Wahyu Aldilla Korban Nahas Jatuhnya Lion Air JT 610 Dikebumikan di Pringsewu

KATALAMPUNG.COM -  Duka mendalam menyelimuti pemakaman Wahyu Aldilla (32). Warga Pringsewu yang menjadi salah satu korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di Perairan Karawang pada hari Senin, 29 Oktober lalu. 




Jenazah dikebumikan di TPU Gunung Kancil, Rabu, 7 November 2018, pukul 09.30 WIB, setelah sebelumnya disholatkan di Masjid Sobari, Pringsewu. Tampak kerabat, tetangga, pejabat di lingkungan Pemkab Pringsewu, dan juga teman-teman semasa sekolah korban datang silih berganti untuk melihat kepergian Wahyu untuk selama-lamanya.


Baca Juga: Jenaza Wahyu Aldilla Tiba di Pringsewu

Begitu berarti dan kenangan manis yang terpatri pada almarhum Wahyu, tampak kesedihan dan rasa kehilangan di mata para pelayat. Wahyu dikenal sebagai teman, saudara, suami dan ayah yang baik.  Banyak dari mereka yang tidak menyangka Wahyu akan pergi untuk selama-lamanya.

Istri korban, Putri Pratiwi (30) yang tengah hamil 6 bulan tampak sedih dan mengucurkan air mata tanpa henti mencoba menguatkan hati mengantarkan kepergian sang suami untuk selama-lamanya. Putri yang datang ke pemakaman berbalut baju daster panjang hitam, didampingi adik, ibu, serta saudara-saudara almarhum. Suasana di pemakaman pagi menjelang siang tadi sangat diliputi kesedihan yang mendalam.

               
Kronologi

Pesawat Lion Air JT 610 itu jatuh dalam penerbangan dari Jakarta menuju Pangkalpinang pada Senin pekan lalu. Pesawat itu mengangkut 181 penumpang dan 8 awak. Semua penumpang dan awak tewas dalam kecelakaan tersebut.

Nama Wahyu Aldilla dan Xherdan Fachridzi  tertera dalam manifest penumpang yang dirilis pihak Lion Air tepatnya pada nomor 5 dan nomor 46.

Sebelum peristiwa jatuhnya pesawat, Wahyu mengajak anaknya Xherdan untuk menonton Pertandingan Sepak Bola U19 Indonesia Vs  Jepang di Stadion Gelora Bung Karno pada Minggu malam (28/10).

Namun nahas, saat hendak pulang ke rumahnya di Pangkalpinang pada Senin pagi (29/10) Wahyu dan anaknya Xherdan menjadi korban pada kecelakaan pesawat tersebut. Manusia boleh  punya rencana, Allah pun punya rencana untuk manusia. Rencana Allah di atas rencana manusia, pesawat yang mengantarkan mereka jatuh di perairan Teluk Karawang, 12 menit setelah lepas landas.

Kita tak dapat membayangkan, bagaimana upaya Wahyu menenangkan Xherdan sementara ia sendiri berada dalam ketakutan yang mencekam pula, saat pesawat menukik tajam dari ketinggian 5.000 kaki lalu membus lautan hingga kedalaman 30 M.

Almarhum Wahyu  besar dan tinggal di Kabupaten Pringsewu, tepatnya dari lingkungan III  Pringkumpul, Pringsewu Selatan.  Ia merupakan anak pertama dari pasangan alm. Rismardi dan Yulihesti. Menurut penuturan kerabat dekatnya, Wahyu merupakan tulang punggung keluarga pasca kematian ayahnya. Setelah lulus SMA, Wahyu mencari pekerjaan di Jakarta dan terakhir bekerja, menikah dan menetap di Pangkal Pinang, Provinsi Bangka Belitung.

Setelah menikah, Wahyu diketahui bekerja di perusahaan pengelolaan timah dan istrinya Putri Pratiwi (30) merupakan PNS di Pemda Bangka. Dari hasil pernikahannya tersebut, ia memiliki dua anak yakni Xherdan Fachridzi (4) dan satu anak perempuan Opi berumur 9 bulan. Dan juga janin berumur 6 bulan yang sedang dikandung sang istri. Ia dan sang istri tinggal di Jalan Gandaria I RT 007/003 Kacang Pedang Kecamatan Gerunggang, Pangkalpinang.

Teridentifikasi Dari Hasil Sidik Jari

Pasca delapan hari pencarian, pada Selasa kemarin (6/11) Tim DVI Polri  merilis 17 identitas korban lion air JT 610. Salah satunya ialah Jenazah Wahyu Aldilla (32) yang teridentifikasi melalui sidik jari. Sementara itu jenazah anaknya Xherdan Fachridzi (4) sampai saat ini belum diketemukan.




Akan tetapi pihak keluarga tetap yakin dan optimis, bahwa jenazah Xherdan akan segera teridentifikasi.

Baca Juga: Keluarga Korban Optimis Jenazah Xherdan Segera Ditemukan dan Teridentifikasi

“InsyaAllah kita pun sudah sangat ikhlas, inikan kejadian yang tidak kita kehendaki. Artinya memang Allah berkehendak lain. Kami masih optimis karena sudah ada beberapa potongan tubuh anak balita itu sudah diketemukan. Hanya saja belum bisa dipastikan ini punya siapa. Karena ada 2 anak-anak dan 3 infant (bayi), jangan sampai salah identifikasi,” ujar Yulius Agung yang merupakan Paman dari Istri korban.

Firasat Istri

Berdasarkan penuturan Paman korban, dua minggu sebelum kejadian nahas jatuhnya pesawat Lion Air JT 610.  Putri (istri Wahyu)  merasakan keanehan pada sang suami yang pergi untuk selama-lamanya. Almarhum tiba-tiba menjadi sosok yang romantis dan mesra. Ia menceritakan bahwa Wahyu seringkali mengajak makan siang.

“Setiap siang ia menemui istrinya di kantor  untuk makan siang. Bahkan pernah sekali waktu ia bilang sama Putri untuk  tinggalin dulu anak-anak sama nenek asuhnya. Yuk kita makan bareng diluar rumah,” cerita Yulius kepada awak media usai pemakaman Wahyu.

Almarhum Wahyu juga sempat mengajak istrinya ke mall. Ia menyuruh istrinya belanja apapun yang istrinya inginkan, bahkan ia juga sempat membelikan hape  terbaru untuk istrinya.

“Makanya istrinya sangat terpukul. Bahkan tadinya anak perempuannya yang kecil juga hampir mau diajak. Tapi tidak diperbolehkan istrinya,” beber dia.

 

Bahkan sebelum  pesawat dari Jakarta- Pangkalpinang hendak take off, Wahyu menelpon istrinya untuk dijemput di bandara. Akan tetapi, hidup dan mati ada dalam genggaman Illahi. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, yang berarti manusia tidak dapat menghindarkan diri dari malapetaka dan ajal. Belum ada 12 menit di atas awan, pesawat yang ditumpangi Wahyu dan Xherdan jatuh di Perairan Teluk Karawang.

Putri yang saat itu sudah di bandara, kaget dan shock saat mendengar pesawat yang ditumpangi suami dan anaknya jatuh dan lost contact. (Boenga Mandalawangi)
Diberdayakan oleh Blogger.