Kementerian Keuangan Rumuskan Regulasi Pajak E-Commerce
KATALAMPUNG.COM -
Bisnis e-commerce di Indonesia telah
memasuki tahapan baru. Kemajuan teknologi dalam bidang perdagangan e-commerce ini bukan hanya tumbuh sangat
pesat di Indonesia, namun juga ekosistem yang menyertainya akan meningkat
pesat.
Ekosistem yang menyertai
bisnis inti e-commerce ini perlu dijaga,
sehingga dapat sepenuhnya mendukung bisnis e-commerce.
Contohnya adalah bisnis jasa pengiriman barang, jasa pengiriman uang, jasa
pembuatan aplikasi dagang, dan lain-lain.
Demikian disampaikan oleh
Nufransa Wira Sakti, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian
Keuangan Republik Indonesia, sebagaimana dilansir dari Media Keuangan Maret
2018. Menurutnya, Kebijakan pemerintah terkait e-commerce ini juga perlu terintegrasi agar tidak terjadi tumpang
tindih atau saling menegasikan.
“Untuk itu, Kementerian Keuangan
bekerja sama dengan beberapa kementerian lainnya untuk merumuskan regulasi
pajak e-commerce yang nantinya berupa
Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Contoh kasus, pembelian barang dari luar negeri
via e-commerce. Kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah tidak hanya mengatur keabsahan transaksinya, tapi perlu juga
mengatur bagaimana perlakuan barang tersebut ketika memasuki wilayah pabean
Indonesia sampai dengan barang tersebut diterima pembelinya,” tulis Nufransa.
Dengan semakin
meningkatnya transaksi e-commerce
ini, kata Nufransa, banyak pihak yang mulai menyadari pentingnya sebuah kebijakan
dan informasi yang menyeluruh, agar industri ini dapat tumbuh berkembang.
Dimulai dari pendataan transaksi nilai dan volume perdagangan e-commerce oleh Badan Pusat Statistik di
awal Januari 2018.
Pendataan ini akan memperkuat
basis data pengambilan keputusan dalam kebijakan e-commerce. Selanjutnya, tentu
para pelaku e-commerce berharap agar
kebijakan yang dikeluarkan tidak akan menghambat pertumbuhan industri e-commerce di Indonesia.
“Sebenarnya yang
pemerintah pastikan adalah bahwa pajak yang terutang melalui transaksi
konvensional dan pajak yang terutang melalui transaksi e-commerce telah dipungut sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.
Sehingga, pedagang yang
berjualan secara konvensional ataupun melalui e-commerce sama-sama telah melaksanakan kewajiban perpajakannya. Selain
itu, konsumen yang berbelanja melalui pedagang konvensional ataupun e commerce juga dikenakan pajak yang sama.
Dalam perkembangannya,
pemerintah akan melakukan pengaturan terkait tata cara pemungutan pajak yang
terutang di industri e-commerce.
Tidak ada perbedaan tarif pajak yang dikenakan atas transaksi melalui e-commerce dengan transaksi melalui cara
konvensional.
Pemerintah hanya mengatur
agar pedagang yang berjualan melalui e-commerce menyetorkan sebagian kecil
pajak yang terutang dari transaksi tersebut (PPN dan PPh). Dengan demikian,
pajak yang disetorkan dapat dihitung sebagai kredit pajak.
“Apapun kebijakan yang
diambil pemerintah untuk bisnis e-commerce,
perlu sosialisasi yang baik agar kebijakan ini dapat diterima. Pola komunikasi
yang intensif dan melibatkan pihak pelaku bisnis e-commerce, dapat meminimalisasi gejolak dan resistensi terhadap
kebijakan e-commerce,” tutup Nufransa.(mku/dde)