Ancaman Genosida Budaya Dalam Pemindahan Ibukota
KATALAMPUNG.COM – Provinsi
Lampung terus didorong menjadi alternatif wilayah untuk dijadikan sebagai Ibu
Kota Negara Republik Indonesia. Salah satu aksinya adalah pembubuhan paraf
Petisi Lampung Ibu Kota Pemerintahan RI oleh beberapa tokoh di Lampung.
Sementara, di dalam “Piagam Memorandum of Raflesia” atau
Kesepakatan Gubernur se-Sumatera yang ditandatangani di Bengkulu, Selasa, 9
Juli 2019, menyatakan dukungannya untuk mengusulkan Lampung menjadi Ibu Kota
RI.
“Mengusulkan Provinsi
Lampung sebagai salah satu alternatif untuk dikaji menjadi Ibu Kota Negara
Republik Indonesia dalam rangka mengakselerasi pembangunan Pulau Sumatera dan
pembangunan nasional,” tulis poin 8 pada Piagam Memorandum of Raflesia tersebut.
Para tokoh pendukung DKI
Lampung menilai, Lampung layak untuk dijadikan Ibu Kota Negara RI dan memiliki
dampak yang positif bagi pembangunan di Lampung secara khususnya. Namun
pendapat berbeda disampaikan oleh salah satu akademisi Universitas Lampung. Ia
menilai ada sisi buruk dari adanya pemindahan ibu kota dan berpotensi untuk
terjadi genosida budaya.
“Pemindahan ibukota
membuat migrasi besar. Semua perangkat akan pindah secara besar-besaran. Hal
ini berpotensi untuk terjadi genosida budaya pada wilayah yg dituju,” ujar
Akademisi FEB Unila, Dr. Fitra Dharma, Selasa (9/7).
“Tak usah jauh-jauh ke Amerika,
kita lihat bagaimana orang-orang Betawi menjadi kaum pinggiran di Jakarta dan
tersingkir ke wilayah di luar Jakarta,” tambahnya.
Ia mencontoh kasus di
Lampung, seperti Jabung yang menjadi Icon begal yang menasional. Menurutnya,
hal tersebut adalah ekses dari program transmigrasi yang justru melupakan local society.
Ia mengingatkan bagaimana
masyarakat Papua menolak adanya program transmigrasi. Hal ini dirasakan oleh
masyarakat setempat sebagai tindakan yang menghilangkan budaya lokal. ”Mereka
menilai orang asli Papua akan semakin tersisih dan menjadi kaum minoritas di
tanahnya sendiri. Akibat dari itu, timbul kecemburuan sosial yang memicu
terjadinya konflik antara masyarakat asli Papua dan non Papua. Ini juga harus
kita perhatikan di Lampung,” kata Fitra.
Ia meminta untuk dipikirkan lebih matang lagi untuk menjadikan Lampung sebagai ibukota. Bagaimanapun juga masyarakat dan budaya Ulun Lappung secara khususnya telah terjadi degradasi dan perlu perhatian pemerintah. "Yang lebih utama adalah bagaimana pembangunan ekonomi bagi masyarakat di kampung-kampung tua," katanya.
Ia meminta untuk dipikirkan lebih matang lagi untuk menjadikan Lampung sebagai ibukota. Bagaimanapun juga masyarakat dan budaya Ulun Lappung secara khususnya telah terjadi degradasi dan perlu perhatian pemerintah. "Yang lebih utama adalah bagaimana pembangunan ekonomi bagi masyarakat di kampung-kampung tua," katanya.
Sementara, untuk prioritas
ekonomi Indonesia, Fitra berpendapat, perlunya transformasi menjadi negara
industri yang tetap peduli dengan lingkungan. “Jadi sebenarnya pemindahan
ibukota tidak menyelesaikan masalah ekonomi Indonesia,” jelasnya.(***)