Mahendara Utama Dukung BEM Unila Tolak Kebijakan Kampus Yang Mengkebiri Gerakan Mahasiswa
KATALAMPUNG.COM - Calon
anggota DPR RI Mahendra Utama ikut angkat bicara mengenai penolakan Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unila terkait peraturan rektor nomor 3 tahun 2017 dan
rancangan peraturan rektor tahun 2018 di
kampus hijau tersebut.
Calon legislatif (caleg)
PKB dari dapil Lampung I ini mengatakan bahwa ketika ketidakhadiran kelompok
mahasiswa yang berperan dan menjadikan “New
Wave” sebagai Gerakan Mahasiswa Unila di era 2018, maka penguasa kampus
bisa membuat aturan apa saja atas nama pendidikan.
Oleh karena itu, bila
tidak ingin dikekang dan ingin meraih kemerdekaan berserikat berkumpul serta
merdeka dalam berekspresi, maka Perjuangan Segelintir Mahasiswa Unila adalah
sebuah keharusan.
"Anda jangan hanya
menikmati kemegahan bagai takdir menjadi keharusan kampus yang demokratis dan
merakyat saja, ini tahun ke 20 reformasi Bung dan Nona," katanya, Selasa
(2/10).
"Demokratis dan
merakyatnya kampus bukan dihasilkan dari
statemen dan aktifitas organisasi ‘bentukan
rezim’ serta organisasi ‘kolaborator
penguasa kampus’, tetapi harus dipelopori kelompok kecil mahasiswa kritis
yang lahir dari kelompok diskusi mahasiswa," tegasnya.
Oleh karena itu, bila
kemerdekaan berekspresi tersebut telah tergadai, maka menjadi sebuah keharusan
untuk melawan.
"Sikap diam adalah
sebuah bentuk pengkhiatan bagi jiwa sejati mahasiswa sebagai pembawa perubahan
zaman,"ucapnya.
Sebelumnya, Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unila terkait peraturan rektor nomor 3 tahun 2017 dan
rancangan perarturan Rektor tahun 2018.
Karena peraturan Rektor No
3 tahun 2017 tentang tata cara pemberian penghargaan dan sanksi terhadap
mahasiswa dianggap sebagai sinyal matinya Demokrasi di kampus hijau tersebut.
Sedangkan, rancangan
peraturan Rektor tahun 2018 tentang organisasi kemahasiswaan, birokrat kampus
berencana mengambil alih Keluarga Besar Mahasiswa (KBM).
Fauzul Adzim Presiden
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) menjelaskan, BEM KBM Unila menolak keras
terhadap peraturan yang telah membuat keresahan mahasiswa.
Karena ia meyakini adanya
upaya pembunuhan demokrasi secara terang-terangan oleh birokrat di kampus hijau
tersebut.
“Mahasiswa sebagai calon
pemimpin masa mendatang harus terbebas dari tindakan diskriminatif dan
pengekangan gerakan mahasiswa dalam berdemokrasi. Kami juga mengecam keras upaya politisasi dunia pendidikan oleh pejabat Rektorat yang
mengajak mahasiswa untuk membahas salah satu calon Presiden RI
2019,"ungkapnya, Senin (1/10).(***)