Mengapa Pendekatan Berbasis Kompetensi Penting?
Yunus mencontohkan seperti
Tukang Ledeng di Australia, ketika mendapatkan job perbaikan, maka behavior
tenaga kerja disana pertama kali akan menunjukkan sertifikat kompetensinya
sebagai Tukang Ledeng. Begitu juga di Amerika Serikat, rekan Yunus ketika akan
memotong rambutnya, di ruangan pemotongan rambut tersebut terpampang sertifikat
Pemotong Rambut yang tersertifikasi.
“Di Indonesia sama,
seorang Direktur Perbankan wajib memiliki sertifikat Manajemen resiko,” kata
Yunus di hadapan peserta Diskusi Kupas Tuntas “Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Manajemen Sumber Daya Manusia” di Ruang Sidang Lt. 2 Rektorat Universitas Lampung, Sabtu,
24 Februari 2018.
Untuk itu, Pendekatan Berbasis
Kompetensi, kata Yunus, sangat penting. Ketika bicara di suatu organisasi
bisnis maka High Performance Organization
menjadi persyaratan utama. Semua owner
dan shareholder, meng-inject sesuatu investasi di organisasi
bisnis pasti ingin menghasilkan profit,
maka dari itu diperlukan specific requirement
(persyaratan khusus), dan itulah yang disebut dengan kompetensi.
“Kita harus bisa
menetapkan competency-based learning
untuk orang-orang yang ada di dalam organisasi. Jika suatu organisasi melaksanakan
pelatihan karena hanya di-drive oleh provider rank dari luar maka tinggal
tunggu waktunya, pasti akan kolaps,”
jelas Yunus.
Setiap organisasi harus
mengetahui competency-based-nya ada
di mana, core competence-nya apa dan
kemudian menetapkan standar kompetensi setiap jabatan. Itulah yang menjadi
basis untuk menetapkan area pelatihan yang harus dilaksanakan oleh setiap
organisasi.
“Setiap orang harus bisa
mendemonstrasikan kemampuannya dalam tugas-tugas yang spesifik untuk menghadapi
persaingan global maupun internasional. Dengan memiliki basis kompetensi maka
kita memiliki kompetensi model,” tambahnya.
Ketika memiliki
orang-orang yang memiliki kompetensi di bidangnya maka interaksi di antara
masing-masing orang di dalam sebuah organisasi akan semakin bagus. “Saya jamin
organisasi itu akan memenangkan setiap persaingan,” tegas Yunus.
Ia mencontohkan keberadaan
perusahaan Starbucks Coffee. Apakah
Starbucks hanya menjual kopi? Tanya Yunus. Tidak, kata Yunus, Starbucks menjual
life style. Starbucks menjual convenience (kenyamanan).
“Dimana setiap orang ketika
memasuki Starbucks itu “seolah-olah”
status sosialnya naik,” terangnya.
Disinilah, Starbucks
memainkan competency-based learning yang
dimilikinya. Dengan memberikan standarisasi bagi tenagakerjanya baik dari Barista maupun dari level-level yang
lainnya.
Yunus juga mencontohkan
salah satu profesi, yakni Sekretaris. Ia menanyakan, apakah
perusahan-perusahaan saat ini membutuhkan seorang sekretaris? Jawabnya, tidak. Saat
ini perusahaan-perusahaan tidak membutuhkan lagi pekerjaan sekretaris, yang ada
saat ini adalah personal assistant. Karena,
pekerjaan-pekerjaan sekretaris saat ini sudah digantikan dengan
teknologi-teknologi, dimana seorang bos sudah bisa melakukannya sendiri.
“Saat ini masih ada
Akademi Sekretaris, seharusnya sudah diubah ke personal assistant yang digital
minded. Itulah beberapa tantangan yang kita hadapi sekarang,” ujar Yunus.
Baca Juga: Yunus Triyonggo: Presiden Jokowi Canangkan 2019 Sebagai “The Year Of Human Capital”
Baca Juga: Yunus Triyonggo: Presiden Jokowi Canangkan 2019 Sebagai “The Year Of Human Capital”
Kompetensi, menurutnya,
akan menciptakan lingkungan pemenang. Karena, dengan adanya competency-based learning atau competency-based system maka akan
menghasilkan blueprint yang
transparan untuk melakukan rekrutmen. Bagian rekrutmen akan jelas untuk
merekrut orang-orang yang sesuai dengan kompetensinya.
“Selain itu, semuanya akan
menjadi jelas, karirnya juga jelas, gajinya juga jelas, tugasnya juga jelas. Karena
semua telah memiliki standar kompetensi,” tambahnya.
Sedangkan untuk keuntungan
bagi pengusaha yang memiliki competency-based system adalah terdapatnya
efektivitas dalam pembiayaan, menjadikan karyawan untuk mencapai karir yang
tinggi, mengarahkan karyawan untuk mengikuti standar kompetensi yang diharapkan
dan terhindarnya dari ambiguitas pada tugas karyawan.
Editor: Guntur Subing