Provinsi Lampung Pertama Terapkan Budidaya Rajungan Berkelanjutan
KATALAMPUNG.COM - Provinsi
Lampung menjadi yang pertama di Indonesia menerapkan pengelolaan dan budidaya rajungan berkelanjutan. Pemerintah
Provinsi (Pemprov) Lampung kini tengah menyusun rencana aksi pengelolaan
rajungan berkelanjutan.
"Lampung diharapkan
bisa menjadi model dalam pengelolaan rajungan berkelanjutan secara nasional
untuk bisa dicontoh daerah lain," ujar Plt. Asisten Ekonomi dan
Pembangunan Sekda Provinsi Lampung, Taufik Hidayat, saat audiensi bersama
Komite Pengelolaan Perikanan Rajungan Berkelanjutan (KPPRB) dan lembaga donor
The David and Lucile Packard Foundation, di Ruang Rapat Bappeda Provinsi
Lampung, Senin (5/11/2018).
Taufik mengatakan audiensi
tersebut merupakan tindak lanjut Konferensi Our Ocean Tahun 2018 di Bali, 29
Oktober—30 Oktober 2018. "Mereka datang ke Lampung untuk melihat
implementasi pengelolaan rajungan berkelanjutan," kata Taufik.
Dia menyebutkan lembaga
donor tersebut mengapresiasi Pemprov Lampung dalam pengelolaan rajungan
berkelanjutan. "Mereka cukup puas karena Lampung memiliki perangkat hukum.
Kita punya Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K)
sebagai perangkat hukumnya. Lalu ada action plan atau rencana tindakan,"
ujarnya.
Selai itu, Pemprov Lampung
terus berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabuapaten dan Kota terutama dalam
pengawasan implementasi di lapangan. "Seperti penangkapam rajungan yang
tidak sesuai ukuran. Kemudian penggunaan alat-alat tangkap yang dilarang dan
masih berjalan di lapangan. Kalau untuk yang lainnya dari Foundation, karena
mereka datang sebagai donor dalam memberikan dukungan penuh di lapangan,"
katanya.
Di sisi lain, Plt. Kepala
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, Toga Mahaji, mengatakan Lampung
menerapkan pengelolaan rajungan berkelanjutan sejak setahun lalu. "Kita
melihat ke depan, kalau pengelolaan
rajungan ini tidak dikelola secara sustainable
(berkelanjutan), nanti rajungan akan punah," ujar Toga.
Apalagi ada sekitar 6.000
nelayan di Lampung yang bergantung pada pengelolaan rajungan. "Sehingga
diharapkan rajungan ini berkelanjutan demi kesejahteraan nelayan. Kalau punah,
tentu masyarakat yang 6.000 ini tidak punya mata pencaharian," kata dia.
Oleh karena itu, Pemprov
Lampung bekerjasama dan berkolaborasi dengan seluruh stakeholder untuk
mendukung keberlangsungan rajungan di Lampung. "Mulai masyarakat lokal,
pemerintah daerah, peneliti, akademisi, Packard Foundation dan Starling
Resources. Tentu kedatangan mereka ke sini sangat kita harapkan," ujarnya.
Menurut Toga, rajungan
termasuk keunggulan komparatif bidang perikanan Lampung. "Ada tiga
komoditas ekspor perikanan Lampung yaitu udang, tuna, dan rajungan. Untuk udang
dan rajungan, terbanyak ada di Lampung. Tambak udang terluas di Indonesia ada
di Lampung, kemudian rajungan adalah model pertama di Indonesia yang
dilaksanakan di Lampung," katanya.
Selain itu, pengaruh
produksi rajungan Lampung terhadap rajungan di Indonesia yakni sebesar 12
persen. "Di Indonesia, produksi rajungan mencapai 20 ribu ton setahun.
Sebanyak 12 persen berasal dari Lampung. Ini harus dipertahankan," kata
Toga. (red)