskan, setelahnya silahkan melakukan kebijakan-kebijakan yang membuka liberalisasi yang terkendali. Meningkatkan aspek liberalisasi bukan berarti mematikan industri dalam negeri. China adalah salah satu contohnya. Angka indeks liberalisasi China memiliki skor dibawah Indonesia, namun dapat menciptakan perusahaan-perusahaan domestik yang mampu bersaing secara global.

Jadi, relaksasi DNI, yang mampu meningkatkan indeks liberalisasi perdagangan, bukanlah satu-satunya jalan untuk menarik FDI. Lihatlah China. Tabik. 

From FDI to DNI: Simalakama Efek Perang Dagang
Oleh: Muslimin
Dosen FEB Unila/Komtap Pemantauan Pelayanan Ekonomi Daerah KADIN Lampung
Diberdayakan oleh Blogger.