Glokalisasi: Arus Baru Pariwisata Lampung
OPINI - Membaca laporan KEKR Provinsi Lampung
yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, perkembangan sektor pariwisata di
Provinsi Lampung terlihat cukup membanggakan. Data trend dari Tahun 2010 menunjukkan
jumlah kunjungan wisatawan yang terus meningkat. Jumlah wisatawan pada Tahun
2017 mencapai sekitar 11,641 juta, dimana 245 ribu diantaranya adalah wisman
(2%) dan sisanya sebesar 98% adalah wisatawan domestik. Perkiraan devisa yang
dihasilkan dari kunjungan wisman yang 2% tersebut mencapai sebesar US$90,59
juta. Dengan kurs tengah, dirupiahkan mencapai sekitar Rp1,227 Triliyun.
![]() |
Muslimin Dosen FEB Unila/Ketua LPNU Provinsi Lampung Bidang Ekonomi Kreatif |
Jumlahnya tentu sangat besar, sekitar
1/7 dari target pendapatan Pemerintah Provinsi Lampung Tahun 2019. Dengan berkembangnya
teknologi informasi dan infrastuktur yang terus digenjot, tentu diharapkan
devisa dari sektor ini terus meningkat. Hal ini membutuhkan strategi promosi
pariwisata yang tepat, yang tentu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Mouth-to-mouth dari wisman kepada
sejawatnya adalah promosi yang paling efektif. Oleh karenanya, promosi tidak hanya sekedar
memoles, tapi lebih bersifat mengabarkan realitas dengan cara yang baik dan
bisa diterima.
Jika kita menilik kerja-kerja
pariwisata yang ada saat ini, potensi yang dipromosikan lebih banyak pada
eksotisme kekayaan alam, yang kemudian dilakukan pembangunan-pembangunan
infrastuktur yang mendukung titik eksotisme alam tersebut. Eksplorasi pada sisi
tersebut tidak berarti salah, namun terlihat tidak tepat, jika yang dituju
adalah wisman, sebagai potensi pembawa devisa.
Mengapa tidak tepat?. Hasil laporan BI
memberikan gambaran bahwa wisman yang datang ke Provinsi Lampung ini adalah backpacker, yang tinggal justru tidak di
hotel-hotel berbintang, namun hotel non-bintang, dan dengan tingkat hunian yang
relatif lama, yaitu sekitar 5,96 hari, dengan rata-rata pengeluaran sebesar
US$104/hari atau sekitar Rp1,4 juta/hari. Backpacker
tidak tinggal di hotel-hotel mewah atau fasilitas yang modern, namun justru
tinggal pada tempat fasilitas sederhana atau bahkan mungkin tradisional.
Pada konteks inilah penting bagi
pemerintah daerah di Provinsi Lampung untuk justru mengembangkan
potensi-potensi lokalnya yang unik, yang menjadi kebiasaan masyarakatnya.
Pemerintah daerah hendaknya tidak lagi fokus pada pembangunan fisik sarana
pariwisata, namun pada komunitas-komunitas masyarakat yang memiliki
kharakteristik khas yang memiliki nilai jual. Pada intinya adalah menggabungkan
eksotisme kekayaan alam dan manusianya, sehingga menjadi daya tarik wisman
untuk datang menikmati sensasi tradisionalisme, sebagai pengobat kejenuhan
modernisme yang menjadi kesehariannya.
Para backpacker adalah para penikmat eco-tourism.
Para pendukung eksotisme alam yang perawan atau terjaga. Olehkarenanya,
pembangunan-pembangunan infrastruktur, yang awalnya dimaksudkan untuk mendukung
berkembangnya pariwisata, justru akan menjadi bumerang jika
pembangunan-pembangunan tersebut merusak eksotisme alam dan lingkungan. Muzaini
(2006); menyebutkan bahwa para backpackers
yang melakukan travelling di Asia
Tenggara, adalah jenis manusia yang mencari keunikan lokal. Menyelami keadaan
masyarakat lokal dan sekaligus mengevaluasi keberadaan dirinya.
Dengan latar belakang pasar wisman yang
demikian, penting bagi pemerintah daerah yang ada di Lampung untuk melakukan
Glokalisasi, menginternasionalkan keberadaan komunitas-komunitas masyarakat
lokal dan budanya.
Jadi, pariwisata bukan hanya alamnya,
namun justru manusia dan kebudayaannya. Inilah rasanya yang harus menjadi arus
baru pariwisata kita di Provinsi Lampung.
GLOKALISASI: ARUS BARU PARIWISATA
LAMPUNG
Oleh: Muslimin
Dosen FEB Unila/Ketua LPNU Provinsi
Lampung Bidang Ekonomi Kreatif