Ini Dampak Dari Rendahnya Tingkat Inklusi Keuangan
Dari sisi masyarakat, ekslusivitas keuangan berdampak
pada tidak adanya budaya menabung sehingga masyarakat tidak memiliki dana untuk
berjaga-jaga ataupun keperluan di masa depan. Selain itu, eksklusivitas
keuangan juga dapat menutup peluang masyarakat untuk memupuk asset, sehingga
tidak dapat meningkatkan kesejahteraan, serta menyebabkan inefesiensi dalam
melakukan transaksi pembayaran.
Baca Juga: Bantuan Sosial Non Tunai Sebagai Upaya Perluasan Akses Keuangan
Baca Juga: Bantuan Sosial Non Tunai Sebagai Upaya Perluasan Akses Keuangan
Demikian disampaikan oleh Deputi Gubernur Bank
Indonesia, Dr. Sugeng, pada acara Seminar Nasional "Penyaluran Bantuan
Sosial secara Non Tunai sebagai Strategi Perluasan Akses Keuangan
Masyarakat", 18 Desember 2017 yang lalu.
Menurutnya, dari sisi stabilitas sistem keuangan,
eksklusivitas keuangan dapat menghambat pertumbuhan Dana Pihak Ketiga sehingga
berakibat pada kurang optimalnya fungsi intermediasi dari lembaga keuangan.
"Tidak hanya itu, eksklusivitas keuangan juga
dapat memperbesar shadow economy atau transaksi ekonomi yang tidak tercatat
sehingga rawan menimbulkan tindak pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta
mengurangi buffer bagi sistem keuangan apabila terjadi kondisi resesi,"
jelas Sugeng.
Sementara, bagi perekonomian nasional, kata Sugeng,
eksklusivitas keuangan dapat memperlebar kesenjangan sosial, tidak mendukung
penurunan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan inefesiensi
secara nasional.
"Memperhatikan dampak negatif yang dapat terjadi,
kebutuhan akan perluasan akses keuangan menjadi hal yang tidak dapat ditunda
lagi. oleh karena itu, pada tahun 2016 yang lalu, Pemerintah melalui
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menerbitkan Perpres Nomor 82
tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI)," tambahnya.
Perpres yang dimaksud, menurut Sugeng, diterbitkan
untuk memperkuat komitmen para pihak dalam mewujudkan perluasan akses keuangan,
khususnya bagi masyarakat unbanked.
"Sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya,
terget utama yang ingin dicapai dalam Perpres dimaksud adalah kenaikan tingkat
inklusi keuangan menjadi 75% pada tahan 2019," papar Sugeng.
Untuk mencapai target tersebut, secara umum Strategi
Nasional Keuangan Inklusif telah menetapkan 5 Pilar. Kelima pilar itu antara
lain Edukasi Keuangan, Hak Properti Masyarakat, Fasilitas Intermediasi dan
Saluran Distribusi Keuangan, Layanan Keuangan pada Sektor Pemerintah dan
Perlindungan Konsumen.
"Kelima pilar tersebut, ditopang oleh tiga pondasi
dasar, yaitu kebijakan dan regulasi yang kondusif, infrastruktur dan teknologi
keuangan yang mendukung, serta organisasi dan mekanisme implementasi yang
efektif," ujar Sugeng.
Editor: Guntur Subing