Subsidi Listrik: Kebijakan Realistis Menjawab Masalah Pandemi dan Resesi Ekonomi
OPINI - Pandemi Covid-19 yang saat ini tengah melanda dunia, memberikan dampak yang cukup besar bagi menurunnya aktivitas perekonomian. International Monetary Fund dalam laporannya bertajuk World Economic Outlook memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global terkontraksi -4,9%, OECD tidak jauh berbeda meramal pertumbuhan ekonomi global -4,5%, World Bank meramal lebih dalam yaitu sebesar -5,2% dalam laporan Global Outlook.
Dimas Dwi Pratikno BPK Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI) |
Tidak
terkecuali dengan Indonesia, Pandemi Covid-19 cukup memukul perekonomian
merujuk data yang dipublikasikan BPS pada kuartal ketiga tahun 2020 tercatat
pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi 3,49% (yoy). Data tersebut sekaligus mengonfirmasikan bahwa Indonesia masuk ke
tahap resesi karena dalam dua kuartal berturut-turut pertumbuhan ekonomi dalam
negeri selalu terkontraksi. Namun, data kuartal ketiga masih lebih baik di banding kuartal kedua yang
terkontraksi 5,32% (yoy), hal ini
menunjukan adanya perbaikan dan optimisme yang lebih baik di masa depan.
Selama
vaksin belum ditemukan, maka pasar masih berada dalam kondisi yang tidak pasti.
Tentu aktivitas ekonomi yang terus terkontraksi tersebut akan menimbulkan
banyak masalah, salah satunya ialah meningkatnya pengangguran. Pengangguran di
Indonesia sendiri saat ini cukup mengkhawatirkan karena berdasarkan data yang diterbitkan
BPS sudah mencapai 9,77 juta orang atau naik 2,67 juta orang seiring dengan
bertambahnya angkatan kerja dari awal tahun 2020.
Pengangguran
yang tinggi akan sangat berbahaya, karena membawa dampak turunan lain seperti menurunnya
konsumsi masyarakat akibat tidak adanya pendapatan dari upah bekerja.
Masyarakat hanya mampu bertahan sesuai dengan jumlah tabungan yang tersisa dan
lebih rentan menuju kemiskinan.
Kebijkan Pemerintah Sangat
Menentukan
Masa
depan memang tidak akan pernah bisa diprediksi secara pasti. Data yang menunjukan sedikit perbaikan,
disisi lain kondisi ketidakpastian dan vaksin belum ditemukan menjadi dilema
yang membutuhkan penyelesaian segera. Mitigasi sebagai langkah pencegahan agar
kondisi tidak kian memburuk juga harus tepat sasaran, agar kontraksi ekonomi
yang terjadi dapat teratasi dengan lebih cepat.
Peran
pemerintah sebagai stabilisator sangat menentukan dalam menyelesaikan dilema
yang terjadi saat ini. Anggaran penanganan pandemi Covid-19 sudah dialokasikan pemerintah
sangat besar mencapai Rp 358,88 triliun oleh Kementerian Keuangan. Selain itu,
untuk mendukung UMKM menghadapi ketidakpastian pasar, suntikan insentif sebesar
Rp 2,4 Juta telah diberikan kepada 9 Juta penerima. Dukungan fiskal besar ini
untuk menjaga konsumsi masyarakat terus bertahan dan aktivitas ekonomi tetap
berjalan. Namun, sudah sejauh mana kebijakan ini berhasil?
Sebelumnya
telah dibahas bahwa kontraksi ekonomi menunjukan data perbaikan dan optimisme,
walaupun sektor penyumbang terbesar memang disebabkan oleh besarnya pengeluaran
pemerintah. Dua sampel kebijakan ini terkesan cukup "menakutkan"
karena belum habis pembahasan terkait korupsi anggaran dan perilaku menyimpang
(moral hazard) oknum yang
menyalahgunakan kekuasaan. Sehingga kebijakan yang dipilih justru akan
kontraproduktif dari filosofi bernegara yaitu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Kebijakan
yang telah diambil pemerintah tersebut, sayangnya kurang tepat sasaran karena
tidak menyentuh kelas masyarakat yang berpendapatan rendah. Polemik
ketersediaan ruangan bagi pasien positif Covid-19 yang tidak mencukupi, dan
data pasien positif Covid-19 yang belum menunjukan tren menurun masih belum
teratasi. Insentif bagi UMKM juga tidak tepat sasaran, karena insentif yang
disediakan tidak dapat menutupi biaya yang harus dikeluarkan pelaku UMKM.
Saat
ini yang diperlukan masyarakat adalah subsidi listrik, karena sudah menjadi kebutuhan
pokok di tengah
pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi. Sektor pendidikan misalnya yang sangat
banyak mengonsumsi listrik karena semua pelajaran dilakukan secara daring.
Selain itu, subsidi listrik dapat mendorong konsumsi masyarakat meningkat
karena pendapatan yang awalnya dikeluarkan untuk biaya listrik dapat
dialokasikan untuk kebutuhan yang lain.