Ini Dampak Dari Rendahnya Tingkat Inklusi Keuangan

JAKARTA, katalampung.com - Rendahnya tingkat inklusi keuangan di Indonesia, berdasarkan survey terakhir Bank Dunia pada tahun 2014 hanya sebesar 36%. Artinya, hanya 36% penduduk dewasa di Indonesia yang memiliki rekening pada lembaga keuangan formal. Rendahnya tingkat inklusi keuangan tersebut dapat berakibat negatif pada berbagai aspek.


Ini Dampak Rendahnya Tingkat Inklusi Keuangan

Dari sisi masyarakat, ekslusivitas keuangan berdampak pada tidak adanya budaya menabung sehingga masyarakat tidak memiliki dana untuk berjaga-jaga ataupun keperluan di masa depan. Selain itu, eksklusivitas keuangan juga dapat menutup peluang masyarakat untuk memupuk asset, sehingga tidak dapat meningkatkan kesejahteraan, serta menyebabkan inefesiensi dalam melakukan transaksi pembayaran.

Baca Juga: Bantuan Sosial Non Tunai Sebagai Upaya Perluasan Akses Keuangan

Demikian disampaikan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dr. Sugeng, pada acara Seminar Nasional "Penyaluran Bantuan Sosial secara Non Tunai sebagai Strategi Perluasan Akses Keuangan Masyarakat", 18 Desember 2017 yang lalu.

Menurutnya, dari sisi stabilitas sistem keuangan, eksklusivitas keuangan dapat menghambat pertumbuhan Dana Pihak Ketiga sehingga berakibat pada kurang optimalnya fungsi intermediasi dari lembaga keuangan.

"Tidak hanya itu, eksklusivitas keuangan juga dapat memperbesar shadow economy atau transaksi ekonomi yang tidak tercatat sehingga rawan menimbulkan tindak pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta mengurangi buffer bagi sistem keuangan apabila terjadi kondisi resesi," jelas Sugeng.

Sementara, bagi perekonomian nasional, kata Sugeng, eksklusivitas keuangan dapat memperlebar kesenjangan sosial, tidak mendukung penurunan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan inefesiensi secara nasional.

"Memperhatikan dampak negatif yang dapat terjadi, kebutuhan akan perluasan akses keuangan menjadi hal yang tidak dapat ditunda lagi. oleh karena itu, pada tahun 2016 yang lalu, Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menerbitkan Perpres Nomor 82 tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI)," tambahnya.

Perpres yang dimaksud, menurut Sugeng, diterbitkan untuk memperkuat komitmen para pihak dalam mewujudkan perluasan akses keuangan, khususnya bagi masyarakat unbanked.

"Sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya, terget utama yang ingin dicapai dalam Perpres dimaksud adalah kenaikan tingkat inklusi keuangan menjadi 75% pada tahan 2019," papar Sugeng.

Untuk mencapai target tersebut, secara umum Strategi Nasional Keuangan Inklusif telah menetapkan 5 Pilar. Kelima pilar itu antara lain Edukasi Keuangan, Hak Properti Masyarakat, Fasilitas Intermediasi dan Saluran Distribusi Keuangan, Layanan Keuangan pada Sektor Pemerintah dan Perlindungan Konsumen.

"Kelima pilar tersebut, ditopang oleh tiga pondasi dasar, yaitu kebijakan dan regulasi yang kondusif, infrastruktur dan teknologi keuangan yang mendukung, serta organisasi dan mekanisme implementasi yang efektif," ujar Sugeng.

Editor: Guntur Subing
Diberdayakan oleh Blogger.