Program Garuda Baru Siap Wujudkan Mimpi Anak Jalanan
Mahir
Bayasut, founder Garuda Baru, menjelaskan, di tahun 2018 ini, 9 anak Indonesia
mendapatkan kesempatan emas untuk mewujudkan mimpi bermain sepak bola di kancah
dunia.
Sembilan
anak yang pernah mengalami kehidupan jalanan ini telah terpilih melalui
serangkaian proses seleksi dan pembinaan sejak tahun 2017 lalu. Kata Bayasut,
mereka akan mewakili Indonesia pada ajang Street
Child World Cup (SCWC) di Moscow, Rusia, 10-18 Mei 2018 mendatang.
"Menjadi
kebanggaan tentunya bisa berkompetisi sekaligus menjalin persahabatan dengan
anak-anak hampir dari 30 negara di seluruh dunia. Ini bukan hanya kesempatan
bermain sepakbola di ajang internasional, ini adalah kesempatan anak
menyampaikan aspirasinya untuk pemenuhan hak perlindungan anak yang lebih baik
di negaranya," papar Mahir, Rabu (18/4).
Seperti
tema SCWC 2018, The Future Depends on You,
sambung dia, menunjukkan bahwa peran dan partisipasi anak dalam menentukan masa
depan diri mereka dan bangsa menjadi penting.
"Anak
tidak lagi menjadi objek pembangunan, tetapi mereka adalah subjek yang berdaya
dan turut andil berkontribusi di dalam prosesnya," tukasnya.
Dengan
kolaborasi berbagai pihak, maka akan semakin banyak "juara" yang dapat menginspirasi masyarakat untuk dapat
memberikan lingkungan yang aman bagi tumbuh kembang anak sehingga tidak akan
ada lagi anak yang turun ke jalan.
"Dalam
hal ini Garuda Baru ingin memberikan sebuah model pendekatan baru, yaitu
sepakbola, untuk membawa perubahan sosial di dalam masyarakat," harap
Mahir.
Untuk
itu, pihaknya berharap, dukungan segenap warga Indonesia untuk melancarkan
jalan 9 anak Indonesia ini untuk mengumandangkan lagu kebangsaan kita di ajang internasional.
Seperti
diketahui, kata Mahir, di kota besar, anak jalanan adalah sebuah fenomena
sosial yang terlihat namun terabaikan.
"Mereka
tidak mendapatkan hak sepenuhnya layaknya seorang anak sesuai dengan mandat UU
Perlindungan Anak No.35 tahun 2014 di Indonesia. Tidak sepatutnya mereka
tumbuh, bermain ataupun bekerja di jalanan," ungkapnya.
Keberadaan
mereka di jalanan menjadikan mereka rentan mengalami kekerasan, baik secara
fisik, psikis mau pun seksual.
"Mereka
rentan terpapar dengan perilaku menyimpang dari norma sosial, penyalahgunaan
narkoba, dan pola hidup yang tidak sehat," imbuhnya.
Profesi
sambilan seperti penjual tisu, pengamen, polisi cepek ataupun ojek payung
sebagai penopang kebutuhan harian pun sulit dijadikan pegangan untuk mewujudkan
cita-cita.
"Kondisi
tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya tidak ada seorang pun anak yang layak
tinggal di jalan," tandasnya.(#)