Rayakan HUT ke-29, Mapala Unila Gelar Seminar Konservasi Gajah

BANDARLAMPUNG, KATALAMPUNG.COM – Dalam rangka perayaan HUT Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Mahasiswa Pencinta Alam (MAPALA) Unila ke-29 tahun, MAPALA Unila menyelenggarakan Seminar “Ancaman dan Tantangan Konservasi Gajah Sumatera Menuju Kepunahan” di Ruang Sidang 1 Lantai 4 Rektorat Unila, Senin, 19 Maret 2018.

Rayakan HUT ke-29, Mapala Unila Gelar Seminar Konservasi Gajah


Pada kesempatan tersebut, Management Effectiveness in Protected Area Officer WWF Indonesia, Beno Fariza Syahri yang didapuk sebagai pemateri mengatakan, di Indonesia ada dua spsesies Gajah yang ada, yaitu Gajah Kalimantan dan Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus). Di Sumatera ada 7 provinsi habitat gajah seperti Aceh, Lampung, Riau, Sumatera Barat dan lainnya.

Pria yang bekerja di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) ini menuturkan, prinsip Integrated Human Elephant Conflict Mitigation (I-HECM) meliputi, proaktif yaitu melakukan pencegahan sebelum terjadi konflik. Kemudian holistik yaitu, hidup berdampingan antara manusia dan gajah. Lalu, Win-win solution yaitu, berbagi ruang melalui tata kelola wilayah dan pembinaan habitat.

"Sinergitas yaitu, memadukan semua pihak, pemerintah, swasta dan masyarakat," kata Beno.

Menurutnya, Alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan seperti yang terjadi di Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, menjadi pemicu terjadinya konflik antara gajah dan manusia.

Dampak dari itu, kata Beno, Gajah bisa memasuki kawasan pemukiman warga, karena berkurangnya lahan bagi habitat gajah.

Sementara itu pemateri lainnya, Kasi Konservasi Wilayah III Lampung KSDA Bengkulu, Teguh Ismail mengatakan, satwa liar sebagai kesimbangan ekosistem habitat dan satwa besar seperti gajah, harimau dan lainnya menjadi indikator kerusakan ekosistem.

"Manusia dan satwa liar sama-sama penting. Gajah harus dilindungi, maka itu harus berdampingan," kata Teguh.

Ia menuturkan, target BKSDA adalah populasi gajah beserta habitatnya di Indonesia dapat pulih kembali dan dapat dipertahankan secara ekologis, genetik dan geografis.

"Kemudian pemerintah pusat dan daerah yang memiliki habitat gajah menggunakan strategi aksi dalam merancang dan menetapkan rencana tata ruang dan pembangunan daerah," ungkapnya.

Ia mengatakan, pihaknya memiliki beberapa pengalaman untuk menjaga keberlangsungan polulasi gajah dan menjaga ekosistemnya serta mencegah konflik dengan manusia, di antaranya, dengan rekayasa tanaman harus ditingkatkan agar populasi gajah terjaga.

Rekayasa pakan alami dengan menanam rumput gajah, rumput teki, pisang, palem dan lainnya yang disukai gajah di wilayah habitat gajah.

"Melakukan penanaman penghindar gajah, seperti singkong pahit, tanaman berbau menyengat seperti sereh, kemiri di dekat pemukiman warga. Agar gajah menjauhi lokasi  tanaman yang tidak disukai gajah," bebernya.

Gajah, kata Teguh, hewan yang pintar dan sensitif, namun bisa keluar dari habitatnya, karena di dalam hutan sebagai habitatnya dialih fungsi menjadi lahan perkebunan.

"Maka gajah keluar dari hutan, karena rumput tetangga lebih segar, sementara di hutan ada tanaman kopi dan lainnya," ungkapnya.(***)
Diberdayakan oleh Blogger.