Pusat Perjuangan Rakyat Lampung Tolak Penetapan Upah Berdasarkan PP No.78/2015
KATALAMPUNG.COM
- Pusat perjuangan rakyat Lampung yang tergabung dari FSBKU, KSN, FSBMM,
FSP2KI-KPBI, SPK3P2, SPRI, LMND, SMI, dan KPRI melaksanakan aksi menolak
penetepan upat berdasarkan PP No. 78/2015 tentang pengupahan wujudkan upah
layak nasional, di depan kantor DPRD Provinsi Lampung, Selasa, (30/10/18).
Koordinator Umum Pusat
Perjuangan Rakyat Lampung Parlaungan Ritonga mengatakan, dalam upaya Negara
demi tercapainya masyarakat adil dan makmur konstitusi Negara Republik Indonesa
telah mengamanatkan di dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
dan di pasal 28D ayat 2 setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Namun fakta di lapangan
masih banyak buruh yang bekerja dan diberikan upah jauh dari kata layak apalagi
sejahtera. "Padahal Pasal 7 Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya menyatakan bahwa setiap orang berhak atas upah yang adil dan layak,
tanpa pembedaan dalam bentuk apapun," ucapnya.
Sehingga dapat menjamin
imbalan yang berupa upah yang adil dan kehidupan yang layak bagi mereka yang
sudah berkeluarga. Prinsip-prinsip mengenai upah layak juga diatur dalam
Konvensi Interactional Labour Organization (ILO) Nomor 131 Tahun I970 yang pada
Pasal 3 menyatakan Unsur-unsur yang harus dipertimbangkan dalam menentukan
tingkat upah minimum.
Menurutnya, pada tahun
2013, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden yang menyatakan bahwa UMP/UMK
100% KHL artinya upah tidak boleh
dinaikkan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja 07 tahun 2013 Tentang Upah Minimum
Yang Berdasarkan Hasil Perhitungan 60 KHL.
"Kebutuhan hidup
layak yang dimaksudkan peraturan tersebut adalah UMP/UMK yang sama bagi seluruh
buruh lajang, berkeluarga, berkeluarga anak satu dan seterusnya. Padahal
terdapat perbedaan yang tidak bisa disamakan antara kebutuhan buruh lajang
dengan non lajang (sudah berkeluarga)," katanya.
Ia menambahkan, pada
tanggal 15 Oktober 2018 Pemerintah Pusat mengeluarkan Surat Edaran melalui
Menteri Tenaga Kerja damn Nomor B 240/M.NAKER/PH19SK-UPAH/XI2018 Tentang
Penyampaian Data Tingkat Inflasi nasional dan Penumbuhan Produk Domestik Bruto
Tahun 2018.
"Dengan
dikeluarkannya Surat Edaran tersebut upah tahun 2019 yang akan ditetapkan pada
tanggal 1 November mendatang kenaikannya hanya sebesar 8.03% mengacu pada
formula PP 78/2015 Tentang Pengupahan," jelasnya.
Dengan demikian penetapan
upah yang mengacu pada formula PP 78/2015 yang berdasarkan tingkat pertumbuhan
ekonomi/ Produk Domestik Bruto (PDB) dan inflasi nasional jelas merugikan bagi
kaum buruh.
"Kebijakan tersebut
merupakan perwujudan politik upah murah oleh rezim saat ini, yang menindas dan
kemiskinkan kaum buruh secara sistematis dengan tidak menerapkan upah
berdasarkan pada survey kebutuhan hidup layak," imbuhnya
Pemerintah telah
mengabulkan UU No. 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan, yang sesungguhnya
mengamanahkan penetapan upah minimum harus melalui survey KHL, sedangkan PP
78/2015 justru telah menghilangkan survey KHL sebagai dasar penetapan upah
minimum.
“Berdasarkan kondisi
tersebut kami yang tergabung dalam aliansi pusat perjuangan rakyat lampung
menyatakan sikap Tolak Penetapan Upah Berdasarkan PP No. 78/2015,” tegasnya.
Selain itu, pihaknya juga
menyerukan untuk menolak politik uang murah, Cabut PP No. 78/2015 tentang
pengupahan, Tolak kenaikan UMP 2019 sebesar 8,03%, wujudkan sistem pengupahan yang
layak bagi kaum buruh, dan stabilkan harga kebutuhan dasar rakyat.(cholik)