ISEI Lampung: Slowbalisation dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung

KATALAMPUNG.COM - Slowbalisation menjadi kata yang menarik untuk menggambarkan perekonomian dunia saat ini. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh analisis trend dari Belanda yaitu Adjiedj Bakas, dan digunakan juga oleh media ekonomi "The Eonomist". Tahun 2019, media tersebut memuat berita tentang adanya kondisi slowbalisation yang disebabkan perang dagang China dan Amerika. 

ISEI Lampung: Slowbalisation dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung

Ketua ISEI Cabang Lampung, Dr. Agus Nompitu


Berikutnya tahun 2022, The Economist mengangkat kembali kondisi slowbalisation yang disebabkan terganggunya supply chains akibat peraktek resilience yang berlebih yang meningkatkan proteksi.  

Perang Rusia vs Ukraina meningkatkan proteksi dibanyak negara terutama negara maju dan memicu harga energi yang lebih tinggi. Tanggal 3 September 2022 Pemerintah Indonesia mengumumkan adanya kenaikan BBM. Adanya penurunan ekonomi dunia setidaknya memberikan gambaran mulai adanya penuruan ekonomi di Provinsi Lampung.

"Hasil laporan ekonomi Provinsi Lampung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia di Provinsi Lampung tanggal 7 November 2022 menunjukan adanya pengaruh dari kenaikan slowbalisation tersebut. Hasil pertumbuhan ekonomi berdasarkan triwulan III-2022 terhadap triwulan II-2022 (q-to-q) mengalami pertumbuhan sebesar 0,84 persen. Hasil ini sangat berbeda pada hasil kuartal ke dua yang mencapai peningkatan sebesar 9.12 persen," ujar Ketua ISEI Lampung, Dr. Agus Nompitu, Jumat, 11 November 2022.

Kenaikan tertinggi terdapat pada sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 6,86 persen, dimana sektor ini sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 6,63 persen. 

"Kenaikan ini menunjukkan pasca Covid-19 permintaan sektor ini masih sangat tinggi atau juga karena adanya penyesuaian kenaikan akibat kontraksi pada triwulan sebelumnya. Terdapat sektor dengan pertumbuhan tinggi sebelumnya dan kembali naik lebih tinggi yaitu sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 6,83 persen. Sektor ini tetap mengalami tinggi pasca kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat akibat pandemic Covid-19 terutama pada kegiatan pariwisata dan kegiatan pernikahan." 

"Sektor yang mengalami penurunan tertinggi adalah pertanian, kehutanan dan perikanan menjadi minus 2,95 persen. Sisi lain penurunan ini juga terjadi pada sektor Industri Pengolahan menjadi 2,47 persen dan sektor Perdaganagn Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor menjadi 2,38 persen. Distribusi ketiga sektor tersebut tertinggi dalam struktur PDRB Provinsi Lampug sebesar 60,86 persen sehingga ketiga memberikan peran yang sangat tinggi terhadap penurunan pada triwulan ini," terangnya. 

Menurut Agus, selain melihat laju pertumbuhan (q-to-q) diperlukan juga melihat laju pertumbuhan (y-on-y). Laju Pertumbuhan (y-on-y) pada triwulan tiga ini juga pengalami trend penurunan walaupun tidak sebesar (q-to-q) yaitu menjadi 3,91 persen dari triwulan dua sebelumnya sebesar 5,23 persen namun mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan ke tiga tahun 2021 yaitu dari sebesar 3,05 persen. 

Sektor Pertambangan dan Penggalian mengalami kontraksi terbesar yaitu 3.75, tapi kontraksi ini memiliki trend kenaikan dari tahun sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 9.02. Sebagian besar sektor ini adalah bahan galian C yang lebih dikonsumsi oleh masyarakat Lampung dan sekitarnya sehingga sangat tergantung pada peningkatan sektor lainnya seperti  sektor kontruksi. Sektor utama seperti sektor Pertanian, Kehutaan, dan Perikanan juga menngalami kontraksi menjadi 0,35 persen dan sektor Industri pengolahan turun dari 7,23 persen pada tahun 2021 menjadi 1,58 persen.

"Penurunan beberapa sektor utama berdampak pada pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung mengalami penurunan. Penurunan ini juga sejalan pada data konsumsi rumah tangga yang mengalami kontraksi menjadi 1,41 persen dan pengeluaran konsumsi pemerintah menjadi 1,42 persen dari 29,92 persen pada data (q-to-q). Sedangkan neraca perdagangan memilik trend yang sangat meningkat menjadi 10,32 persen (q-to-q) dan 7,99 persen (y-on-y). Peningkatan neraca perdagangan ini sepertinya dipicu oleh penurunan nilai tukar mata uang dolar Amerika Serikat terhadap mata uang Rupiah, sehingga nilai ekspor meningkat dan kecenderungan impor yang juga turun."

"Untuk kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Lampung menunjukkan trend yang membaik, ditunjukkan dengan turunnya tingkat pengangguran terbuka (TPT) dari 4,69 persen bulan Agustus 2021 dan menjadi 4,52 persen bulan Agustus 2022. Hasil penurunan TPT ini belum mampu sejalan dengan penurunkan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) yang cederung meningkat sebesar 0,71 persen. Disisi lain, penurunan pengangguran dilihat dari dari daerah tempat tinggal menunjukkan bahwa daerah perdesaan mengalami penurunan sebesar 0,34 persen dan daerah perkotaan naik sebesar 0,05 persen," ungkap Agus. 

Ia menilai, adanya peningkatan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) akan memicu tingkat inflasi yang tinggi. Pergeseran agregat supply tersebut akan membuat pertumbuhan ekonomi menurun yang membuat daya beli masyarakat berkurang. Jika kecenderungan penurunan ini terus terjadi bisa saja berdampak pada tingkat pengangguran yang semakin meningkat di kemudian hari. 

"Perlu kebijakan-kebijakan terencana dan bersinergi dengan kelompok masyakat lain untuk menghadapi kondisi perubahan ini agar trend penurunan ini mampu ditingkatkan di triwulan dan periode berikutnya."

"Pemerintah Provinsi Lampung beserta pemerintah kabupaten/kota lainnya bisa ikut berpartisipasi Bersama dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui beberapa kebijakan fiskal dan moneter. Alokasi anggaran pemerintah dapat menekankan pada bantuan untuk masyarakat miskin berupa bantuan tunai untuk masyarakat miskin agar mampu meningkatkan daya belinya," kata Agus. 

Untuk pelaku Usaha terutama UMKM (Usaha Menengah Kecil dan Mikro) diperlukan kebijakan penangan kredit macet yang mungkin saja akan meningkat yang disebabkan bukan hanya oleh penurunan daya beli masyarakat tetapi juga naiknya tingkat suku bunga. 

Sektor pertanian juga yang juga sudah mengalami kontraksi harus secepat memberikan bantuan kepada petani dan nelayan terutama hasil pertaniaannya yang tidak mampu terserap pasar dengan baik serta stimulus bantuan permodalan kepada petani dan nelayan. 

Kenaikan upah minimum juga sangat mungkin terjadi terutama dampak inflasi yang meningkat ditahun 2023 nanti. Di satu sisi kenaikan ini akan meningkatkan daya beli namun disisi lain berdampak pada peningkatan pengangguran. 

"Kebijakan penetapan upah minimum oleh Pemerintah Provinsi Lampung harus mengedepankan solusi terbaik. Dalam jangka panjang, perekonomian Provinsi Lampung harus didorong bukan saja pada tingkat efisiensi ekonomi tetapi juga diversifikasi produk yang lebih kompetitif dan tahan terhadap gejolak perubahan melalui peningkatan inovasi dan ramah lingkungan," tutupnya. 

Diberdayakan oleh Blogger.