Permasalahan Manajemen Keluarga Pesisir di Desa Kurau, Bangka Belitung

Desa Kurau, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah salah satu desa yang sebagian besar warganya bermatapencaharian sebagai nelayan. Nelayan memiliki pola-pola kebudayaan dan manajemen keluarga tersendiri yang berbeda dengan daerah lain. Begitu pula dengan pendidikan. Pendidikan anak nelayan sebagian besar cukup memprihatinkan. Sosial budaya yang berkembang di masyarakat nelayan seperti sekolah, bukanlah sesuatu hal yang menjanjikan karena prioritas utamanya adalah ikut melaut. Angka partisipasi murni di jenjang SMA di Kabupaten Bangka menurut BPS tahun 2020 hanya sebesar 64,84% yang artinya masih banyak yang putus sekolah ketika selesai sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.

Permasalahan Manajemen Keluarga Pesisir di Desa Kurau, Bangka Belitung
Desa Kurau, Bangka Tengah
Sumber Foto: bangkatengahkab.go.id

Anak di Desa Kurau rata-rata mengenyam pendidikan hingga tingkat SMP dan tertinggi hingga jenjang SMA. Menurut Ketua RT01 Desa Kurau, fenomena putus sekolah pada anak-anak Desa Kurau tidak disebabkan oleh kesulitan ekonomi atau mendapat tentangan dari orang tua, melainkan karena keinginan anak itu sendiri. Fenomena putus sekolah biasanya terjadi pada anak laki-laki yang sering ikut melaut bersama ayahnya. Anak yang ikut melaut biasanya mendapatkan upah sehingga mereka kehilangan motivasi untuk sekolah dan lebih memilih untuk bekerja karena berpikir bahwa sekolah tidak memberikan uang.

Motivasi belajar adalah dorongan yang menggerakan hal di dalam diri siswa yang menciptakan kegiatan belajar yang baik dan menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar sehingga arah pada kegiatan belajar memiliki tujuan akhir yang dikehendaki sehingga ilmu dan keahlian yang dikehendaki itu dapat tersampaikan pada siswa. Motivasi belajar dapat timbul jika didukung oleh kondisi lingkungan yang mendukung pula, seperti lebih banyaknya jumlah anak yang bersekolah dibandingkan yang tidak. Namun, karena banyaknya anak yang tidak sekolah menyebabkan putus sekolah menjadi peristiwa yang lumrah sehingga tidak menjadi permasalahan besar oleh keluarga di Desa Kurau. Oleh sebab itu, kurangnya motivasi pada anak-anak yang tinggal di daerah Kurau ini merupakan kondisi yang sangat mengkhawatirkan.

Hal ini perlu segera diatasi karena satu dua orang anak bahkan lebih wajib diselamatkan pendidikannya agar tidak tercipta lingkaran yang sama terus-menerus dalam keluarga mengenai pendidikan. Dengan meningkatnya partisipasi pendidikan anak di Desa Kurau ini diharapkan dapat memberikan peluang masa depan yang lebih cerah dibanding generasi sebelumnya. Perlu diketahui bahwa pendidikan formal merupakan investasi jangka panjang bagi manusia, dan tentunya investasi bertujuan menghasilkan sesuatu yang besar sehingga memerlukan pengorbanan waktu dan ketekunan yang besar pula. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan adanya gerakan besar dari pemerintah untuk merangkul semua golongan masyarakat.

Permasalahan manajemen juga ditemui pada masyarakat pesisir Pantai Akembuala Kelurahan Santiago Kecamatan Tahuna Kabupaten Kepulauan Sangihe. Kelurahan Santiago ini dihuni oleh kurang lebih sebanyak 2.467 penduduk. Masyarakat pesisir Kepulauan Sangihe memiliki mata pencaharian melakukan kegiatan menangkap ikan secara rutin. Kebiasaan dan pola hidup masyarakat pesisir Kepulauan Sangihe cenderung statis dan monoton. Di sisi lain, kesejahteraan nelayan masih berada pada taraf yang rendah dan berstatus miskin meskipun di perairan Sangihe banyak ditemukan ikan tuna sirip kuning yang memiliki nilai jual tinggi. Salah satu penyebabnya adalah kebiasaan dan tata cara hidup yang kurang baik, seperti kebiasaan minum minuman keras, boros, dan tidak terkontrol (Sarapil dan Wuaten 2017).

Kondisi masyarakat pesisir Pantai Akembuala yang masih berada di bawah garis kemiskinan ini menunjukkan bahwa perekonomian masyarakat pesisir Kelurahan Santiago ini belum baik. Jenis kemiskinan yang dialami oleh masyarakat pesisir Kelurahan Santiago Kepulauan Sangihe ini tergolong dalam kemiskinan kultural. Sumber daya alam yang melimpah di perairan Sangihe seharusnya dapat meningkatkan taraf kesejahteraan dan kehidupan masyarakat pesisir perairan Sangihe. Akan tetapi, nilai-nilai budaya, kebiasaan, dan pola pikir masyarakat pesisir Kelurahan Santiago Kepulauan Sangihe tidak mendorong mereka untuk meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan pendapatan dan ekonomi. Bahkan budaya yang melekat pada masyarakat pesisir Kepulauan Sangihe cenderung menjadi kendala dan memperlambat proses peningkatan kualitas kehidupan (Widodo dan Suadi 2006).

Menurut Andika (2006), penghasilan yang besar tidak lantas dapat memenuhi kebutuhan apabila pendapatan tidak dikelola secara efisien dan cermat. Biasanya, pendapatan nelayan pesisir semuanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan harian. Nelayan pesisir memiliki perilaku yang sangat konsumtif. Akibatnya, nelayan tidak memiliki memiliki tabungan di koperasi atau bank. Nelayan di Kepulauan Sangihe memiliki kebiasaan langsung membeli minuman keras setelah berhasil menjual hasil tangkapan ke pengumpul.

Permasalahan manajemen keuangan yang tidak baik merupakan akibat dari manajemen sumber daya keluarga yang kurang baik pula. Meskipun di dalam keluarga pesisir perempuan turut aktif dalam menyumbang pendapatan keluarga, tetapi tidak ada pembagian tugas yang jelas di dalam keluarga sehingga keuangan keluarga tidak terencana dan tidak bisa memenuhi kebutuhan yang menyebabkan masyarakat pesisir sulit untuk meningkatkan taraf kesejahteraan. Penghasilan masyarakat pesisir Kelurahan Santiago Kepulauan Sangihe di Pantai Akembuala sebenarnya cukup menjanjikan. Akan tetapi, ada waktu tertentu yang menyebabkan nelayan pesisir Kelurahan Santiago Kepulauan Sangihe tidak dapat melaut dan menangkap ikan. Masyarakat pesisir Kelurahan Santiago Kepulauan Sangihe belum mampu mengelola uang yang didapat dari hasil tangkapan ikan. Keadaan ini juga menyebabkan nelayan bergantung pada pengumpul ikan sehingga tetap berada dalam garis kemiskinan.

Ekonomi keluarga di daerah pesisir memiliki sisi yang menguntungkan dan merugikan. Sisi merugikan dari ekonomi di daerah pesisir yaitu pendapatan yang tidak menentu dari hasil tangkapan ikan. Sementara itu, sisi menguntungkan dari ekonomi daerah pesisir yaitu banyaknya wisatawan yang dapat berkontribusi dalam peningkatan pendapatan keluarga. Tingkat pendidikan di daerah pesisir masih tergolong rendah, dengan mayoritas masyarakatnya hanya menempuh pendidikan hingga bangku sekolah dasar. Hal tersebut dikarenakan mayoritas anak yang lebih memilih membantu orang tuanya bekerja sebagai nelayan. Pandemi Covid-19 mengakibatkan manajemen sumber daya keluarga pesisir menjadi sulit, terutama dari aspek ekonomi. Hal ini terutama disebabkan karena berkurangnya jumlah wisatawan di Desa Kurau dalam jumlah yang signifikan.

Penulis: Karin Rahmatika, Lintang Sukma R, Mega Indah L, Michellen, Milatul Mustaqimah

Dosen pembimbing: Dr. Yulina Eva Riani, Ir. MD. Djamaluddin, M.Sc

Sumber:

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2020. Kabupaten Bangka dalam Angka. Bangka (ID): Badan Pusat Statistik.

Andika RM. 2006. Manajemen Keuangan Keluarga sebagai Bagian dari Manajemen Sumber Daya Keluarga Berwawasan Gender. Bogor (ID): IPB Press.

Widodo J, Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Sarapil CI, Wuaten JF. 2017. Manajemen rumah tangga nelayan penangkap ikan tuna (Thunnus albacares) studi kasus di pesisir Pantai Akembuala Kelurahan Santiago Kecamatan Tahuna Kabupaten Kepulauan Sangihe. Jurnal Ilmiah Tindalung. 3 (1): 23–30.

Diberdayakan oleh Blogger.