Wahyu Aldilla Korban Nahas Jatuhnya Lion Air JT 610 Dikebumikan di Pringsewu
Jenazah dikebumikan di TPU
Gunung Kancil, Rabu, 7 November 2018, pukul 09.30 WIB, setelah sebelumnya disholatkan
di Masjid Sobari, Pringsewu. Tampak kerabat, tetangga, pejabat di lingkungan
Pemkab Pringsewu, dan juga teman-teman semasa sekolah korban datang silih
berganti untuk melihat kepergian Wahyu untuk selama-lamanya.
Baca Juga: Jenaza Wahyu Aldilla Tiba di Pringsewu
Begitu berarti dan
kenangan manis yang terpatri pada almarhum Wahyu, tampak kesedihan dan rasa
kehilangan di mata para pelayat. Wahyu dikenal sebagai teman, saudara, suami
dan ayah yang baik. Banyak dari mereka
yang tidak menyangka Wahyu akan pergi untuk selama-lamanya.
Istri korban, Putri
Pratiwi (30) yang tengah hamil 6 bulan tampak sedih dan mengucurkan air mata
tanpa henti mencoba menguatkan hati mengantarkan kepergian sang suami untuk selama-lamanya.
Putri yang datang ke pemakaman berbalut baju daster panjang hitam, didampingi
adik, ibu, serta saudara-saudara almarhum. Suasana di pemakaman pagi menjelang
siang tadi sangat diliputi kesedihan yang mendalam.
Kronologi
Pesawat Lion Air JT 610
itu jatuh dalam penerbangan dari Jakarta menuju Pangkalpinang pada Senin pekan
lalu. Pesawat itu mengangkut 181 penumpang dan 8 awak. Semua penumpang dan awak
tewas dalam kecelakaan tersebut.
Nama Wahyu Aldilla dan
Xherdan Fachridzi tertera dalam manifest
penumpang yang dirilis pihak Lion Air tepatnya pada nomor 5 dan nomor 46.
Sebelum peristiwa jatuhnya
pesawat, Wahyu mengajak anaknya Xherdan untuk menonton Pertandingan Sepak Bola
U19 Indonesia Vs Jepang di Stadion
Gelora Bung Karno pada Minggu malam (28/10).
Namun nahas, saat hendak
pulang ke rumahnya di Pangkalpinang pada Senin pagi (29/10) Wahyu dan anaknya
Xherdan menjadi korban pada kecelakaan pesawat tersebut. Manusia boleh punya rencana, Allah pun punya rencana untuk
manusia. Rencana Allah di atas rencana manusia, pesawat yang mengantarkan mereka
jatuh di perairan Teluk Karawang, 12 menit setelah lepas landas.
Kita tak dapat
membayangkan, bagaimana upaya Wahyu menenangkan Xherdan sementara ia sendiri
berada dalam ketakutan yang mencekam pula, saat pesawat menukik tajam dari
ketinggian 5.000 kaki lalu membus lautan hingga kedalaman 30 M.
Almarhum Wahyu besar dan tinggal di Kabupaten Pringsewu,
tepatnya dari lingkungan III
Pringkumpul, Pringsewu Selatan.
Ia merupakan anak pertama dari pasangan alm. Rismardi dan Yulihesti.
Menurut penuturan kerabat dekatnya, Wahyu merupakan tulang punggung keluarga
pasca kematian ayahnya. Setelah lulus SMA, Wahyu mencari pekerjaan di Jakarta
dan terakhir bekerja, menikah dan menetap di Pangkal Pinang, Provinsi Bangka
Belitung.
Setelah menikah, Wahyu
diketahui bekerja di perusahaan pengelolaan timah dan istrinya Putri Pratiwi
(30) merupakan PNS di Pemda Bangka. Dari hasil pernikahannya tersebut, ia
memiliki dua anak yakni Xherdan Fachridzi (4) dan satu anak perempuan Opi
berumur 9 bulan. Dan juga janin berumur 6 bulan yang sedang dikandung sang
istri. Ia dan sang istri tinggal di Jalan Gandaria I RT 007/003 Kacang Pedang
Kecamatan Gerunggang, Pangkalpinang.
Teridentifikasi
Dari Hasil Sidik Jari
Pasca delapan hari
pencarian, pada Selasa kemarin (6/11) Tim DVI Polri merilis 17 identitas korban lion air JT 610.
Salah satunya ialah Jenazah Wahyu Aldilla (32) yang teridentifikasi melalui
sidik jari. Sementara itu jenazah anaknya Xherdan Fachridzi (4) sampai saat ini
belum diketemukan.
Akan tetapi pihak keluarga
tetap yakin dan optimis, bahwa jenazah Xherdan akan segera teridentifikasi.
Baca Juga: Keluarga Korban Optimis Jenazah Xherdan Segera Ditemukan dan Teridentifikasi
“InsyaAllah kita pun sudah
sangat ikhlas, inikan kejadian yang tidak kita kehendaki. Artinya memang Allah
berkehendak lain. Kami masih optimis karena sudah ada beberapa potongan tubuh
anak balita itu sudah diketemukan. Hanya saja belum bisa dipastikan ini punya
siapa. Karena ada 2 anak-anak dan 3 infant (bayi), jangan sampai salah
identifikasi,” ujar Yulius Agung yang merupakan Paman dari Istri korban.
Firasat
Istri
Berdasarkan penuturan
Paman korban, dua minggu sebelum kejadian nahas jatuhnya pesawat Lion Air JT
610. Putri (istri Wahyu) merasakan keanehan pada sang suami yang pergi
untuk selama-lamanya. Almarhum tiba-tiba menjadi sosok yang romantis dan mesra.
Ia menceritakan bahwa Wahyu seringkali mengajak makan siang.
“Setiap siang ia menemui
istrinya di kantor untuk makan siang.
Bahkan pernah sekali waktu ia bilang sama Putri untuk tinggalin dulu anak-anak sama nenek asuhnya.
Yuk kita makan bareng diluar rumah,” cerita Yulius kepada awak media usai
pemakaman Wahyu.
Almarhum Wahyu juga sempat
mengajak istrinya ke mall. Ia menyuruh istrinya belanja apapun yang istrinya
inginkan, bahkan ia juga sempat membelikan hape
terbaru untuk istrinya.
“Makanya istrinya sangat
terpukul. Bahkan tadinya anak perempuannya yang kecil juga hampir mau diajak.
Tapi tidak diperbolehkan istrinya,” beber dia.
Bahkan sebelum pesawat dari Jakarta- Pangkalpinang hendak
take off, Wahyu menelpon istrinya untuk dijemput di bandara. Akan tetapi, hidup
dan mati ada dalam genggaman Illahi. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat
ditolak, yang berarti manusia tidak dapat menghindarkan diri dari malapetaka
dan ajal. Belum ada 12 menit di atas awan, pesawat yang ditumpangi Wahyu dan
Xherdan jatuh di Perairan Teluk Karawang.
Putri yang saat itu sudah
di bandara, kaget dan shock saat mendengar pesawat yang ditumpangi suami dan
anaknya jatuh dan lost contact. (Boenga
Mandalawangi)