Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung


KATALAMPUNG.COM – Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung menggelar Diskusi Perkembangan Perekonomian Terkini Provinsi Lampung dengan tema “Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung”. Diskusi ini merupakan rangkaian acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Provinsi Lampung Tahun 2018 dan Lampung Economic Outlook 2019.


Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung


Acara yang diselenggarkan di Auditorium Lt.4 KPw Bank Indonesia Provinsi Lampung, Selasa, 18 Desember 2018 ini dimoderatori oleh Dr. Ayi Ahadiat (Ketua ISEI Lampung), dengan narasumber Dr. Hendri Saparini (Ekonom Nasional), Meily Ika Permata (Kepala Tim Pengembangan Ekonomi KPw BI Provinsi Lampung) dan Prof. Ir. Yazid Bindar M.Sc., Ph.D, IPM (Itera).

Mengawali diskusi, Dr. Ayi Ahadiat mengatakan Pertumbuhan Ekonomi Lampung berada di atas Ekonomi Nasional serta inflasi yang terjaga. “Tetapi fenomenanya sama seperti fenomena ekonomi nasional. Kita tergantung pada produk primer, yang tentunya jika ini dipelihara akan menjadi stupidity (kebodohan),” paparnya.

Ia mengharapkan diskusi ini dapat memberikan pencerahan, dengan mengupas tentang masa depan ekonomi Lampung. Ia meyakini Lampung akan menjadi “Panggung Masa Kini dan Masa Depan”, hal ini dilihat dari perkembangan perindustrian dan pariwisata Lampung.

Dalam pemaparannya, Prof Yazid mengatakan, ada tiga energi yang menopang kehidupan saat ini, yaitu batubara, gas bumi dan minyak bumi.”Perkembangan ekonomi dunia sampai dengan hari ini karena ditopang oleh tiga komoditi ini. Ini yang kita sebut dengan social based economy,” ujar Prof. Yazid.

Menurutnya, ketiga energi fosil ini akan berakhir dan suatu saat nanti manusia akan mencari sumber energi lainnya. Untuk itu, pihaknya menawarkan solusi dalam menghadapi persoalan ini, yakni sustainable economy (ekonomi dikembangkan secara berkelanjutan), dengan menekankan untuk kembali kepada sumber daya alam berkelanjutan.

“Kita harus kembali kepada sumber daya alam berkelanjutan. Tetapi masa peralihan ini harus dipersiapkan dengan baik, ketika tidak dipersiapkan dengan baik itu adalah sesuatu yang mendadak dan problem untuk anak cucu ke depan.”

“Baju yang kita pakai ini berasal dari Minyak Bumi, Nafta. Ketika minyak bumi tidak ada, ini (baju) tidak ada. Ini permasalahan yang kita hadapi. Maka kita harus menjaga hidup yang sustainable life, ini yang harus digagas dari sekarang,” jelasnya.

Prof. Yazid mengatakan, Itera mencoba sustainable economy dengan menjadikan Singkong (Cassava) menjadi sebuah produk komoditi ekonomi dunia.”Kuncinya adalah cassava dengan produk tapioka (pangan) itu terbatas, ketika terbatas maka harga akan jatuh, maka kita buka jalur baru. Lampung adalah nomor satu di Indonesia penghasil Singkong. Industrialisasi ini yang harus kita bawa dari hulu ke hilir,” ungkapnya.

Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung


Selaras dengan apa yang dipaparkan oleh Prof. Yazid, Kepala Tim Pengembangan Ekonomi KPw BI Provinsi Lampung Meily Ika Permata mengatakan jika dilihat dari sisi tenaga kerja, kesulitan dalam industrialisasi di Provinsi Lampung adalah tingkat pendidikan tinggi masih di bawah 10 persen.

“Hanya 8,45% pada posisi Agustus 2018. Jadi PR (Pekerjaan Rumah) besar buat kita. Apabila ingin menuju ke Industrialisasi maka SDM harus dipersiapkan lebih baik,” ucapnya.

Sementara itu, Dr. Hendri Saparini mengatakan dalam industrialisasi waktunya sudah tidak ada lagi, Indonesia sudah terlambat dalam membangun struktur industri.

”Kita sudah tertinggal jauh dengan Negara lainnya. Inilah saatnya Indonesia untuk melakukan lompatan. Mungkin kita dulu membandingkan kita sekelas dari sisi industrialisasi dengan Malaysia, Singapura, Thailand, tetapi kita sekarang sudah dilampaui oleh Vietnam. Jadi, artinya kenapa sudah tidak ada waktu? Kita sudah terlambat membangun infrastruktur, kita sudah terlambat membangun sektor industri, sudah terlambat membangun linkage industry, sehingga kita mengalami defisit sekarang,” ucapnya.

Untuk itu, ia menegaskan saat inilah momentum yang tepat untuk melakukan lompatan-lompatan dari keterlambatan yang ada. Apalagi, Indonesia didukung oleh bonus domografi yang akan mengalami masa puncak pada 2030. Jika hal ini tidak dimanfaatkan dengan baik maka Indonesia akan mengalami kerugian.

Menurutnya, bonus demografi harus dimanfaatkan dengan menekan industri secara besar-besaran seperti Jepang, dan menggenjot ekonomi seperti China.

Editor: Guntur Subing
Diberdayakan oleh Blogger.